Tentang Sebuah Cerita

AlifatulM
Chapter #10

Namanya (juga) Bian (bagian 1)

Bi, maaf Nara baru datang. Nara baru siap bertemu Bian hari ini. Ada yang ingin Nara ceritakan juga pada Bian. Nara keterima di Fakultas Kedokteran, Bi. Kalau Bian mengira Nara masuk kedokteran karena Bian, sebenarnya itu gak salah. Ya Bi, Nara mengundurkan dari jurusan Arsitek tahun lalu dan belajar lagi untuk mendaftar di kedokteran tahun ini. Lagi pula, jurusan Arsitek bukan jurusan yang Nara inginkan juga kok. Nara memilih itu karena saran dari Ayah. Jadi, kamu gak usah merasa bersalah ya Bi.

Bi, bagaimana disana? Apa Bian senang disana? Apa Bian bisa nonton Inside Out disana? Bi, Nara ingin nonton film Disney lagi sama Bian. Bi, sebentar lagi akan ada film Disney terbaru yang akan tayang di Bioskop. Kalau kamu masih disini, kamu pasti bakal gak sabar buat nungguin filmnya rilis dan narik Nara ke Bioskop buat nonton.

 Bi… Bianca Celeste…

Abhinara Pratama kangen sama kamu….

Kangen banget!!!!!

*******

Setelah satu tahun mengurung diri di Kamar untuk belajar ujian masuk kedokteran, akhirnya usaha Nara tidak sia-sia. Hari ini dia akan memulai harinya sebagai mahasiswa kedokteran di salah satu kampus di Jakarta. Saat pertama kali orangtuanya mendengar bahwa Nara ingin menunda kuliahnya satu tahun dan mengundurkan diri dari sebagai mahasiswa Arsitektur, mereka sangat kaget. dengan tekad yang sangat kuat, Nara menyampaikan bahwa dia ingin fokus belajar dulu satu tahun ini dan mendaftar kuliah di jurusan kedokteran tahun depan. Kehilangan sosok Bian untuk selamanya benar-benar menjadi pukulan terbesar dihidup Nara. Bian yang dia kenal di bangku SMA dulu, yang menemani tiga tahun masa putih abu-abunya, harus pergi lebih dulu karena penyakit jantungnya. Bian adalah cinta pertama Nara. Bian pergi lebih dulu sebelum Nara sempat menyampaikan perasaanya. Sebenarnya, Nara bukan laki-laki pengecut yang tidak berani menyatakan perasaanya kala itu. Semua ini karena Bian. Bian yang meminta Nara agar mereka tetap menjadi teman saja selama masa SMA.

 “Nara, Nara harus jadi teman Bian sampai lulus nanti ya! Bian mau Nara tetap jadi teman Bian selama masa SMA. Boleh kan, Nara?”

 Begitu kata Bian suatu hari ketika mereka sedang makan batagor di Kantin Sekolah. Pada saat itu juga Nara tidak pernah lagi memikirkan untuk menyatakan perasaannya kepada Bian selama masa SMA. Bian seperti memberi isyarat bahwa untuk saat ini, mari nikmati masa SMA ini. Kalau mereka merubah status pertemanan mereka menjadi sepasang kekasih, entah akan menjadi secanggung apa mereka nanti. Nara pun menyetujui perkataan Bian dan bertekad untuk menunggu sampai mereka lulus SMA baru akan benar-benar menyatakan perasaannya.

 Nara bukan tidak pernah bertanya pada Bian tentang hal ini. Waktu itu, setelah latihan futsal bersama teman-temannya, Nara pernah bertanya kepada Bian apa dia boleh menyatakan perasaannya kepada Bian. Ya!!! Nara benar-benar bilang seperti itu kepada Bian. Kalau saja Bian tidak mencegahnya waktu itu, Nara sudah benar-benar menyatakan perasaannya kepada Bian hari itu.

 “Nara… Bian bukan tidak suka sama Nara. Bukan juga benci sama Nara. Mana mungkin juga Bian membenci Nara. Tapi Nara… Masa SMA akan jauh lebih menyenangkan kalau dinikmati sama banyak teman-teman tanpa harus memusingkan persoalan tentang kekasih. Bian ingin Nara tidak harus mengkotak-kotakan waktu dan pikiran Nara untuk teman-teman dan Bian kalau nanti kita pacaran. Bian tidak ingin Nara merasa bersalah karena tidak bisa menghabiskan waktu dengan Bian karena terlalu asyik bermain bersama teman-teman. Bian tidak ingin juga nantinya, kita menjadi canggung karena status yang berubah menjadi sepasang kekasih. Jadi, kita tetap seperti sekarang aja ya Nara. Boleh?”

 Begitu penjelasan Bian kala itu. Seperti yang sudah Nara duga. Bian akan mengatakan hal itu. Nara pun sudah menyiapkan hatinya apabila Bian benar-benar mengatakan seperti yang dia pikirkan. Nara hanya bisa diam dan kemudian menganggukan kepalanya. Mereka pun saling membalas senyum.

 Hari ini tepat satu tahun kepergian Bian dan menjadi hari pertama Nara menjadi mahasiswa kedokteran. Nara bertekad untuk menjadi Dokter Anak seperti apa yang Bian inginkan dulu.

*****

Tiga kali Nara mengunjungi Perpustakaan dan tiga kali juga Nara melihat gadis itu duduk sendiri di meja paling pojok Ruang Baca. Dia selalu duduk di kursi yang sama dengan membaca buku yang beberapa kali terlihat gambar struktur jantung disana. Nara cukup salut terhadap gadis itu. Walaupun baru beberapa hari menjadi mahasiswa kedokteran, dia sudah tertarik dengan buku bacaan yang tidak biasa dibaca oleh mahasiswa baru. Nara tahu kalau gadis itu mahasiswa baru karena dia pernah melihatnya ketika baris di hari pertama masuk kuliah. Dia baris tepat di depan Nara. Walaupun sudah tiga kali melihat gadis itu di Perpustakaan, Nara enggan untuk menghampirinya sekedar berkenalan. Entahlah. Nara berpikir gadis itu bukan tipe orang yang ingin diganggu ketika sedang ada di Perpustakaan. Apalagi dengan bahan bacaan yang cukup berat seperti itu.

 Hujan turun hari ini, hari pertama hujan di bulan September. Walaupun ini adalah akhir bulan September, tapi hujan baru turun di penghujung bulan. Sepertinya musim hujan memang telat datang tahun ini. Untung saja Nara membawa payung. Tadi pagi, Ibu tiba-tiba menyuruhnya untuk membawa payung. Ibu bilang, hari ini mungkin akan hujan, karena begitulah menurut berita perkiraan cuaca pagi ini. Baru saja Nara ingin membuka payungnya, tiba-tiba seorang gadis keluar dari pintu perpustakaan dan berdiri tepat disampingnya. Itu adalah gadis yang biasa Nara lihat. Gadis yang membaca buku tentang jantung. Gadis yang sepertinya hari ini tidak membawa payung.

 “Mau bareng?” kata Nara yang mulai mengawali percakapan.

“Ehh?? Gue??” gadis itu memastikan bahwa Nara benar-benar berbicara dengannya.

Lihat selengkapnya