Banyak rasa yogurt di supermarket, dari sekian banyak rasa, Reno mengambil dua yogurt anggur dan stroberi. Ia tak tahu kesukaan Meldy Yang mana. Tapi instingnya mengatakan dua rasa itu. Kini Reno tahu sedikit tentang Meldy. Ia suka yogurt.
Cowok berparas tampan, wajahnya yang menunjukkan bahwa ia percampuran antara Indonesia dan Prancis. Tersenyum simpul menatap yogurt yang ada di kedua tangannya, ia segera membayar dan meninggalkan supermarket.
Masih belum ada cewek satu pun yang ia boncengi, bukan karena ia tidak di kagumi perempuan, tapi ia sangat dingin dan cuek. Sama halnya seperti Arvin.
Reno melaju cepat membelah ramainya jalan Jakarta dengan terik panas matahari, tak masalah baginya.
Ia segera menuju rumah Meldy dan berjalan masuk.
Mengapa jantungnya berdetak lebih kencang tidak seperti biasa, ia gugup untuk mengetok kamar Meldy, karena Bik Minah yang menyuruhnya langsung ke kamar Meldy.
Degup jantungnya mulai meningkat, ia tak mengerti. Akhirnya Reno mengetuk pintu yang dibalas oleh Meldy dengan jawaban 'langsung masuk'. Melihat Meldy sedang bersandar di atas tempat tidur, sepertinya darahnya mengalir deras ke seluruh tubuhnya. Reno tersenyum.
***
Ingin rasanya telinga Arvin di tutup, serasa mau pecah. Serly yang sedari tadi berbicara, bahagia. Sepeda Arvin berhenti di halte bus.
Serly menghela napas panjang.
"Lo nurunin gue di sini?"
"Cepet turun, gue keburu!."
Padahal Serly masih ingin bersama Arvin. Tapi sudahlah, ia menyerah tak ingin berdebat lagi. Bisa-bisa Arvin semakin membencinya. Serly turun dari sepeda lalu dengan cepat Arvin melaju menuju rumahnya.
Sesampainya di rumah, langkahnya cepat menuju kamar Meldy, pintu terbuka terlihat Meldy bersama Reno. Meldy sedang menyandar dan Reno yang duduk di tepi tempat tidur. Arvin menghampiri mereka.
"Kok lama?, Lo beli yogurt?," Tanya Meldy. Arvin duduk di samping Kiri Meldy.
"Gue yang nyuruh Reno beli, soalnya Serly---"
"Gue udah tau kok, kak Reno yang ceritain."
Arvin menghela napas lega.
"Gue kan sukanya anggur, kak Reno beli dua."
"Thanks bro, biar gue yang ganti duitnya," Arvin menepuk pundak Reno.
Arvin patut berterima kasih tapi mengapa ada rasa iri di hatinya, iri melihat Meldy bersama Reno tadi.
"Lo boleh pulang, gue butuh berdua sama dia," ucap Arvin ke Reno ia berharap mengerti.
Reno mengangguk mengerti "kalo perlu bantuan, gue siap," ucapnya.
Reno bangkit lalu mengusap pelan puncak kepala Meldy "cepat sembuh." Lalu Reno keluar.
Meldy tersenyum dan spontan Meldy menyentuh puncak kepalanya. Reno baru saja mengelusnya.
Arvin menatap Meldy mendengus geli.
"Gak usah sok bahagia deh," ucap Arvin sarkastik.
"Iri deh," cibir Meldy.
"Sini gue peluk," Arvin mendekatkan dirinya ke Meldy lalu ia mendekap badan Meldy, nyaman.
"Gue susah gak ada Lo," ucap Arvin dan melepaskan pelukannya.