Zul merasa gembira. Hari ini adalah hari yang selalu ia tunggu, dan juga menjadi hari yang dinantikan oleh kebanyakan karyawan: hari gajian. Meski gajinya tidak sebesar pegawai di perusahaan nasional, Zul tetap bersyukur atas apa pun nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya. Bagi Zul, kegembiraan seseorang ketika menerima gaji sama besarnya, baik bagi seorang buruh seperti dirinya maupun seorang pimpinan perusahaan multinasional. Bedanya hanya terletak pada seberapa besar jumlah yang diterima dan bagaimana mereka mengalokasikannya. Biasanya semakin besar penghasilan, keinginannya semakin banyak sehingga semakin besar pula pengeluaran. Dulu ketika seseorang mendapat gaji Rp 5 juta sebulan maka kebutuhannya akan disesuaikan dengan gajinya. Begitu mendapat gaji Rp 10 juta kebutuhannya akan mengalami kenaikan juga.
Begitulah kehidupan, ada yang berada di atas, ada yang di bawah. Yang terpenting adalah menikmati hidup dengan rasa syukur, karena pada dasarnya manusia tidak pernah merasa cukup—semakin besar pemasukan, semakin besar pula pengeluaran.
Hari ini juga terasa istimewa bagi Zul karena Majalah Mabrur edisi terbaru telah terbit bertepatan dengan hari pembayaran gaji. Sebagai karyawan, Zul menerima gaji setiap awal bulan. Karena media tempatnya bekerja masih baru, penghitungan gaji dihitung berdasarkan gaji pokok ditambah honor yang nilainya dihitung dari jumlah halaman yang ditulis. Zul merasa tulisannya pada bulan lalu cukup banyak, sehingga ia yakin akan mendapatkan penghasilan yang cukup besar bulan ini. Bahkan, ia berani menjanjikan kepada keponakannya untuk membelikan sepatu dan tas baru karena merasa yakin akan hasil yang didapatnya. Selain itu, Zul juga berencana membeli sepatu baru untuk dirinya sendiri, menggantikan sepatu satu-satunya yang sudah ia sol dua kali.
Meski bekerja di media yang masih kecil, Zul tetap bersemangat. Tidak seperti perusahaan besar yang mentransfer gaji melalui bank, di tempatnya bekerja, pembayaran gaji dilakukan secara tunai. Ini adalah hal yang wajar karena jumlah karyawan yang bekerja di Majalah Mabrur hanya belasan orang. Ketika namanya dipanggil untuk mengambil gaji, Zul dengan antusias melangkah menuju bagian keuangan. Ia sudah membayangkan apa saja yang akan dibelinya dengan gaji bulan ini.
Namun, ketika ia membuka amplopnya, Zul terkejut. Jumlah yang ia terima jauh lebih sedikit dari yang ia bayangkan. Padahal, ia merasa bahwa tulisannya mendominasi edisi terakhir majalah, dengan separuh halaman diisi oleh karyanya. Zul mendadak lemas dan merebahkan diri di kursinya. Ia mulai membayangkan betapa kecewanya keponakannya ketika mengetahui janji sepatu dan tas baru itu tidak bisa dipenuhi. Dengan jumlah uang yang ada di tangannya, bahkan untuk biaya hidup sebulan pun akan terasa berat.
Zul teringat pada pepatah kuno yang mengatakan, "Jangan menjanjikan sesuatu yang belum kamu miliki." Ia menyesali keputusannya untuk berjanji kepada keponakannya sebelum memastikan uangnya cukup. Harun, sang desainer grafis di majalah itu, datang menghampiri. Zul khawatir Harun akan menyindirnya seperti yang pernah ia lakukan sebelumnya. Namun, kali ini berbeda. Harun tampaknya memahami kesedihan Zul.
"Ada apa Mas," tanya Harun.
"Saya heran, tulisan saya edisi bulan lalu banyak, tapi kok bayarannya hanya separuhnya," jawab Zul
"Sebaiknya ditanyakan ke bendahara Mas, salah hitung mungkin," ujar Harun.
"Ya Zul, nanti saya tanyakan," tukas Zul.
"Meski kecil, semoga berkah ya, Mas," ujar Harun dengan nada prihatin.
"Iya, kenapa bisa begini ya, Run..." jawab Zul, tak mampu menyembunyikan kekecewaannya.