Tepian Zaman

Nur Cholish Majid
Chapter #16

Chapter 16

Hari Minggu

Hari libur yang beberapa tahun belakang ini sangat dimanfaatkan Bambang untuk beristirahat. Tubuhnya yang sudah termakan usia sudah tidak terlalu kuat lagi untuk beraktifiktas fisik yang terlalu berat. Bahkan untuk sekadar berolahraga jogging mengeliling lapangan voli dekat rumahnya, napas Bambang sudah ngos-ngosan.

Dia hanya merapikan rumah seadanya dibantu oleh sang istri agar tidak tampak kotor dan berantakan. Tapi nyatanya pekerjaan yang tampak sedikit itu sudah sangat membuatnya kelelahan.

Dulu hari Minggu bukanlah waktunya untuk bersantai. Jika tidak membersihkan rumah dengan mengerahkan tenaga istri dan anak-anaknya, Bambang akan ikut gotong royong membersihkan kampung yang diadakan sebulan sekali.

Hal yang kemudian menular ke sekolah-sekolah sehingga di tetapkan setiap hari sabtu usai jam pramuka ataupun olahraga, tedapat jam yang dikosongkan khusus untuk bersih-bersih lingkungan sekolah setiap bulannya.

Kini kegiatan itu sudah tak pernah lagi dilaksanakan hampir satu dasawarsa ini. Hari sabtu yang dahulu lebih santai dengan jam bubar sekolah yang lebih cepat, kini disamakan dengan hari-hari biasa. Anak-anakpun diwajibkan untuk belajar dan tugas bersih-bersih lingkungan sekolah dialihkan kepada tukang kebun yang disewa oleh pihak sekolah.

Pun dengan gotong royong bersih-bersih lingkungan kampung. Akhir-kahir ini hampir tidak terdengar lagi himbauan kepada warga kampung agar bersiap pada hari minggu untuk membersihkan lingkungan sekitar rumahnya masing-masing. Kalaupun ada itupun sangat jarang, seingat Bambang dalam satu tahun ini baru sekali diadakan dan lebih banyak melibatkan dinas kebersihan yang membawa truk-truk kuning pengangkut sampah. Sehingga kerja dari masyarakat sudah sangat berkurang.

Bahkan ada sebagian orang yang secara terang-terangan tidak mau ikut gotong royong membersihkan lingkungan. Padahal dulu kalau ada orang seperti itu pasti akan menjadi gunjingan seluruh kampung dan orang itu akan sangat malu dibuatnya.

Sekarang rasanya warga tidak lagi terlalu mempermasalahkannya.

Beruntung rasa capai Bambang dan Revi segera terobati ketika mendengar suara orang yang bertamu. Suara yang bergitu dirindukan dan familiar di telinga mereka. Mirna, putri sulungnya datang bersama suaminya dan putra mereka, Fahmi.

Sebuah kunjungan yang tak terduga, yang membuat hari minggu yang sedikit mendung ini menjadi terasa hangat dan indah. Sayangnya sang menantu tidak bisa berlama-lama karena harus menghadiri suatu urusan.

“Saya pamit dulu,” pinta sang menantu dengan sopan sambil meraih tangan Bambang untuk menciumnya.

Lihat selengkapnya