Dua hari lagi petugas haji akan kembali ke tanah air. Tak terasa sudah 2 bulan lebih mereka berada di tanah para Nabi. Pada malam itu, para petugas yang sedang bertugas di Jeddah mengadakan acara perpisahan secara sederhana di halaman Wisma Haji Jeddah. Zul pun sudah pulih dari luka bekas cambuk dan sudah dapat mengikuti agenda malam itu. Namun di malam keakraban itu, tidak ada Faizal yang sudah dipulangkan ke kampusnya di Mesir.
Pak Konjen pun malam itu hadir untuk mengucapkan terima kasih atas kinerja petugas haji yang cukup baik tahun ini. Tak lupa dia menyampaikan permintaan maaf Kerajaan Arab Saudi atas kesalahpahaman Polisi Syariah Jeddah. Tak lupa Pak Konjen juga menyampaikan uang diyat yang diberikan oleh Faruk kepada Zulfikar karena telah menghukum cambuk tanpa keputusan pengadilan. Nilainya cukup besar yakni 30 ribu riyal atau sekitar Rp 100 jutaan rupiah. Zulfikar pun menerima uang itu dengan senang dan tidak akan menuntut Faruk secara hukum. Sorak sorai petugas haji menyaksikan Zulfikar menerima uang tersebut.
Acara pun dilanjutkan dengan ramah tamah dengan makan bersama. Para petugas haji pun bersalaman dan saling bermaaf-maafan. Bagaimana pun selama 2 bulan di Tanah suci, banyak sekali gesekan yang terjadi antar petugas. Pak Kadaker berharap semua permasalahan yang terjadi diselesaikan malam itu, sehingga mereka kembali ke tanah menjadi haji yang mabrur.
Zulfikar masih bersama Kohar menyantap nasi kebuli dengan daging kambing yang lezat. Zul heran tidak melihat Zalwa diantara kerumunan petugas haji. Kohar pun mengajak Zul menghampiri seorang wanita yang membelakangi mereka. Kohar memanggil namanya dan wanita itu pun menoleh.
Zul kaget terperanjat, wanita bercadar itu ternyata Zalwa. Gadis muda itu terlihat sangat mirip dengan gadis bercadar yang hadir dalam mimpinya. Setelah sedikit ragu, Zul memberanikan diri untuk mendekati Zalwa dan membawanya menjauh dari kerumunan.
"Aku merasa seperti mengenalmu dalam mimpiku, kamu mirip gadis dalam mimpiku," kata Zul sambil menatap Zalwa yang tersenyum tipis.
"Oh ya...Zul kamu tahu ga, aku menyebut namamu di Jabal Rahmah, dan siapa nama yang kamu sebut di sana?" tanya Zalwa lembut.
"Aku tak sengaja menyebut namamu Zalwa ...karena waktu itu kamu terpeleset..." jawab Zul, sedikit gugup.
Zalwa tersenyum lagi.
"Jabal Rahmah adalah bukit yang menjadi lambang ketulusan cinta, disanalah Nabi Adam dan Siti Hawa dipertemukan," ucapnya penuh makna.
Zul terkejut mendengar kata-kata itu.
"Sekarang aku yakin gadis yang ada dalam mimpiku bukan Zulaeha... tapi kamu, Zalwa. Maafkan aku Zalwa, aku selama ini kurang perhatian kepadamu. Kamu ibarat emas di pelupuk mata yang tidak kelihatan...." rayuan gombal Zul.
Zalwa hanya tersenyum. Dia memberi tahu bahwa esok hari ia harus berangkat ke Riyadh bersama dokter Batubara. Mereka ditugaskan oleh Kadaker untuk mengobati Duta Besar RI yang sedang sakit.
Zul sadar mereka di Jeddah tinggal hitungan hari. Jika ingin mewujudkan mimpinya maka ia harus mengajak Zalwa menikah di tanah suci. Dengan mengumpulkan segenap keberanian, Zul mengutarakan niatnya untuk menikahi Zalwa.
"Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin mengajakmu menikah di depan Ka'bah sepulang kamu dari Riyadh," ucap Zul dengan penuh harap.
Zalwa terdiam sejenak, sepertinya sedang mempertimbangkan permintaan Zul.