“Jadi, anak perempuan itu bisa sampe ke mimpi Mora karena ngikutin benangnya Mora yang nyantol sini,” ulang Naomi.
“Kira-kira begitu,” Ardan mengangguk lamat-lamat.
“Oh, wow. Gue baru tahu soal kayak gini-ginian tuh begini,” tukas Kanala. Tangannya bergerak-gerak dengan raut wajah takjub beneran.
Aya langsung mendelik ke Kanala. “Apaan deh gini-ginian begini,” ia mendesis geli menahan tawa.
“Jadi, soal Lucid dream itu gimana?” tanya Mora pelan. Ia menelan ludah karena kerongkongan yang tercekat. “Gue mesti gimana biar bisa tidur pules dan bisa bebas gerak di mimpi?”
Fahmi mengeluarkan sesuatu dari saku celana dan menunjukkan satu strip kemasan obat. “Mau nggak mau, ya, mesti minum ini,” ia meringis tipis.
“Yakin lo bakal sadar kalo lo lagi mimpi?” Aya memicingkan mata meminta kepastian kepada Mora.
Mora bergumam-gumam samar sembari mencubiti bibir. Lalu menatap Aya dengan mata memelas dan gelengan kepala.
“Kalo kata temen, pasti lo pernah ngerasain sensasi ganjil yang bikin lo tau kalo itu lo lagi mimpi. Ada detail apa gitu,” kata Fahmi.
“Kayaknya gue pernah deh mimpi beberapa kali dateng ke rumah siapa gitu. Nah, di rumah itu kayak gelap remang-remang. Gue nyari tombol lampu dan gue pencet. Tapi lampu nggak nyala-nyala. Akhirnya gue kebangun dan dalem hati gue berulang-ulang nyebut kalo tadi cuma mimpi. Terus pas mimpi kayak gitu lagi, gue nyoba mencet tombol lampu. Tiba-tiba gue ngebatin aja kalo lampu bisa nyala berarti ini nyata. Tapi kalo lampunya tetep mati, berarti ini gue lagi mimpi. Gitu” tutur Naomi.
“Coba lo inget-inget pernah kayak gitu gak, Ra,” ujar Kanala.
Mora memejamkan mata menegadah ke langit-langit. Ia mengigiti bibir bagian dalam bibir bawah seperti mengunyah permen karet. Pelipisnya jadi berdenyut ngilu karena otaknya memaksakan berpikir. “Nggh… apa, ya?” Mora memijit dan mengacak kepala.
“Oh, itu… waktu adegan terakhir di mimpi yang pas gue diri di depan gerbang dan sekitarnya jadi warna jingga bikin kelihatan semua. Di situ gue sempet ngebatin kalo gue tadi lagi tidur. Jadi gue mikir apa gue lagi mimpi. Tapi abis itu gue malah kebangun pas liat si anak kecil di teras itu,” tunjuk Mora ke arah ia melihat sosok si anak kecil. Dan ia merasakan bulu kuduk meremang saat itu juga. Mungkinkah si anak kecil sedang berdiri di sana sekarang ini juga? Tidak tampak di penglihatan mata, jadi ia bisa mengawasi Mora dan teman-temannya.
“Oke. Jadi nanti pas mau terlelap, lo mesti inget-inget soal warna jingga yang berarti itu lo lagi mimpi,” jelas Naomi.
“Terus nanti misalnya berhasil sadar di mimpi dan bisa bergerak bebas di alam mimpi, lo cari lokasi si cowok itu dan lihat wajahnya. Walaupun mungkin sekarang ada perubahan sama wajah si cowok, seenggaknya lo tau gambarannya kira-kira gimana,” lanjut Fahmi.
Mora mengangguk samar. Teorinya semudah itu, tapi kan ia sama sekali belum pernah mengalami lucid dream ini sepenuhnya. Belum tentu juga semua berjalan sesuai rencana. Dalam hati ia berharap, semoga saja nanti ia benar-benar bisa sadar kalau sedang bermimpi. Semoga ia juga nanti bisa menghadapi rasa takut dan melihat wajah si pelaku. Semoga mereka semua baik-baik saja. Dan banyak semoga lain yang mengharapkan akhir yang baik.
Ardan mengatupkan kedua telapak tangan agak kuat hingga menimbulkan bunyi tepukan yang memecah sunyi sesaat di ruangan. “Oke. Ini udah jam empat lewat. Kita tempelin dulu kamera sama lampu di tempat-tempat strategis,” ujarnya.
“Jadi nanti nempel kamera dan lampu berseberangan, ya. Tujuannya biar kalo ada yang niat buruk dan ngerusak lampu biar mati, kamera masih bisa ngerekam. Soalnya kalo keadaan tiba-tiba gelap, sensor night vision kamera otomatis aktif. Jadi masih bisa ngerekam pergerakan,” instruksi Fahmi.
Mora dan ketiga sahabatnya saling melirik dengan wajah pias. Tapi mereka tetap mengangguk. Walaupun merasa cukup ngeri membayangkan kegiatan malam nanti, tapi tidak ada niatan mundur dari dalam hati mereka. Mungkin karena merasa ini merupakan hal baru dan sepertinya cukup mendebarkan. Semacam baru pertama kali mau mencoba naik roller coaster. Menegangkan sekaligus seru. Setidaknya mereka beramai-ramai, bisa jadi tidak akan terlalu terasa menyeramkan.