Tentram

Muhammad Alfi Rahman
Chapter #7

Pewarta Kiamat

Matahari menerangi desa dari atas, jauh tiada terkira jaraknya. Debu-debu beterbangan mulai mengabut diudara, bertemankan dua mobil Suzuki Carry tahun 90-an datang kemari. Mobil itu berhenti di halaman parkir masjid bagian belakang, tepat di depan rumah Pak Rehan. Dua mobil itu penuh sesak dengan orang-orang berpakaian putih-putih, yang berhamburan pelan-pelan keluar dari pintu mobil sebelah kiri. Kepala mereka terbungkus rapi imamah-imamah yang melilit bagian atas kepala mereka, dengan sebagian yang lain hanya mengenakan peci putih biasa. Sedang mereka yang perempuan, ada yang mengenakan kerudung, ada juga yang mengenakan cadar. Warga desa menyambut dua mobil itu dengan hangat, semua orang keluar rumah dan merayakan kedatangan puluhan orang ini dengan gembira. Bagi orang desa, dua mobil itu bukanlah barang baru. Mereka sudah akrab mengenalnya. Meski hanya dari selentingan cerita tentang orang-orang yang berhamburan keluar dari mobil ini, orang-orang desa menyambut senang kedatangan mereka dan saling berpelukan. Mereka yang laki-laki, ikut rombongan yang laki-laki. Tangan-tangan mereka saling bersalaman tanda keakraban dua manusia. Sedang mereka yang perempuan, disambut warga perempuan. Wajah-wajah mereka ramah, penuh senyum menghiasi wajah mereka.

Dua bulan yang lalu, orang-orang ini mampir kemari. Kata Pak Rehan, mereka orang-orang pejuang, berdakwah dari manapun kaki mereka berdiri. Selama kaki mereka masih bisa berdiri, selama itu pula mereka akan tetap mewartakan tentang hari kiamat. Semua orang berbondong-bondong pergi ke masjid sekedar bersilaturahmi dan bertegur sapa. Seorang laki-laki bertubuh besar berjalan paling akhir keluar dari mobil. Langkah kakinya tegap berjalan menyalami orang-orang desa. Arif tak asing dengan wajah orang itu. Wajah dengan jenggot melingkar dan kumis yang tipis, berkalung surban dengan sajadah yang terkulai dipundaknya, dia adalah orang yang sering masuk dalam berita. Adalah Syeh Jabal. Entah siapa nama aslinya, tapi orang mengenalnya begitu. Syeh Jabal adalah pemimpin gerakan ini, pemimpin gerakan pewarta kiamat.

Arif kebingungan, apalagi ketika Syeh Jabal berjalan mendekat menyalaminya. "Siapa dia?," tanya orang itu pada Pak Raihan. "Kau orang baru?," Syeh Jabal menyorot pandangnya pada Arif.

"Iya. Saya Arif, dari Desa Tebu," Tangan Arif menarik tangan Syeh untuk ditempelkan di keningnya. Syeh Jabal sepertinya tak nyaman dengan itu, ia menarik tangannya sebelum kening Arif menempel.

Wajah Syeh Jabal terkejut sebentar, ia tak menyangka ada orang Desa Tebu datang kemari. Tapi dengan cepat wajahnya kembali tenang, ia mampu menenangkan pikirannya dengan cepat. "Selamat datang, Barakallah." Langkah tegapnya berlalu, masih sibuk bersalaman dengan orang-orang desa lainnya. Tangannya berjibaku cepat, ia segera menarik kuat-kuat tangannya sebelum kening ataupun bibir orang desa sampai menempel di punggung tangannya. Ia tenang dan berjalan bersama orang-orang pergi ke masjid desa.

"Mari nak," Pak Rehan mengajak Arif masuk kedalam masjid. "Kita dengarkan dulu."

Lihat selengkapnya