Suasana terasa sunyi saat Sunar dan Rukmini duduk di ruang tamu, menunggu Mbah Nar yang tengah sibuk di dapur. Suara denting gelas terdengar samar di susul dengan aroma kopi yang menguar ke segala ruangan.
Sunar memperhatikan bagian dalam rumah, matanya mulai berkelana pada setiap sudut rumah, rumah Mbah Nar tidak terlalu besar, dan semua bangunannya terdiri dari kayu, terdapat satu ruang tamu, dua kamar yang saling berhadapan, dan dapur.
“Wes pirang ulan? (Sudah berapa bulan?)”
Sunar menghentikan aktifitasnya, lalu menelan ludahnya dengan susah payah sebelum menjawab pertanyaan Mbah Nar, sedang Rukmini memilih diam sambil menundukkan kepalanya.
“Kayaknya tiga bulanan Mbah,”
Mbah Nar meletakkan gelas kopi di atas meja kayu, lalu duduk berhadapan dengan Sunar, membuat Sunar semakin gugup.
“Nanti langsung nikah saja, Mbah seng ngatur.”
Sunar mengangguk, kalimat terahir Mbah Nar membuat Sunar bisa sedikit bernafas lega, debar di jantung Rukmini juga jauh berkurang. Mbah Nar tersenyum tipis, siap menerima tamu dadakan yang tak diundang sepaket dengan polemiknya.
.......
Desa Donomulyo 1998
Yo kanca ning gisik gumbira, alerap-lerap banyuning segara
Angliyak numpak prau layar
Ing dina minggu dek pariwisata
Alon praune wes nengah
Pyak pyuk pyak banyu binelah
Ora jemu-jemu karo mesem ngguyu
Ngilangake rasa nglungkrah lesu
Adhik njawil mas
Jebul wes sore
Witing kelapa katon awe-awe
Prayogane becik bali wae
Dene sesuk isuk tumandang nyambut