Juga di saat yang sama di kampus yang terpisah, Nency sedang mengikuti mata kuliahnya. Dirinya yang kini sudah tidak lagi dilanda mabuk kehamilan bisa mengikuti perkuliahan dengan baik. Hanya saja sesuatu yang tidak normal dengan perutnya yang semakin membuncit membuatnya sedikit minder selama berada di kampus.
Kecuali dengan teman-teman dekatnya, Nency pun sering kali menarik diri dari pergaulan dengan mahasiswa lainnya. Diapun sudah keluar dari organisasi kemahasiswaan.
Setelah semester ini dia sudah memutuskan untuk mengajukan cuti kuliah hingga tiba masa persalinannya.
Beberapa semester belakangan ini IPKnya memang mengalami penurunan. Jika pada dua semester awal dirinya selalu berhasil mendapatkan IPK 4 alias nilai sempurna, maka pada semester-semester berikutnya IPKnya berturut-turut adalah 3,74 dan 3,57.
Mimpi awalnya untuk bisa mendapatkan gelar cumlaude mulai memudar, bahkan sekarang seperti sudah sirna seiring dengan perutnya yang semakin membesar. Dirinya yang ingin menyamai prestasi kakak laki-lakinya kini kehilangan arah.
Nency rindu dengan nasihat dan juga teguran dari ayahnya. Jika ayahnya sudah semakin keras, maka sang ibu akan tampil untuk membelanya. Dulu sewaktu pertama kali nilainya turun. Ayahnya segera menghubunginya begitu mengetahui kabar tersebut.
“Kamu harus lebih disiplin lagi. Fokus dalam belajar.” Begitu ayahnya memulai tegurannya melalui saluran telepon.
Saat sudah ditegur seperti itu, Nency akan membela dirinya bahwa dirinya sudah belajar dengan giat. Meski memang belakangan dia kehilangan fokus dalam belajar karena masalah asmara yang dialaminya.
“Jangan dimarahi nanti dia bisa stres dan tertekan.” Akan terdengar suara ibunya yang membelanya dari belakang sana ketika ayahnya sudah mulai naik nada bicaranya.