Tempurung merah muda

Edi sandayu
Chapter #5

Tanda-tanda yang tak kubaca

Kita sering menyalahkan waktu, padahal kadang yang salah adalah cara kita memilih untuk buta.

Ada tanda-tanda yang kau beri, tapi aku terlalu sibuk menafsirkan bahagia dengan cara yang kuinginkan. Kau mulai menjawab pesan lebih lambat.

Nada bicaramu mulai datar, seperti hujan yang tidak lagi jatuh di atap, hanya menyisakan bekas dingin. Tapi aku tetap percaya bahwa semua baik-baik saja.

Karena begitulah cara hati menipu diri dengan harapan. Aku ingat matamu yang mulai tak fokus. Tubuhmu masih di hadapanku, tapi jiwamu seperti sedang berjalan mundur. Menjauh. Perlahan. Tanpa suara. Aku ingat saat kau bilang, “Aku capek.” Dan aku hanya mengira kau butuh tidur.

Padahal mungkin maksudmu: *aku capek mencintai sendirian.* Mengapa kita sering lebih percaya pada keinginan daripada kenyataan? Aku menutup mata pada sinyal yang seharusnya kujadikan peringatan. Karena dalam diamku, aku sedang mencintaimu.

Dan dalam diamku juga, kau sedang bersiap pergi. Tapi aku terlalu terlambat membaca. Terlalu buta untuk melihat, bahwa cerita ini sedang menuju akhir, meski aku masih sibuk menulis bab pertengahan.

Lihat selengkapnya