Berita penangkapan Zul karena tertangkap berduaan dengan seorang pramugari Mesir membuat heboh seluruh petugas haji Indonesia di Jeddah. Kabar ini menyebar cepat di kalangan mereka, menimbulkan kegemparan. Zul, yang selama ini dikenal sebagai wartawan dan juga bagian dari tim volly petugas haji, kini harus berhadapan dengan hukum syariah di Arab Saudi, yang sangat tegas terhadap pelanggaran moral. Hukuman yang dihadapinya bukan main-main; di negara itu, berduaan dengan lawan jenis yang bukan muhrim bisa berujung pada hukuman fisik yang berat. Apalagi, kasus ini melibatkan otoritas lokal, yang hukum syariahnya sangat dihormati.
Di Arab Saudi, hukum yang mengatur perilaku sosial didasarkan pada interpretasi syariah Islam yang ketat, yang ditegakkan oleh sistem hukum negara. Pacaran, atau hubungan romantis di luar pernikahan, dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam dan hukum syariah yang berlaku di sana.
Di bawah syariah, hubungan di luar pernikahan, termasuk pacaran, dianggap sebagai zina jika ada hubungan fisik. Namun, bahkan hubungan tanpa kontak fisik, seperti bertemu berdua, berbicara, atau berkencan, dapat dianggap sebagai pelanggaran norma sosial dan agama. Ini sangat dilarang, terutama jika pasangan tersebut bukan muhrim (bukan suami-istri atau keluarga dekat).
Sebelum reformasi yang dilakukan oleh pemerintah Saudi dalam beberapa tahun terakhir, Mutawa (polisi agama atau Komite untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Maksiat) bertugas menegakkan norma-norma agama. Jika mereka menemukan pasangan yang sedang pacaran di tempat umum, mereka bisa menegur, menangkap, atau melaporkan mereka kepada otoritas yang lebih tinggi.
Meskipun kekuatan Mutawa telah dibatasi dalam beberapa tahun terakhir, mereka tetap beroperasi dalam beberapa kapasitas untuk mengawasi perilaku di ruang publik. Pacaran yang ketahuan oleh mereka dapat menyebabkan pasangan dikenakan sanksi sosial atau denda.
Jika pacaran dianggap melanggar hukum, terutama jika melibatkan kontak fisik atau berdua-duaan di tempat tertutup, kasus tersebut dapat dibawa ke pengadilan syariah. Hukuman yang dijatuhkan bervariasi tergantung pada tingkat pelanggaran, namun sanksinya bisa meliputi Cambukan: Dalam kasus tertentu, terutama jika ada bukti zina atau pelanggaran yang lebih serius, hukuman cambuk bisa diberikan sebagai bagian dari sanksi fisik. Penjara: Untuk pelanggaran yang lebih berat atau yang melibatkan kontak fisik, hukuman penjara bisa dijatuhkan. Deportasi: Bagi orang asing yang tertangkap pacaran, terutama jika mereka melanggar hukum agama, deportasi bisa menjadi salah satu hukuman yang diberikan.
Para petinggi Daker (Daerah Kerja) di Jeddah segera mengadakan rapat darurat di kantor mereka. Mas Imam, Pak Mahmud, Pak Batubara, dan Kadaker berkumpul untuk membahas langkah yang harus diambil dalam menghadapi masalah ini. Mereka menyadari bahwa kasus ini tidak bisa dianggap enteng, apalagi melibatkan hukum negara lain yang sangat ketat.
Mas Imam memulai pembicaraan dengan mengingatkan kasus sebelumnya, yang melibatkan Zul.
“Kalian ingat kasus foto editing yang membuat Zul dihukum? Foto itu sebenarnya dibuat oleh Faizal, tapi Zul yang kena getahnya. Pak Kadaker sudah menegur Faizal waktu itu,” ucapnya.
Pak Kadaker, yang menjabat sebagai Kepala Daerah Kerja, mengangguk pelan.
“Sekarang kita menghadapi masalah yang lebih berat. Ini bukan hanya soal foto palsu, tapi melibatkan hukum negara lain,” ujar Kadaker.
Pak Batubara yang duduk di sebelahnya menggeleng-gelengkan kepala.
“Dan lagi-lagi pelakunya Zul. Sepertinya anak itu tidak pernah jera,” Batubara mulai panas.
Mas Imam sedikit kesal dengan nada skeptis Pak Batubara. “Besok saya dan Konsul Jenderal akan menemui Kepala Polisi Syariah untuk memohon keringanan hukuman, syukur-syukur kalau bisa mendapatkan pembebasan hukuman.”
Pak Batubara mendesah, “Kalau Zul tidak membantu tim volly kita, saya malas membantu dia. Kita sudah memberi pelajaran, tapi tetap saja dia tidak kapok.”
Namun, Pak Kadaker dengan tegas menjawab, “Bagaimanapun juga, dia warga negara Indonesia. Dan kita, sebagai perwakilan negara, wajib memberikan bantuan hukum baginya.”
Mas Imam yang penasaran, bertanya, “Apa hukumannya kalau tertangkap berduaan dengan wanita yang bukan muhrim di sini?”
Pak Mahmud, yang sudah lama tinggal di Saudi, menjawab, “Hukumannya bervasiasi, yang paling ringan denda, lalu hukuman cambuk, dan terakhir deportasi. Kita akan nego untuk membayar denda saja. ”
Mas Imam nyeletuk " Berapa dendanya Pak ?"
"10 ribu riyal," jawab Pak Mahmud.
Pak Batubara tersentak. “Wah Rp 35 juta. Ngeri kali itu.”
Pak Mahmud menyela, " Kalau tidak bisa membayar bisa diganti cambuk 10 kali."