Alvin menyimpan foto Kamila dalam saku celananya, senyumannya masih tersungging jelas diwajahnya, tepatnya sebuah senyum misterius.
"Besok sepulang sekolah gue bakal ngedatengin rumah loe Mila," lirih Alvin tak sabar.
"Pergilah. Lakukan kembali tugasmu," ucap Alvin pada pria berbaju hitam dihadapannya.
Pria itu hanya menganggukan kepalanya saja. Ia berbalik dan menghembuskan nafasnya perlahan. Raut wajahnya menunjukkan perasaan lega.
"Hufft. Kali ini aku beruntung. Kalau aku gagal mendapatkan informasi gadis itu, bisa-bisa aku dipecat detik itu juga. Itupun masih untung, daripada mendengar amarahnya yang seperti petir menggelegar. Bisa mati aku detik itu juga," lirih pria itu sangat pelan. Ia bergidik ngeri membayangkan bos kecilnya yang dingin dan sangat tak berperikemanusiaan itu.
Ya, Alvin ini adalah majikannya, tepatnya bos kecil. Karena sebenarnya pria itu bekerja menjadi bodyguard untuk kakak perempuan Alvin, Airin "sang bos besar" yang justru sifatnya sangat bertolak belakang dengan Alvin.
***
Sebuah mobil berwarna silver kini telah sampai di depan rumah bergaya minimalis namun tidak menghilangkan kesan mewah sedikitpun. Seorang gadis berparas cantik dengan lesung pipi menghiasi wajahnya nampak turun dari mobil tersebut dengan gaya anggun tapi terkesan tegas. Gadis itu adalah Kamila Andriani, sosok yang ramah dan penyayang namun bisa berubah menjadi dingin jika berhadapan dengan pria dan siapapun orang-orang jahat di muka bumi ini terlebih pada pria yang jatuh cinta padanya.
Kamila mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut rumahnya. Ia tersenyum miris memandangi rumahnya yang cukup besar itu yang mungkin hanya akan ditinggali oleh dirinya seorang, mungkin ditambah seorang pembantu dan supirnya. Ayahnya, entahlah. Mungkin pria itu tak akan pernah mengunjunginya di kota ini. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya juga dengan kekasihnya yang entah ada berapa banyak jumlahnya. Kamila tak mau memikirkannya lagi, ia menarik kopernya dan berjalan menuju rumah barunya sekarang.
"Non Mila," teriakan itu terdengar jelas di telinga Kamila. Arah suara itu berasal dari depan gerbang rumahnya. Suara seorang wanita paruh baya yang hangat dan sangat dirindukan oleh Kamila.
Kamila memutar kepalanya mencari sosok yang sangat ia rindukan itu.
"Bibi Lela," ucap Kamila dengan mata mengerjap-ngerjap seolah tak yakin dengan pemandangan dihadapannya kini. Ia melepaskan kopernya dan segera menghambur ke pelukan bibinya. Wanita itu asisten rumah tangga di keluarga Kamila dan telah dianggap sebagai ibu baginya, apalagi bibi Lela telah mengurusnya dan membesarkannya selama ini sejak ibunya meninggal.
"Bibi kok bisa ada disini? Bibi kenapa baru nemuin Mila sekarang?" Kamila melepas pelukannya dan memanyunkan bibirnya. Sikap manja dan kekanakkannya tiba-tiba muncul jika sudah berhadapan dengan bibinya ini.
"Iya non. Bibi ditelpon tuan kemarin dan dikasih alamat rumah ini. Maaf bibi baru bisa datang karena bibi sibuk mengurus anak bibi yang sakit. Alhamdulillah sekarang dia sudah sehat," jawab bibi Lela sambil menunjuk anaknya yang berdiri dengan senyuman lugunya.
"Hai non Mila. Nama aku Cici," ucap gadis itu menyodorkan tangannya pada Kamila.
Kamila membalas senyuman itu dan menyodorkan tangannya juga pada Cici.