“Ulangi lagi!” perintah Miss Ester King untuk kali kesekian. “Semua piring dan gelas harus bersih dari kotoran juga sidik jari saat akan disajikan kepada Yang Mulia.”
“Baik, Miss,” sahut Annisa sebelum akhirnya kembali menekuni pekerjaannya.
Sejak menjadi pelayan di rumah keluarga El Talal, Annisa mendapat tugas membersihkan piring-piring. Kelihatannya itu sebuah tugas yang sepele, tetapi nyatanya menjadi perawat piring di rumah keluarga El Talal adalah tugas yang sangat berat.
Jumlah piring itu ada ratusan dan terbagi dalam beberapa set berbeda yang dikategorikan berdasarkan negeri asal pembuatan. Perlengkapan makan yang elegan dari Prancis dan Italia, porselen bergaya klasik datang dari Asia Timur, yang lebih sederhana dibuat di Swiss dan Belanda, dan perlengkapan mewah dari emas dan perak warisan turun-temurun dari masa kekhalifahan Persia dan Ottoman.
Tugas Annisa menghafal semua jenis dan fungsi peralatan makan itu tanpa terkecuali. Cangkir mana yang digunakan untuk minum teh pagi, piring mana yang cocok untuk sarapan, keramik yang cocok untuk makan malam resmi, dan apa yang bisa digunakan saat makan malam biasa.
Yang paling gila, menurut Annisa, semuanya harus dikuasai dalam waktu satu minggu saja. Untung saja ada Zubaidah, pelayan asal Irak yang sudah tujuh tahun bekerja untuk keluarga El Talal.
Wanita Irak itu banyak membantu tugas Annisa. Dan, sebagai sahabat, mereka biasa berbicara apa saja termasuk bergosip tentang keluarga El Talal. Dari Zu—demikian dia biasa dipanggil—Annisa tahu kalau Pangeran Ahmed Isa El Talal memiliki tiga istri. Istri pertama, Putri Sauvana binti Muhammad Al Tsunayan, merupakan sepupu jauh sang Pangeran. Sementara istri kedua dan ketiganya adalah warga negara asing yang akhirnya mengikuti kewarganegaraan Pangeran.
Pangeran El Talal Senior memiliki tiga putri dan seorang putra. Putra tunggal beliau, Pangeran Yousoef, anak dari istri ketiga, baru saja kembali ke tanah air usai menuntaskan studi bisnisnya di Inggris.
“Beliau sedang patah hati,” kata Zubaidah ketika mereka saling berbincang seraya membersihkan nampan perak dengan spons khusus yang diimpor dari Prancis.
“Siapa?”
“Pangeran Yousoef, siapa lagi,” jelas Zubaidah antusias. “Semua orang tahu kalau Pangeran Yousoef cinta mati pada Putri Muna. Tahun ini seharusnya mereka menikah, tapi Putri Muna malah mengakhiri pertunangan mereka dan menikah dengan putra mahkota kerajaan yang sebenarnya juga masih memiliki hubungan kerabat dengan keduanya.”
“Kerabat?!” ulang Annisa bingung.
“Oh ya, jadi Putra Mahkota, Pangeran Sultan bin Abdul Aziz, sebenarnya adalah adik lain ibu dari Pangeran Talal, kakek Yang Mulia Pangeran Yousoef. Sementara nenek Putri Muna adalah saudari perempuan dari Pangeran Talal dan Putra Mahkota Sultan dari ibu lainnya. Sehingga baik Putri Muna maupun Pangeran Yousoef, keduanya sama-sama cucu keponakan dari Putra Mahkota, yang berarti mereka berdua masih sepupu.”
“Rumit sekali,” gumam Annisa.
“Memang rumit, tapi dalam keluarga besar bangsawan Arab, hal seperti ini sangatlah biasa. Meskipun begitu aku tidak dapat membayangkan bagaimana bisa ada gadis sebodoh itu yang lebih memilih jadi istri ketiga dari seorang pria tua dan meninggalkan Tuan Muda kita dalam kesedihan tanpa ujung.” Zubaidah mengakhiri ceritanya seraya menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir.
“Kasihan sekali kalau begitu,” gumam Annisa pelan. “Seperti apa rupa Yang Mulia Pangeran Yousoef, itu?” tanyanya penasaran.
Zubaidah tersenyum, “Well, kau penasaran, ya?”
“Aku hanya ingin tahu.”
“Dia masih sangat muda, juga sangat tampan jika dibandingkan kebanyakan laki-laki Arab. Oh! Andai kau bisa melihatnya sendiri, Nisa.” Zu mendesah pelan. “Hanya saja untuk menjadi pelayan yang langsung melayani beliau kau harus menunggu sampai direkomendasikan oleh Miss King. Aku baru bisa melihat beliau setelah bekerja selama tiga tahun di sini.”
“Lama sekali!”
“Hanya pelayan senior yang berhak melayani keluarga inti El Talal,” jelas Zu. “Tapi, jika kita bekerja untuk keluarga kerajaan lainnya, kita hanya diperkenankan tinggal dekat para perempuan kerabat raja.”
“Kenapa begitu?”
“Karena hukum mahram. Kaum lelaki hanya boleh berkumpul dan dilayani oleh pelayan dari gender yang sama. Masa kau tidak tahu?”