Satu bulan telah berlalu, ijazah Dina juga sudah ia dapatkan. Dina gunakan ijazahnya untuk melamar pekerjaan di pabrik makanan ringan yang tak jauh dari wilayahnya bermukim. Upayanya berbuah hasil yang memuaskannya. Meskipun hanya diterima sebagai kariawan kontrak, tapi itu sudah cukup memuaskan Dina. Keinginannya bekerja sudah tercapai. Rutinitas hariannya sudah berubah selama sepekan pertama bekerja. Pagi jam tujuh ia sudah harus ada di pabrik, sore jam empat baru keluar pabrik. Sedangkan Sofian yang belum juga mendapat pekerjaan hanya bisa sesekali mengantar jemput Dina. Surat lamaran kerja Sofian yang ia masukan ke beberapa lowongan kerja belum juga ada yang memberinya panggilan kerja. Hingga akhirnya seorang teman lamanya datang bersilaturohmi dan menawarkan pekerjaan untuknya. Teman lamanya yang bernama Andi itu menawarkan pekerjaan sebagai sales perabot rumah tangga. Dari pada terus-terusan menganggur Sofian pun menerima tawaran itu, ia bisa bekerja sebagai sales perabot sambil menunggu panggilan kerja dari beberapa perusahaan tempat ia melamar pekerjaan.
Walaupun harus meninggalkan Dina untuk sementara waktu, tapi pekerjaan ini sangat membantu. Paling tidak ia bisa mulai menabung sedikit demi sedikit dari penghasilannya. Hal ini ia rasa perlu ia sampaikan kepada Dina sehari sebelum keberangkatannya. Malam pukul 19 : 30 Sofian berangkat ke rumah Dina untuk menyampaikannya. Setelah sampai, dalam keadaan ala kadarnya dengan rambut yang terurai tanpa berdandan Dina menyambut Sofian dan mendengarkan apa yang akan disampaikan Sofian padanya. Karena hari memang sudah malam Sofian pun tak berlama-lama mengulur waktu, karena ia juga harus mempersiapkan semua keperluannya setelah pulang dari rumah Dina. Tanpa basa basi ia pun segera menyampaikan rencana keberangkatannya.
*****
"Dik, aku ada pekerjaan sementara di luar kota. Kamu nggak apa kan aku tinggal sementara waktu? Besok aku berangkat, jadi nggak bisa antar jemput kamu lagi sayang. Nggak papa kan? Dari pada aku nganggur kan lebih baik kerja, lumayan hasilnya bisa disisihkan dikit-dikit di tabungan! Aku janji akan sering-sering kasih kabar, sebulan sekali akan aku usahakan pulang menemuimu."
"Jadi kita nanti bakal jarang ketemu dong?" Sontak mulut Dina menjawab, seakan-akan belum siap jauh-jauh dari Sofian.
"Iya sih dik, tapi mau gimana lagi? Nggak bisa ketemu tiap hari tapi kan masih ada hp. Kita masih bisa hubungan kan!"
"Iya deh Mas, Dina nggak apa-apa kok, soal pulang sebulan sekali nggak usah dipaksakan. Mas juga nggak usah khawatir aku pulang pergi kerja naik apa, lagian mobil antar jemput pabrik juga ada, jadi nggak perlu repot-repot nunggu angkutan kota. Lagian Ibu juga pernah pesen aku jangan terlalu bergantung sama Mas. Iya kan? Mas Fian berangkat kerja aja! Yang penting jaga kesehatan, kalau kerja hati-hati ya! Awas hatinya juga dijaga hehehe...!" Ucap Dina bernada manja mengizinkan dan berusaha menutupi kesedihannya akan ditinggalkan Sofian sementara waktu.
"He em sayang, aku akan jaga hati untukmu." Sofian menjawab dengan sangat lembut, sembari menowel ujung hidung Dina dengan jari telunjuknya dan tersenyum manis menatap bola mata Dina berhadapan dengan jarak dekat sekali.
"Janji sering-sering kasih kabar ya!" Pinta Dina memelas.
"He em Mas janji!" Sahut Sofian.
