"Kenapa kakak ingin tahu tentang itu?"
"Jadi kau tau?"
Elein tampak gelisah. Dia ingat sekali bagaimana malam-malam yang dihabiskannya dengan mimpi buruk setelah membaca buku terlarang—dia menyebutnya begitu karena ibunya melarangnya membaca buku itu. Dan sekarang dia tahu tidak akan bisa lagi menemukan buku itu, karena ibunya pasti menyembunyikannya di suatu tempat yang tidak bisa dijangkau olehnya.
Karena tahu ruang makan bukanlah tempat yang tepat untuk membicarakannya, sebab ada dua pelayan yang berdiri di dekat pintu, menunggu jika sewaktu-waktu tuannya membutuhkan sesuatu, maka Elein mengajak kakaknya pergi ke Taman Ayun.
Lucu mengingat Taman Ayun adalah tempat mereka bermain saat masih kecil. Dahan pohon tempat mereka menggantungkan tali untuk ayunannya kini sudah tak terjangkau lagi, sekitar tiga kali lipat tinggi Lavincz, dan masih dipenuhi dedaunan berwarna keemasan. Meski tidak ada lagi ayunan di sana, tempat itu tetap disebut Taman Ayun oleh semua orang, Elein menyempatkan tersenyum mengingat itu adalah idenya.
"Aku tidak tahu di mana Ibu menyimpannya," kata Elein. Kini dia dan Lavincz sudah duduk di atas rerumputan.
Lavincz terenyak. Pantas Arxel tidak mengenal pasukan itu. Elein bilang itu adalah pasukan arwah. Dia tahu para fairin yang meninggal tidak langsung menuju Haven atau Heirr, melainkan di Dunia Antara. Fairin dengan bakat cenayang memang bisa memanggil arwah, tapi Lavincz tidak pernah tahu ada yang memanfaatkannya untuk berdoa di Gua Magon. Elein tidak tahu untuk apa dan siapa para arwah itu berdoa. Dia belum sempat menyelesaikan bacaannya. Tapi buku itu menyebutkan ada sebuah batu sakral entah di bagian mana dari gua itu yang bisa menjadi perantara terkabulnya doa-doa mereka.
"Tidak semua Fairin bisa melihatnya. Tapi buku itu menggambarkannya sebagai mayat hidup yang berbau busuk dengan organ tubuh tidak lengkap sesuai dengan bagaimana keadaan mereka saat meninggal. Karena semuanya dulunya adalah petarung terbaik yang tewas di medan perang, ada yang terluka parah, kehilangan sebagian tangan atau bagian tubuh lain yang hancur. Dalam buku dijelaskan, semakin parah kondisinya semakin besar kekuatan yang mereka miliki sebagai bentuk balas dendam atas kematiannya. Aku pasti mimpi buruk lagi malam ini."
Lavincz jadi merasa bersalah.
"Apa ini ada hubungannya dengan Rynx?"
Lavincz segera melihat wajah pucat adiknya. Mayat-mayat berjalan itu pasti begitu menyeramkan di benaknya. "Ya. Tapi ini rahasia ya?"
"Ada apa dengannya?"
"Dia hilang."
"Tapi dia pulang bersamamu, kan?" Elein ingat terakhir kali melihat Rynx terbaring di Ruang Penyembuhan. Saat itu dia tengah melewati ruangan itu bersama Rearin, dan Rearin memutuskan tinggal sebentar untuk memeriksa keadaan sementara dia pergi melihat kondisi kakaknya di Istana Utama.
"Rearin," celetuk Elein kemudian melihat Lavincz. "Dia sempat menemui Rynx di Ruang Penyembuhan."
Lavincz tersentak melihatnya.
"Bagaimana kalau kau menanyainya? Aku tahu semua orang mengkhawatirkan kalian, tapi sikap Rerain terlalu berlebihan setelah itu. Seperti ... kau tau, orang yang tertekan, kecuali aku yang salah lihat."
Lavincz mulai menyusun rencana di kepalanya. Dia bisa berpikir sistematis terkadang di saat-saat darurat, seperti saat dia berusaha mencari jalan untuk kabur dari istana, menghindari kelas kerajaan yang membosankan.
Akhirnya Lavincz pergi mencari Rearin, dan berencana untuk menemui Arxel setelahnya, menyampaikan tentang buku terlarang yang disebutkan Elein.
"Saya akan menyampaikan hal itu pada penjaga istana agar Pangeran bisa konsentrasi mempelajari tentang Perdagangan Batu Berharga di Timur Laut Potamarche," kata Zeinrellar—laki-laki bertubuh jangkung dengan rambut putih panjang yang diikat sebagian—saat pangeran itu berkelit memiliki urusan lain yang lebih mendesak. Dia selalu terdesak ingin pergi kapanpun setiap disuruh belajar, pikir sang guru.
Sementara Lavincz memikirkan tentang pelajaran yang harus dihadapinya dua jam ke depan.
Temanya saja sudah membingungkan. Sebenarnya di mana mereka berdagang batu? Di Potamarche bagian timur laut atau di timur Laut Potamarche? Lavincz sama sekali tidak berminat. Tapi mendadak berubah pikiran saat teringat cerita Elein tentang batu sakral di Gua Magon—Bagaimana bisa dia lupa malam di mana dia membuntuti Rynx ke Magon? Mungkin saja ini memang ada hubungannya!
Sang Pangeran memutuskan menuruti kata-kata Guru Besarnya untuk belajar. Seorang penjaga sudah ditugasinya mencari Rearin, sekarang dia akan memberikan perhatian terhadap pelajarannya itu agar di tengah acara belajar bisa menanyakan tentang batu sakral. Dia tiba-tiba saja merasa beruntung punya banyak orang yang bisa ditanyai untuk masalah ini.
*****
Biasanya Rearin mengikuti ke mana Elein pergi. Tapi saat itu tidak ada yang tahu di mana pelayan itu berada kecuali Ratu Caeris—yang barangkali sekarang sudah melupakannya setelah membaca sebuah buku yang disiapkannya sejak kemarin malam—sebab dia tidak akan sanggup menjalankan rencananya dalam keadaan sadar, maka setelah membakar kayu Pyr'n di perapiannya, sang ratu seharusnya membaca buku pengaruh itu. Tapi yang dia lakukan malah mencari Rynx, mengajaknya ke lorong bawah tanah, kemudian menusuknya dengan pedang pendek.