Tentang aku dia & belajar mencintaimu

ghiela
Chapter #14

Kedatangan bu Ratna

"Mbak, mbak Win... mbak bangun mbak!" Winda membuka mata, terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara Dina membangunkannya sambil menggoyang-goyangkan badannya. Winda menoleh melihat Dina yang masih tampak remang-remang dalam pandangannya.

"Emmm... udah pagi ya Din? Perasaan tidur baru sebentar." Winda berkata-kata sambil bergerak malas merentangkan kedua tangannya membuang rasa pegal-pegalnya.

"He em. Mbak Win nggak berangkat kerja?"

"Enggak Din, aku masuk siang, sif dua Din."

"Oh ya udah kalau masih ngantuk tidur lagi aja mbak!"

"Nggak ah Din, udah kadung bangun ini."

"Mau aku buatin teh anget?" Dina menawarkan diri.

"Hah, nggak salah denger? Biasanya juga aku yang bikinin, tumben kamu mau bikinin teh anget." Ucap Winda heran dengan sikap Dina.

"Katanya hidup harus tetap berlanjut, ya ini kan mengawali lagi mbak!"

"Hehehe..., gitu dong semangat! Kan seneng lihatnya udah sana kalau mau bikin teh, jangan terlalu manis ya! Aku cuci muka dulu." Ucap Winda dengan perasaan senang melihat semangat Dina untuk tetap tegar setelah meninggalnya Sofian.

Memang nikmat, pagi hari minum teh hangat dan mengobrol. Apalagi tidak diburu waktu untuk bekerja. Begitu selesai membuat teh, Dina membawanya ke meja yang ada di ruang tamu. Ia duduk sambil menikmati minuman hangat sembari menunggu Winda yang sedang cuci muka. Tak begitu lama Winda pun ikut nimbrung menik mati suasana pagi bersama Dina sambil nge-teh bareng. Mereka berbincang-bincang mengisi waktu hingga membicarakan soal pekerjaan.

Dina bertanya pada Winda, "mbak Win, gimana ya? Aku kan udah nggak masuk kerja tiga hari tanpa ijin. Kira-kira bisa diputus kontrak nggak ya?"

"Nah, itu masalahnya Din. Sebenarnya udah mau ngomongin itu, tapi ngerasa belum pas aja waktunya, tapi kamu udah keburu tanya ya sekalian aku omongin aja. Kalau cuma sehari sih yang sudah-sudah di toleransi. Tapi..., biasanya sih Din, kalau udah tiga hari nggak masuk tanpa ijin pemberitahuan biasanya ya diberhentikan." Penjelasan Winda.

"Yahhhh..., positif dipecat dong aku? Gimana nih mbak? Nyari kerja di mana lagi nih?" Dengan raut wajah yang penuh kecewa Dina berkata-kata kebingungan mendengar penjelasan dari Winda.

"Kamu sih... kemarin lusa nggak persiapan dulu kalau mau pergi, harusnya kemarin tu kamu bikin surat ijin dulu baru berangkat ke kampung Fian. Kan bisa kamu titipkan aku Din."

"Namanya juga orang tergesa-gesa mbak, ya mana ingat. Mbak Win juga aneh masa orang lagi sedih kok disuruh bikin gituan."

"Yang namanya perusahaan ya nggak mau tahu lah Din. Masa ngurusin kamu pacaran hehehe...!"

"Ah entahlah. Sudah positif keluar ya mending mikir cari kerjaan lain ajalah mbak." Ucap Dina putus asa.

"Ya sementara waktu mending kamu istirat dulu untuk beberapa hari, biar lebih tenang lebih enakkan."

"Iya mbak, kayaknya mending gitu aja ah."

*****

Dina pun akhirnya hanya menganggur di rumah saja. Apa yang dikatakan oleh Winda membuatnya yakin akan diberhentikan kerja. Banyaknya waktu yang terluangkan, untuk melepas ingatannya sesaat mengenai Sofian, Dina menyibukkan dirinya dengan membaca dan menulis. Ia baca buku-buku Novel, ia juga menulis luapan rasa dukanya. Bersama kenangan-kenangan indah semasa masih bersama Sofian Dina tuliskan,

"Wahai sunyi, genap empat hari kepergiannya, mengenangnya hanya menjadikan penantian yang tak pernah usai. Bagaimanapun aku harus mengikhlaskannya. Sang kholiq telah memanggilnya, dan tak mungkin dirinya akan kembali merajut asa bersamaku.

Lihat selengkapnya