Suasana malam yang cukup mengharukan buat Dina. Di waktu sebelumnya hampir setiap hari ia bersama Sofian. Tapi mulai besok dan selanjutnya ia harus bisa menahan rindu pada Sofian. Dina juga harus mulai belajar lebih dewasa menyikapi keadaan hubungannya dengan Sofian. Meskipun telah berusaha menyembunyikan kesedihannya tapi akhirnya Dina pun tak mampu membendung rasa sedihnya. Dina baru menyadari bahwa dia meneteskan air mata setelah Sofian mengusap dengan lembut air matanya yang mengalir di pipinya.
"Lhohhhh kok nangis?" Ucap Sofian.
"Emmmhhhhemmm...hiks...hiks..." Dina tak mampu menahan isak tangisnya, ia langsung memeluk Sofian dengan erat.
"Udah dong sayang, nggak usah takut, aku janji aku nggak akan ninggalin kamu, aku nggak akan kepincut wanita lain kok. Udah ya, senyum dong!" Kata Sofian menenangkan Dina.
"Hhhhhmmm hemmmm..." Dina tak bisa berkata-kata, dia hanya menangis pelan di pelukan Sofian. Dia sandarkan kepalanya di dada Sofian dan melingkarkan erat tangannya di pinggang Sofian.
Entah apa yang terjadi dengan Dina. Hatinya terasa berat sekali melepas Sofian pergi merantau keluar kota. Bukan karena Sofian akan ingkar janji atau berpaling pada wanita lain. Tapi kepergian Sofian membuat perasaannya begitu aneh. Membuatnya berat sekali untuk melepaskan Sofian Pergi. Dina merasa seakan-akan kepergian Sofian tidak akan kembali. Namun apa daya, perasaan yang eneh tanpa ada dasar apapun yang bisa ia jadikan alasan untuk mengutarakan membuatnya hanya bisa berdiam diri dan menahan isak tangisnya di pelukan Sofian. Hingga akhirnya Sofian pun melepas pelukan Dina, merenggangkan tubuhnya dari Dina dan memegang ke dua pundak Dina sambil berkata,
"Udah ya, jangan sedih gitu ya sayang! Udah malem aku harus pulang mempersiapkan semua keperluanku nanti. Soalnya besok subuh aku harus sudah berangkat." Sofian berkata dan menatap mata Dina penuh dengan rasa sayang.
"Bentar lagi ya Mas! Aku masih pingin sama kamu, kan besok udah nggak ketemu lagi." Pinta Dina.
"Iya deh bentar lagi juga nggak papa."
Mendengar Sofian mengiyakan permintaannya Dina pun langsung memeluk kembali tubuh Sofian. Untuk lebih menenangkan keadaan Dina Sofian pun membalas pelukan Dina dengan mendekap erat tubuh Dina. Dengan posisi berdiri dan kepala Dina menyandar pada dada Sofian, dengan lemah lembut Dina berkata pada Sofian untuk yang pertama kalinya selama mereka berpacaran,
"Mas boleh nggak minta sesuatu?" Tanya Dina.
"He em dik" sahut Sofian.
"Selama kita pacaran Mas Fian nggak pernah kecup bibirku, boleh nggak Mas kalau aku minta saat ini?" Pinta Dina yang sedikit aneh dalam pendengaran Sofian, karena memang Sofian tak pernah melakukannya pada Dina atau siapapun termasuk Yulli.
Sofian hanya terdiam, ia tak bisa berkata apa-apa. Ia tak tahu harus bagaimana, mengiyakannya atau menolaknya. Sedangkan Dina yang masih merasa aneh dengan perasaannya yang merasa seakan-akan Sofian tak akan kembali lagi, membuatnya semakin mendesak dirinya sendiri untuk mengulang kembali apa yang dia pertanyakan. Dan entah apa yang membuat Dina sangat menginginkan kecupan itu walaupun itu hanya sekali saja.
"Boleh Mas?" Ucap Dina kembali bertanya berharap Sofian akan melakukan apa yang dia inginkan.
Karena begitu sayang dan cintanya pada Dina dan demi membuat Dina menjadi lebih tenang dan mengikhlaskan kepergiannya keluar kota akhirnya akhirnya Sofian pun menjawab apa yang dipertanyakan Dina.
"Buat kamu boleh sayangku." Ucap Sofian sembari melepas dekapan tangannya dan kemudian memegang kedua pipi Dina, mendekatkan wajahnya hingga bibirnya menyentuh bibir Dina dengan lembut dan mengecupnya. Tak berlangsung lama, hanya beberapa detik saja dan Sofian menarik kembali wajahnya menjauh dari wajah Dina.
