Pada hari keempat dirawat di rumah sakit Ibu akhirnya sadar. Ini pertama kalinya Ibu membuka mata sejak mengalami kecelakaan itu. Dokter datang untuk memeriksa kondisi Ibu dan dia mengabarkan mengenai sesuatu yang positif. Meski begitu, kesembuhan masih panjang, dokter bilang kalau kondisinya bisa memburuk sewaktu-waktu.
Setelah dokter pergi aku menghampiri Ibu. Matanya memang terbuka, tapi terlihat pucat dan kemerahan seperti sedang menahan sakit. Matanya menatap kosong satu titik hampa yang ada di atasnya. Sayup-sayup terdengar Ibu merintih lirih, bibirnya bergerak dengan lesu seakan mencoba mengatakan sesuatu. Aku mendekatkan wajahku agar suaranya terdengar.
“K-ku-lah.”
“Suara yang keluar begitu abstrak dan tidak terlalu jelas, sekonyong-konyong aku berusaha menyelami makna dari kata yang diucapkan Ibu.
“Maksud Ibu kuliah?”
Ibu menganggukan kepalanya dengan sangat pelan.
“Kuliah-,” tadinya aku ingin mengatakan kalau kuliaj biasa saja, tapi dengan segera ku urungkan niatku. “Aku tidak masuk selama beberapa waktu, tapi itu bukan masalah. Aku juga sempat membantu seniorku mengerjakan proyek tugas akhir, gara-gara itu aku sadar kalau sebentar lagi akan lulus. Dua minggu lagi ada ujian semester, dan setelah itu aku libur.”
Ibu menggumam lirih. Aku bisa merasakan Ibu masih ingin mengatakan sesuatu, tapi sekuat apapun dia mencoba sama sekali tidak ada kata-kata yang keluar. Pada akhirnya dia hanya mendorong udara kering di sekitar mulutnya
“Tidak usah dipaksakan, pelan-pelan saja,” kataku.
Siang hari yang tenang Ibu kembali tertidur pulas.
Malamnya aku menelpon Paman, aku mengabarkan semua yang terjadi hari itu. Kubilang kalau Ibu sudah bangun, kondisinya mulai membaik, dan fakta kalau Ibu bisa bicara walau cuma sepatah kata.
“Syukurlah, urusan disini ternyata lebih lama dari yang kuduga, tapi besok malam aku kembali,” kata Paman.