“Sedang menulis apa Pak Bambang?” Tanya Ibul, teman satu selnya yang jauh lebih muda.
Bambang melihat ke arah kertas putih di depannya yang kini dipenuhi beberapa coretan tangan. Ia tidak yakin harus menjawab apa, dirinya pun belum sepenuhnya yakin akan apa yang sedang ia tulis.
Dia hanya ingin menceritakan pengalamannya, menarik hikmah dari apa yang terjadi untuk menjadi pelajaran di masa yang akan datang. Dirinya telah gagal melewati zaman, tapi dia memiliki harapan, semoga masih ada kesempatan.
Dari semua teman-teman satu selnya yang lain, Ibul ini adalah orang yang suka mengajak berbicara kepada orang lain. Dia seperti anak muda lainnya yang senang akan keramaian dan mengakrabkan diri kepada orang lain.
Suasana penjara yang membosankan membuatnya mencari hiburan dengan mengobrol dengan tahanan yang lain. Meski tidak selalu mendapatkan tanggapan bagus, namun Ibul selalu bisa membuat pembicaraan menjadi jauh lebih panjang dari yang seharusnya.
Melalui obrolan dengan Ibul pulalah, Bambang mengetahui bahwa anak muda ini ditahan karena kasus pembalakan liar. Walaupun dia hanya sekadar anak buah yang mengangkut kayu hasil pembalakan dengan upah yang tidaklah besar, namun dirinyalah yang ditangkap sedangkan bosnya menurut pengakuannya sampai sekarang berhasil bebas dan masih menjalankan usahanya seperti biasa.
“Hanya iseng saja.” Bambang akhirnya menjawab sekenanya perihal tulisannya.
Jawaban Bambang itu ternyata hanya memancing rasa penasaran lebih lanjut dari Ibul.