Mawar pasti berduri, begitupun juga dengan hidup ini. Seperti apa yang dialami dalam perjalanan hidup Dina, kisah cinta Dina dengan sofian yang harus pupus di tengah perjalanan cinta mereka, dan akhirnya Dina menjalin hubungan dengan Doni, seorang laki-laki yang sebelumnya tak pernah terfikirkan oleh Dina akan menjadi tambatan hatinya.
Dina yang pada saat itu masih belum pernah sama sekali berpacaran dan masih duduk di bangku kelas 12 (3 SMA), ia masih begitu lugu mengenai semua hal yang berkaitan tentang pacaran. Sesekali Dina tahu tentang pacaran hanya dari cerita-cerita sahabatnya yang curhat padanya. Dari Erin sahabatnya satu sekolah dan dari Winda sahabat sekaligus tetangga dekatnya. Bukan suatu hal yang tidak wajar, karena Dina yang memang lebih suka menyendiri dan membaca buku-buku pengetahuan dan buku-buku pelajaran secara otomatis membuat Dina kurang berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, apalagi untuk berpacaran! Tentu saja tidak terlintas di otak Dina. Lebih tepatnya kutu buku, mungkin itu lebih tepat untuk menyebutnya, hanya saja Dina bukan gadis yang berkaca mata.
Saat itu hari senin tanggal 5 mei 2008, kisah cinta Dina bermula. Dina yang saat itu masih bersekolah menunggu kelulusan, hidupnya terasa ada yang kurang. Erin sahabat satu sekolah dan kebetulan juga satu kelas sering sekali menggoda Dina dengan pertanyaan-pertanyaan yang sedikit membuat Dina menjadi minder pada teman-temannya yang lain.
"Din kapan nih punya pacar? Masa sampai dah mau lulus gini kamu masih belum juga punya pacar? Kamu cantik, pinter, banyak yang naksir, masa dari cowok-cowok yang mendekatimu gak ada satupun yang bikin kamu sreg gitu?" Celoteh Erin bertanya pada Dina seraya mengingatkan Dina bahwa dia sudah waktunya mengenal pria.
"Enggak ah Rin, lulus juga belum udah mikirin cowok. Mending berencana kerja atau lanjutin sekolah dari pada mikirin cowok. Kalo udah kerja punya penghasilan, nahhh..., itu baru boleh mikirin cowok, jadi entar kalau nikah udah nggak kuatir kekurangan!" Jawab Dina balik menasehati Erin.
"Ya enggak gitu juga lagi Din, ya paling tidak mengenal laki-laki dan memilih mana yang nantinya pantas buat pendamping hidup kan gak harus nunggu udah kerja to?"
"Ah tahu ah, kamu mikirnya cowok melulu. Pokoknya aku entar aja mikirnya, yang penting nunggu hasil kelulusan dulu terus nyari kerja."
"Emang kamu gak ada rencana lanjutin study? Yaaa kuliah deket-deket sini kan nggak papa Din. Lagian masih muda ini! Masa mau buru-buru nyari kerja." Kata Erin bertanya.
"Enggak ah Rin, nggak ada biaya. Kasihan ortu kalau harus maksakan buat biaya. Aku mau cari kerja aja deh, lumayan bisa buat bantu-bantu kebutuhan ortu."
"Loh kan bisa masuk UT kan Din, kan bisa sambil kerja ?"
"Enggak ah...! Nanti malah ribet Rin. Aku nggak siap kalau harus kerja sambil sekolah."
"Ya udahlah terserah kamu aja, tapi sebenarnya sayang sekali, kamu kan pinter."
"Hehehe....,yahhh nyatanya nasib kayaknya nggak berpihak Rin, kalau pingin sih iya. Cuma nggak tega aja lihat ortu banting tulang, ortu udah cukup tua, rasanya udah waktunya aku bantu-bantu kebutuhan ortu. Ya paling tidak bantu nyekolahin adik biar agak ringan beban ortu Rin." Ujar Dina.
"Ya udah aku duluan ya Din!" Ucap Erin seraya berjalan pulang yang berbeda arah dengan Dina.
Dina berjalan sendirian menuju pinggiran jalan dekat SPBU untuk menunggu mobil angkutan kota. "Huhhhh... panas sekali siang ini. Anak-anak yang lain juga sudah pada pulang, wah nggak ada tumpangan nih, terpaksa harus nunggu angkutan beneran nih!" Ujar Dina dalam hati. Dina masih berdiri di tepi aspal, sudah 10 menit ia menunggu angkutan pun tak kunjung datang menghampirinya.
"Tumben sepi banget hari ini, nggak kaya biasanya?" Dina bertanya pada diri sendiri dalam hati.
"Ehremmm..." suara dehem seorang laki-laki dari arah kanan Dina dan berjalan menghampirinya. Dina pun menoleh melihat lelaki itu dan mengembalikan arah pandangannya ke arah jalan raya, seolah cuek!
"Lagi nunggu angkutan kota ya dik?" Lelaki itu bertanya pada Dina.
"I, iya mas..." jawab Dina yang agak kaget mengetahui lelaki itu ternyata sudah ada di dekatnya.
"Sendirian aja? Nggak ada temen ya dik?"
"Iya mas, temen udah pada pulang semua! Nggak tahu nih tumben sepi angkutan kota ya?" Jawab Dina berbicara tanpa melihat lelaki itu dan terkesan agak cuek.
"Lhooo... kamu nggak tahu ya dik? Hari ini para pengemudi angkutan pada demo di depan kantor kabupaten, jadi ya sepi!"
"Oooo... gitu ya mas? Aku nggak tahu mas! Wah gimana nih, bisa jalan kaki sampai rumah dong ini? Duhhh... jam berapa nyamlai rumah kalau jalan kaki."
"Kalau adik bingung mau naik apa, aku bisa antarkan kamu pulang, tenang aja gak bayar kok!" Lelaki itu menawarkan bantuan pada Dina.
"Hehehe... beneran mas? Nggak ngerepotinkan?" Kekeh Dina sedikit bermalu-malu.
"Iya benerlahhh, emang kamu mau jalan kaki sampai rumah, nggak mau kan? Ya udah yuk, tuh motorku di sana!"
Dina dan lelaki itupun berjalan kerah motor yang akan mereka kendarai, nggak begitu jauh, hanya sekitar 30 meter saja dari tempat mereka berdiri tadi. Sambil berjalan Dina dan lelaki itupun saling bertanya.
"Mau langsung pulang apa mau minum dulu dik?" Tanya lelaki itu sambil menaiki motornya.
"Gimana ya?" Ucap Dina.