Tentang Meldy

sya_hill
Chapter #30

Melawan rasa di hati

Ia terus mencerna ucapan Arvin tadi, jantung Meldy berdetak kencang, deg degan. Baginya Arvin tetap kakaknya ia tidak bisa mengubah bahwa Meldy tetap menganggap Arvin sebagai kakaknya.

Tapi kenapa hatinya selalu menolak seolah berteriak tidak.

"Dia tadi bilang 'gue suka lo'!," Ucap Meldy mengulang perkataan Arvin.

Meldy berbicara sendiri didepan cermin.

Sebenarnya ia masih sedih bahwa ia tahu kenyataan kalau dirinya bukan adik Arvin, tapi sekarang ia malah memikirkan ucapan Arvin tadi yang selalu menggema di pikirannya.

"Gue gak bisa jauh dari dia, gue sayang. Dan sekarang ternyata gue bukan.....," Meldy terus berbicara pada dirinya menatap wajahnya dari cermin.

"Apa..apa maksudnya kak Arvin tadi?"

"Kak Arvin gak cinta gue, cuma sayang!," Teriak Meldy didepan cermin.

Ponsel Meldy berdering, Meldy mengangkatnya ternyata Nara yang menelpon.

"Nar, lo harus ke sini!!!, Gue butuh lo!!!," Teriak Meldy dan langsung mematikan ponselnya.

Padahal Nara yang menelponnya, Nara belum sempat berucap langsung dapat semburan dari Meldy.

"HUWAAAAA!!!....," Meldy menangis kencang.

"Gue harus kasih tau Nara...," Ucap Meldy dan sambil mengusap air matanya.

Kemudian tak lama Nara datang, ia membuka pintu kamar Meldy.

Meldy menoleh.

"Dasar gada akhlak, gue yang nelpon lo bicara!," Keluh Nara, ia duduk di tepi ranjang menatap Meldy yang duduk di kursi rias.

"Loh lo habis nangis?"

"HUWAAA!!!!," Meldy menangis kencang.

"Tunggu, gue kunci kamar lo dulu," Nara bangkit mengunci pintu lalu duduk kembali.

Meldy pindah, ia naik ke ranjang begitu juga Nara.

"Kenapa?," Tanya Nara bingung.

Meldy memeluk Nara sambil menangis.

"Ih lo Kenapa?, Ya udah nangis. Lepasin semuanya," ucap Nara mengelus pelan punggung Meldy.

"HUWAAAAA!!!!," Tangis Meldy Semakin kencang.

Nara menepuk pelan punggung Meldy, ia membiarkan Meldy menangis agar bisa meluapkan isi hatinya.

Beberapa menit kemudian, tangis Meldy berhenti. Meldy melepas pelukannya.

Menatap Nara.

"Nar, lo bakal percaya gak kalo gue kasih tau?!," Tanya Meldy isak tangisnya mulai mereda.

"Apa?"

"Gue bukan adiknya kak Arvin," ucap Meldy to the point, ia menatap Nara serius.

"Ha?, Maksud lo apa sih?"

"Gue takut lo gak percaya"

"Jadi bener?," Tanya Nara jelas tak percaya.

"Iya Nar, perlu gue cerita ke lo?"

Nara mengangguk mantap.

Meldy bercerita dengan jelas ke Nara. Betapa sedihnya Meldy. Nara berulang kali menggenggam tangan Meldy, agar gadis itu kuat.

"Terus lo harus ikut mereka sekarang?," Tanya Nara, ia tidak ingin Meldy pergi.

"Iya, katanya nyokap gue mau ke sini. Entah kapan," jawab Meldy, ia tertunduk pasrah.

"Mel, jadi lo sama kak Arvin bukan saudara, dan Lo juga bukan anaknya Tante Rosa, bukan anak susuannya," ucap Nara merangkum cerita Meldy yang ia dengar.

Meldy mengangguk.

"Lo sayang sama kak Arvin?"

Meldy mengangguk.

"Terus rasa sayang yang gue rasain ke kak Arvin ini apa?," Tanya Meldy bingung.

Nara terdiam sejenak, berpikir entah apa.

Lalu Nara tersenyum lebar.

"Mungkin rasa sayang lo bukan karena saudara," jawab Nara sambil tersenyum lebar.

"Hah?"

"Rasa cinta," jawab Nara singkat.

"Huwekkkk, ngaco lo."

"Jadi nanti lo pergi??!!," Ucap Nara sedikit merengek.

"Huwaaaa!!!!," Meldy memeluk Nara erat.

"Kenapa bokap gue gak mau ke gue dulu, emang salah gue apa?!!!!," Tanya Meldy, air matanya menetes kembali.

Suasana hati Meldy sangat buruk, ia sangat sedih. Seandainya Meldy bisa menjelaskan rasa sedihnya, mungkin ia akan menjelaskannya dengan benar ke Nara.

Beberapa menit kemudian Setelah Meldy merasa membaik, Nara pulang.

***

Tangan Meldy sedikit ragu untuk memeluk Arvin lagi, rasanya berbeda sekarang.

Berbeda, karena tahu kenyataannya.

Arvin menarik tangan Meldy agar memeluk perutnya.

"Pegang, nanti jatoh," tangan kiri Arvin menahan tangan Meldy agar tetap memeluknya, sedangkan tangan kanan Arvin menyetir.

Mungkin jantungnya bermasalah sekarang, jantung Meldy berdebar dengan kencang.

Ih kenapa jadi kek gini sih!, Ucap Meldy dalam hati.

Arvin melaju, sepanjang perjalanan Meldy diam, tidak seperti biasanya Yang selalu ngomong.

Arvin melirik Meldy dari kaca spion.

"Hahahaha," tawa Arvin.

"Ada yang lucu?," Tanya Meldy spontan.

Lihat selengkapnya