Temukan Aku!

Rexa Strudel
Chapter #4

#4

Kepala Mora menoleh ke kanan kiri sebelum menyeberang jalan. Ia menyipitkan sebelah mata dan memalingkan wajah ketika sorot cahaya lampu sebuah sepeda motor mendekat. Pelipisnya berdenyut serasa menyetrum kepala. Setelah dirasa aman, kakinya melangkah turun dari trotoar ke aspal. Sol sepatu keds yang ia kenakan menjejak perlahan. Mora berjalan agak limbung karena merasa kurang tidur.

Mora tahu ia butuh asupan air minum. Mungkin juga kafein. Dan juga makanan padat mengandung gula. Kepala gadis itu mulai terasa pening sebelah sementara perutnya berbunyi halus. Ia juga merasa agak gelisah karena mimpi buruk itu datang dua kali dalam sehari. Rasanya energi tubuh Mora tersedot habis karena mimpi-mimpi aneh yang selalu menyambangi tidurnya.

“Lo abis ketiduran di kelas lagi, ya?” tanya Naomi begitu melihat wajah lusuh dan kusut Mora saat mendekat ke meja yang ia tempati. Naomi meringis samar melihat keadaan salah satu sahabatnya ini.

Mora hanya manggut-manggut dengan kepala menelungkup di meja. Rambut hitam lurus pendek Mora yang dipotong model choppy bob di atas bahu tampak lebih berantakan. Wajah bulatnya yang berkulit putih tanpa make up dihiasi kantung mata dan tampak pucat letih. Selain itu, tubuh berpostur tinggi sedang Mora yang biasanya kelihatan berisi, jadi terlihat lebih kurus.

“Gue pesenin makanan, ya. Sekalian gue juga iseng, nih,” usul Naomi yang dibalas lagi dengan anggukkan oleh Mora tanpa mengangkat kepala.

Begitu terdengar derit kursi bergeser, Mora langsung mengangkat kepala. Ia tidak mau beresiko tertidur lagi. Bisa tambah suram suasana hati kalau sampai tiga kali mimpi seperti tadi. Mata Mora rasanya sepat dan berat. Ia mengusap-usap wajah dengan kedua telapak tangan sembari menarik dan mengembuskan napas panjang.

Tidak berapa lama, Naomi kembali ke meja membawa sepiring kue pie lemon dengan cream putih di atasnya dan sepiring lain kue choux besar berisi krim putih dan potongan buah stroberi. Senyumnya merekah di wajah oval yang merona alami. Kali ini ia mengenakan kacamata yang tampak pas di mata kecil dengan sorot teduh dan ramah. Sejumput rambut hitam bergelombangnya terjuntai di kening saat ia duduk. “Nih, gue bawain yang manis-manis biar mood lo kagak jatoh banget ke kesuraman,” ujarnya. Ia menaruh piring di atas meja dan membetulkan cepolan rambut panjang sebahunya.

Mora tertawa pendek mendengar perkataan Naomi. “You know me so well, deh, kakak.”

“Aya sama Kanala belum kelar?” tanya Mora. Ia menyuap pie lalu celingukan ke sekitar.

“Katanya mau bahas pembagian kelompok tugas dulu. Bentar lagi palingan ke sini,” jawab Naomi. Ia memutar-mutar piring dan mengamati kuenya. Menimbang sisi mana yang akan ia gigit pertama.

Kepala Mora manggut-manggut sekilas. Ia kembali menyuap kue dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe dan jalanan yang riuh rendah.

Udara sore ini cukup sejuk dan suasananya sedikit mendung. Jadi Naomi yang datang duluan memilih untuk duduk di pelataran samping kafe yang asri. Ada kanopi dari fiberglass bening menutupi area duduk di pelataran luar sehingga para pengunjung tetap bisa duduk nyaman walau hujan. Kecuali jika hujan disertai kilatan petir, para pengunjung kedai pastilah berlarian pindah ke area duduk di dalam.

Kafe ini selalu ramai di jam berapapun karena letaknya yang berseberangan dengan sebuah kampus swasta. Desain minimalis dan kekinian membuat kafe menarik minat orang-orang untuk datang. Area duduk pun ditata sedemikian rupa hingga membuat pengunjung merasa nyaman dan betah berlama-lama untuk sekedar mengobrol, main game online atau mengerjakan tugas kuliah. Apalagi dengan sambungan internet yang cukup kencang dan stabil.

Menu makanan dan minuman di kafe ini juga beragam dan termasuk murah. Cukup sesuai di kantong mahasiswa, apalagi yang sewa kos di dekat kampus. Jam operasional kafe juga cukup panjang, dari pukul tujuh pagi sampai pukul sebelas malam.

“Kemaren lo udah ketemu atau ngobrol lagi sama Ardan?” tanya Naomi.

Mora mengangguk. “Ngobrol lewat WA sama telepon. Rencananya besok dia mau ajak gue ke sekolah TK yang ada di mimpi gue buat mastiin. Soalnya pas dia sama Fahmi ke sekolah itu buat nanya-nanya, ketua RT setempat bilang kalo sekolahnya udah lama ditutup. Tapi bangunannya masih ada,” tuturnya.

“Hmm, perlu kita temenin juga, nggak?” wajah Naomi tampak cemas.

Lihat selengkapnya