"Makasih ya mas." Dengan tatapan mata yang polos dan lugu penuh ketulusan Dina memandang wajah Sofian dalam-dalam dan mengucapkan terima kasihnya atas permintaanya yang telah Sofian penuhi.
Jam pada dinding menunjukkan pukul 09 : 05 malam. Sofian yang mengarahkan pandangannya pada jam itu kemudian seketika teringat kalau ia harus segera pulang untuk mempersiapkan keperluannya dan beristirahat. Tanpa berpikir lama Sofian pun berkata berpamitan pada Dina.
"Dina sayang, udah malam! Aku pulang dulu ya? Aku kan harus kemas-kemas dulu, aku juga harus istirahat kan sayang."
"Iya Mas." Sahut Dina singkat menjawabnya.
"Ya udah, jangan sedih terus ya! Mas pulang dulu." Ucap Sofian sembari melepas pelukan dan membalikkan badan melangkah menuju motornya yang terparkir.
"Mas..." ucap Dina.
"Iya, apa lagi say?" Sahut Sofian menghentikan langkahnya sambil menoleh ke arah Dina.
Dina tak berkata apapun, ia hanya berjalan mendekati Sofian dan menarik tangannya. Dina kembali memeluk Sofian dan mengecup bibirnya di halaman depan rumahnya. Ia tak perduli lagi dengan orang-orang di sekitar lingkungan rumahnya. Yang Dina tahu hanya bagaimana ia bisa menuangkan segala kerisauan hatinya untuk melepas Sofian.
"Udah ya, aku pulang dulu. Kamu baik-baik di rumah!" Ucap Sofian.
Mendengar ucapan Sofian Dina pun melepas pelukannya dan melangkah mundur. Tak henti-hentinya ia memandangi Sofian yang hingga Sofian menjalankan kendaraannya berlalu pergi.
Rasa takut kehilangan Sofian begitu menyelimuti Dina. Dalam dingin malam matanya terpejam namun ia tetap saja tak bisa tidur, tak sedetikpun ingatannya terlepas dari Sofian. Bayang-bayang Sofian selalu ada mengisi rongga-rongga kesunyian hatinya. Hingga akhirnya Dina pun berkata dalam hati.
"Seandainya aku ada di sampingnya ketika Mas Fian berangkat mungkin aku akan lebih tenang. Tapi siapa yang mau mengantarkanku ketempat mas Fian sepagi itu? Ya TUHAN... betapa bodohnya diriku."
Dina baru menyadari bahwa selama ini ia tak sekalipun tahu dimana alamat Sofian. Kesadarannya akan hal itu Dina semakin memikirkan Sofian. Dalam hati ia terus berkata,
"Apa yang sebenarnya terjadi dengan diriku, selama ini aku hanya ingin dia mengerti aku dan aku tak sekalipun mencoba mengerti dirinya. Aku terlalu egois, aku hanya memintanya untuk membahagiakanku saja tanpa memikirkan untuk membahagiakannya. Bahkan menanyakan dimana rumah dan keluarganya saja aku tidak pernah. Kekasih macam apa aku ini?"
Dina dipebuhi rasa penyesalan yang kian mendalam. Dia baru menyadari selama ini dia hanya mementingkan dirinya sendiri, dan sebaliknya ia tidak pernah memikirkan tentang kepentingan Sofian. Malam semakin larut dan semakin hening. Keheningan semakin membawa Diba ke dalam rasa sedih dan penyesalannya. Tak ada yang bisa ia perbuat kecuali hanya meneskan air matanya. Hingga tengah malam ia pun terpikir untuk menghubungi Sofian untuk menanyakan alamat rumahnya dan berencana memaksa Winda agar mau mengantarkannya ke rumah Sofian di waktu subuh nanti.
Tangan kanannya meraba-raba mencari hp, di sisi kanan tuhuhnya ia menemukan dan segera menekan salah satu tombol agar menyala layarnya. Ia baru mengetahui ternyata Sofian mengirim pesan satu jam yang lalu. Ia membuka isi pesan Sofian,
"Met tidur, jaga kesehatan ya! Aku sayang kamu."