Hari ini, seperti biasa Danisha berangkat menuju kantornya. Dia langsung memesan ojek online sambil mengingat bahwa tidak ada yang ketinggalan. Dompet sudah, headset sudah, tablet pc sudah, botol minum sudah…. Dia mulai mengabsen satu-satu barang yang biasa dia bawa menuju Kantor. Tidak lama kemudian, seorang pengendara motor sudah sampai di depan Kos Danisha. Danishaa memang tidak tinggal dengan orangtuanya. Mereka tinggal di Semarang, sedangkan Dia harus bekerja di Ibu Kota. Jakarta tidak terlalu padat hari ini, dia tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai kantornya. Matahari pun tidak terlalu terik pagi ini. Hari ini, cuaca seperti sedang bersahabat dengannya. Cerah tapi tidak terlalu terik. Sungguh bertolak belakang dengan prediksi cuaca yang menyebutkan siang ini akan turun hujan. Danishaa tidak berhenti di depan Gedung kantornya. Dia terbiasa membeli kopi di tempat kopi langganannya yang terletak disebrang Gedung kantornya. Hari ini pun dia membeli kopi terlebih dahulu seperti biasanya.
Setelah memilih kopi yang sudah biasa dia pesan, tak harus menunggu lama, pesanannya pun selesai. Karyawan tempat kopi disana memang sudah mengenal Danisha. Semua karyawannya bahkan hafal pesanan Danisha. Danisha selalu memesan satu hal yang sama disana. Tidak pernah ganti dan mencoba menu lain walau mereka memiliki menu baru.
“Kak Danisha ini setia banget ya. Udah hampir setahun pesanannya itu terus gak pernah mau coba menu lain.”
Ya, sudah hampir setahun Danisha menjalani rutinitasnya di Ibu Kota setelah lulus kuliah di Semarang. Kantor ini juga menjadi tempat kerja pertama bagi Danisha. Danisha memutuskan untuk duduk sebentar di tempat kopi sambil menikmati pemandangan Jakarta yang cerah hari ini sebelum menuju Gedung kantornya. Dia masih punya waktu sekitar 20 menit sebelum masuk kantor.
Danisha mulai mengeluarkan headsetnya dan bermaksud mengenakannya di telinganya sampai tiba-tiba ada sebuah tangan yang menaruh gelas kopi di mejanya.
“Boleh duduk?” kata seseorang pria yang tiba-tiba berada di depannya mengawali percakapan.
“Ya???” Danisha langsung kaget melihat ada pria asing di depannya.
“Oh… Silahkan.” entah kenapa Danisha mempersilahkan pria yang tidak dia kenal itu duduk dihadapannya.
“Kamu selalu beli kopi disini ya?” tanya pria tersebut.
Danisha hanya menganggukan kepalanya sambil menaruhnya headsetnya ke dalam tas.
Pria itu tiba-tiba berkata bahwa ini adalah kali ketiga dia melihat Danisha di tempat kopi ini. Pria itu hanya mampir di pagi hari ketika dia masih memiliki banyak waktu sebelum masuk kantor. dan selama tiga kali tersebut, dia selalu melihat Danisha membeli kopi disini. Dia pun memberanikan diri untuk menghampiri Danisha ketika melihat Danisha memutuskan menikmati kopinya disini hari ini. Pagi ini, dia sengaja untuk datang lebih awal dan mengunjungi tempat kopi ini. Kalau hari ini dia bertemu Danisha, dia akan memberanikan menghampiri Danisha dan mengajaknya berkenalan. Danisha hanya bisa tertawa kecil mendengar pengakuannya. Kantor mereka tentu saja berbeda karena Danisha tidak pernah melihat pria itu di Kantor. Namun pria itu ternyata bekerja di Gedung kantor yang sama dengan Danisha. Kantornya berada di lantai 15, sedangkan Danisha di lantai 8. Setidaknya mereka menggunakan lift yang sama. Gedung kantor tersebut memiliki 40 lantai dan liftnya terbagi menjadi dua untuk mereka yang menuju lantai 1-20 dan lantai 21-40. Mereka bekerja di Gedung yang sama, menggunakan lift yang sama tapi malah ketemu di tempat Kopi diluar Gedung kantor. Menarik. Pertemuan mereka benar-benar seperti disebuah drama. Setidaknya itu yang Danisha pikirkan.
Percakapan mereka berhenti setelah sepuluh menit berlangsung, Danisha mengajak pria tersebut untuk menuju Gedung kantor mereka. Sebentar lagi waktunya dia masuk kerja, Dia tidak mungkin terus berlama-lama di tempat kopi tersebut. Pria itu pun menyetujui ajakan Danisha.
Denis. Nama Pria itu adalah Denis. dan alasan dia tertarik untuk berkenalan dengan Danisha adalah nama yang tertulis di kopi Danisha. Dia semakin penasaran ketika bertemu kembali untuk kedua kalinya. Makanya, ketika mereka benar-benar bertemu untuk yang ketiga kali, Dia memberanikan diri menghampiri Danisha.
"kak Dan”
Itulah nama yang tertulis di cup kopi milik Danisha. sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan nama tersebut. Danisha hanya sekedar menyingkat panggilan Namanya dengan tiga huruf awalan Namanya agar tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk menulis namanya. Sesederhana itu alasannya. Hal yang menjadi menarik adalah karena Denis pun menyingkat nama di cup kopinya dengan tulisan “Kak Den”. Denis pun memiliki alasan kenapa dia menyingkat namanya di cup kopi miliknya. Katanya, dia sering salah ambil kopi pesanannya karena saat itu ada juga yang namanya Denis ketika sedang membeli kopi. Sejak saat itu, dia meminta agar namanya cukup ditulis “Den” saja. Masalah “salah ambil pesanan” pun tak pernah terjadi lagi pada Denis. Mendengar kisahnya, Danisha hanya bisa tertawa.
Setelah sampai pada lantai delapan, Danisha pun harus keluar lift duluan. Karena keadaan lift cukup padat, dia hanya melambai kecil tangan kirinya sambil tersenyum mengisyaratkan harus keluar dari lift duluan kepada Denis. Denis pun membalasnya dengan anggukan kepala sambil tersenyum yang langsung memamerkan lesung pipinya.
Ini masih pagi tapi Danisha sudah berkenalan dengan orang asing. Hari yang unik.