Sore harinya beberapa orang dari pihak kepolisian datang ke rumah Bambang. Meski mereka datang dengan sikap yang ramah, namun apa yang mereka bawa adalah sesuatu yang sama sekali tidak mengenakkan.
Mereka membawa perintah pemanggilan untuk diperiksa terhadap Bambang dengan tuduhan telah melakukan kekerasan terhadap anak di bawah umur.
Kedua orang tua dari siswa yang telah dipukulnya ternyata tidak terima dengan perlakuannya terhadap anak-anaknya. Mereka mengadukan hal itu ke pihak kepolisian.
Tidak perlu waktu lama kasus ini segera membesar. Meski Bambang sudah meminta maaf, dan pihak sekolahpun membantu untuk melakukan mediasi, namun pihak orang tua siswa tetap bersikeras bahwa kasus ini harus diselesaikan di ranah hukum.
“Bapak ini sebagai seorang guru sudah mencontohkan sesuatu yang tidak baik. Guru yang seharusnya mendidik dengan baik malah memukul siswanya.” Kata Ayah Efin bersikeras.
“Benar itu pak, anak kami datang ke sekolah dengan niat untuk menuntut ilmu, bukannya untuk dipukuli.” Timpal ayah Ozan membenarkan.
“Tapi, pak mungkin ini hanyalah kesalahpahaman. Pak Bambang selama ini dikenal sebagai guru yang baik.” Pak Samsul berusaha menenangkan situasi dan membela Bambang.
“Alah, baik apanya. Anaknya saja ada yang hamil di luar nikah. Belum lagi ada yang pengguna obat terlarang juga. Jangan-jangan bapak ini mabok juga sewaktu memukul anak saya.”
Geram sekali Bambang waktu itu mendengar perkataan dari orang tua siswanya itu. Hampir saja dia tidak dapat mengontrol emosinya kalau saja Revi yang sedari tadi selalu di sampingnya, tidak menggenggam tangannya dengan erat.
Tangan istrinya itu bergetar, Bambang tahu perempuan yang seorang ibu itupun terluka oleh kata-kata tersebut, tapi dia akan lebih terluka lagi hatinya, jika Bambang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan yang akan semakin memperparah keadaan.