Terary

Vaela Vey
Chapter #7

Bendera Perang

“Apa yang kau lakukan di sini?” laki-laki yang membawa buku itu mengeluarkan suara, bertanya pada orang tidak dikenal di depannya.

Sontak orang itu langsung menoleh. Dengan penuh keterkejutan, dia memutar kepalanya menatap laki-laki di belakangnya. Merasa dirinya yang tertangkap, dia beranjak kemudian melangkah cepat menjauh.

Nahas, laki-laki itu lebih dulu menendang kakinya membuatnya tersungkur ke tanah. Dengan sigap, laki-laki itu mengunci tangan orang di bawahnya ke belakang tubuhnya kemudian memaksanya untuk berdiri.

“Lepaskan aku. Lepas,” orang itu memberontak, berusaha untuk melepaskan diri. Namun laki-laki itu tidak mengendorkan tangannya sedikitpun. Dia menarik orang itu masuk ke area kerajaan.

Astra yang baru keluar dari ruang perawatan, mengetahui kedatangan mereka lantas berjalan mendekatinya, “ada apa ini, Leo? Siapa yang kau bawa?”

Laki-laki bernama Leo, menatap sekilas ke arah orang yang diseretnya, “aku juga tidak tahu. Sepertinya dia mata-mata.”

“Hm? Mata-mata? Dari Kerajaan Thorn?” Astra menelisik wajah orang yang diseret oleh Leo, mencari tahu kemungkinannya.

Leo mengalihkan pandangan menatap Pangeran Gavin yang masih senantiasa berdiri di ambang pintu, “mungkin saja berhubungan dengan mereka.”

Astra memutar kepalanya, menatap ke arah yang sama dan seketika terkejut melihat mayat yang tergeletak di lantai serta darah yang bercecer di mana-mana. Dengan langkah lebar, Astra mendekat pada Pangeran Gavin, “apa yang terjadi? Ada apa ini?”

“Hanya kerusuhan kecil. Omong-omong, siapa yang kau seret itu, Leo?” Pangeran Gavin mengalihkan pandangannya menatap orang yang diseret oleh Leo.

Leo menggeleng, “tidak tahu. Dia tadi bergumam tentang Pangeran Louis di depan gerbang.”

Tatapan Pangeran Gavin kembali dingin. Dari sekian banyak orang yang tewas di koridor, masih ada satu orang yang hidup.

“Semuanya sudah dimasukkan, Pangeran,” ucap prajurit.

“Bagus. Sekarang ikat tangan laki-laki itu di pegangan gerobak. Ikat kuat-kuat, jangan sampai lepas. Juga, lakban mulutnya,” titah Pangeran Gavin.

“Baik,” dua prajurit menarik paksa orang itu kemudian mengikatkan kedua tangannya di pegangan gerobak. Kemudian mengambil lakban dan dengan cepat menutup mulut orang itu.

Orang itu berusaha menarik paksa tangannya yang sudah terikat. Namun tidak sedikitpun bisa terlepas. Mau berteriakpun tidak ada gunanya. Saat ini dia berada di wilayah musuh, tiada siapapun yang akan menolongnya.

“Leo, berikan aku kertas dan bolpen,” Pangeran Gavin mengadahkan tangannya ke arah Leo, menunggu.

 Leo pun menyobek buku yang dibawanya kemudian mengambil bolpen dari saku kemejanya lantas menyerahkan dua benda itu pada Pangeran Gavin.

Lihat selengkapnya