Bambang merebahkan diri di atas kasur. Padahal sudah hampir 30 tahun dirinya menjalani rutinitas harian sebagai seorang guru, namun akhir-akhir ini tubuhnya terasa lebih cepat capek. Usia memang tidak bisa dibohongi, tubuhnya tidaklah sebugar dahulu.
“Mau makan siang dulu kak?” walau sebenarnya ini sudah hampir terlalu telat untuk disebut sebagai makan siang.
Terdengar suara lembut dari luar kamar. Itu adalah suara Revi, istrinya, yang buru-buru meninggalkan pekerjaannya di dapur demi mendengar suara suaminya.
Meski terasa berat, Bambang tetap berusaha untuk mengangkat tubuhnya dari pelukan kasur yang nyaman. Dia harus segera makan agar maagnya tidak kambuh. Sedekade dulu dia biasa makan dengan tidak teratur yang ternyata berpengaruh terhadap kondisi lambungnya yang akan segera merasa perih apabila terlambat makan.
Di meja makan sudah terhidang sayur bening dan goreng ikan tongkol kesukaannya. Revi mengisi piring makan untuk suami dan dirinya sendiri kemudian mereka makan bersama.
Suasana makan siang mereka terasa sepi, padahal rumah ini dulunya sempat ramai. Akan tetapi seperti Bambang yang meninggalkan rumah dan orang tuanya untuk bersekolah demikian juga dengan 3 orang anak-anaknya.
Anak pertamanya, Mirna sudah menikah dan telah memberikan mereka seorang cucu. Sedangkan anak keduanya Bagus kini menempuh studi S2nya di salah satu universitas ternama di Jogja. Sedangkan si bungsu Nency memasuki tahun keduanya sebagai seorang mahasiswi di almamater yang sama dengan kakak laki-lakinya.
“Tadi Fahmi video call,” kata Revi memberitahukan bahwa cucunya menghubungi sewaktu Bambang masih berada di sekolah. Mereka mengira Bambang sudah pulang dari sekolah karena saat menelpon memang sudah jam bubar sekolah.
Meski sang suami tidak menanyakannya, tapi Revi mengetahui bahwa Bambang juga merasakan kerinduan yang sama terhadap cucu mereka. Bagi orang tua seumuran mereka, menggendong cucu adalah keistimewaan yang terasa sangat mewah. Apalagi ketika cucu itu berbeda rumah yang terpisah cukup jauh jaraknya.
“Katanya Fahmi sudah bisa telungkup,” Revi menceritakan dengan bersemangat perkembangan cucu pertama mereka, “kepalanya benjol karena terbentur lantai.”
“Suruh Mirna menjaga anak dengan benar, lantai rumah mereka dari keramik itu,” keluh Bambang menanggapi.