Tentang Hujan

Lila arini
Chapter #16

Our Love, is...

"Aku harus menghentikan kegilaanku. Aku merasa terbelah." kata Akimora pada dirinya sendiri. Arin memandangi Akimora. Mereka saling mengamati. Mengukur perasaan melalui tatapan mata.

Wajah Akimora terlihat mengeras. Arin masih mengenali Akimora. Akimora-nya yang dulu. Lelaki itu sedang membulatkan tekad. Arin tak ingin Akimora melakukan tindakan nekat. "Jangan, Kimo... Aku tidak mau kamu melakukan hal tersebut pada Laras."

Arin tidak tahu mengapa air matanya kembali jatuh. Ia tidak ingin lelaki itu meninggalkan Laras. Tapi ia tak dapat menahan nyeri di dadanya sendiri. Ia sangat tahu apa yang diinginkannya saat ini.

Tangan Akimora menyeka air mata Arin, lalu merengkuh bahu. Akimora memeluk dan mengecup puncak kepala perempuan itu. Harum cologne yang beraroma teh membuat perasaannya sesak. Akimora tak dapat berpikir jernih. "Maafkan aku--maafkan aku. Aku sangat ingin bersamamu dan menebus waktu-waktu yang hilang. Beritahu padaku bagaimana aku menebus semuanya? Kesalahanku, kebodohanku--semuanya. Rasa sakitmu adalah kesakitan abadiku, Arin."

Akimora memeluknya lama. Arin menghirup aroma lelaki itu. Aroma yang selalu dirindukannya. Arin tak pernah mengganti cologne yang dipilihkan lelaki itu untuknya. Selama bertahun-tahun setelah mereka tak lagi bersama. Akimora juga tak pernah mengganti colognenya. Wangi yang dipilihkannya untuk Arin. Aroma yang serupa sebagai pengganti ketiadaan saat mereka tidak bersama. Aroma yang mengobati rasa rindunya.

Ia ingin memiliki semua itu kembali. Rasa sakit yang menyelimutinya bertahun-tahun seperti menguap. Ia merindukan sosok ini. Ia membutuhkan sosok ini ada di sisinya seperti saat ini. Arin tahu dengan pasti apa yang ia inginkan.

"Kamu ingin aku memintamu berbuat apa, Kimo?" tanya Arin tak berdaya.

Akimora melepaskan pelukannya. "Apa saja yang kamu minta, Arin." sahutnya.

"Kebahagiaanku adalah bersamamu." Arin berkata begitu saja. Ia tidak perduli akan reaksi lelaki itu. Ia hanya butuh untuk meluapkan, semua kalimat yang ingin diucapkannya bertahun-tahun lalu.

Ada kilat harap dari mata Akimora. "Aku tahu--aku juga, Arin." ucap Akimora.

Matanya dan mata Arin menyuarakan rasa yang serupa. Akimora tidak berharap, Arin memintanya melakukan sesuatu dengan segera saat ini. Namun apapun yang dipinta Arin. Ia memastikan akan menyanggupinya. Apapun permintaan Itu. Apapun.

Arin tertawa sedih, kemudian berkata perlahan, "perasaanmu ini mungkin hanya karena rasa bersalah saja. Jangan dibutakan." ucapnya.

Akimora mengeraskan rahangnya. "Jangan mendebat apa yang kurasakan, Arin. Aku yang lebih tahu mengenai perasaanku sendiri. Apapun yang kamu minta, akan kulakukan. Apapun!" tegas Akimora.

Lihat selengkapnya