“Kau datang juga, Gavin. Sudah beberapa malam kau melewatkan pertemuan kita,” Gabriel membuka suara.
Astra, Azura, Cora, dan Leo sudah duduk di kursi mereka, menatap ke arah Pangeran Gavin yang juga menarik kursi lantas duduk.
“Apa tuan putri sudah tidur? Aku ingin menyapanya,” Azura membuka suara dengan ciri khas periangnya.
Pangeran Gavin menoleh ke arahnya, “dia tidur. Jangan mengganggunya.”
Mendengar jawaban dari Pangeran Gavin membuat Azura mengeluh pelan sembari tertunduk malas di atas meja.
“Malam ini tidak ada penjagaan untuknya?” Astra membuka pembicaraan.
“Kau ingin melakukannya untukku?” Pangeran Gavin balik bertanya pada Astra.
Astra diam sejenak kemudian mengangguk, “sepertinya memang harus begitu. Kau juga butuh istirahat.”
Mendengar adanya kesempatan, Azura mengangkat tangannya semangat, “aku saja yang melakukannya.”
“Tidak, Azura. Untuk kali ini, aku ingin Astra yang melakukannya,” jawab Pangeran Gavin.
Azura kembali mengeluh pelan. Niatnya tidak disetujui untuk yang kedua kalinya.
Jawaban dari Pangeran Gavin membuat Gabriel tersenyum miring, “hm? Bukankah diantara kita semua, orang yang paling tidak menyukai putri kerajaan adalah Astra? Apa tidak masalah jika dia yang melakukannya?”
Astra melipat tangannya sembari menatap Gabriel, “jaga ucapanmu, Gabriel. Dan juga, aku sudah berubah pikiran.”
Seketika semua orang menatap ke arahnya. Sesuatu yang mengejutkan mendengar Astra berubah pikiran.
“Kita kesampingkan mengenai hal itu, aku punya satu pertanyaan untuk kalian. Jika kita merebut Kerajaan Mandelein, berapa presentase kita akan menang?” Pangeran Gavin membuka pembahasan dengan nada serius.
Mereka semua terdiam. Pembahasan yang tidak biasanya dibicarakan. Wajah serius Pangeran Gavin membuat mereka ikut serius.
“Kau berencana untuk melakukannya?” Astra melontarkan balik pertanyaan pada Pangeran Gavin. Mereka sudah membahasnya tadi siang namun Pangeran Gavin masih ingin membahasnya dengan yang lainnya.
Azura menopang dagunya menatap Pangeran Gavin, “sejujurnya aku sama sekali tidak tertarik untuk merebut Kerajaan Mandelein. Apalagi, nona sudah ada di sini. Urusan kerajaan itu dipimpin oleh siapa, aku tidak begitu peduli.”
“Itu benar. Ini bukan masalah kemenangan, Gavin. Kita membicarakan dua hal yang berbeda. Diantara dua itu, mana yang menjadi prioritasmu? Putri Olivia atau Kerajaan Mandelein,” sambung Gabriel.
Pangeran Gavin diam berpikir. Apa memang dia harus merebut kembali, atau tidak. Tindakan Kerajaan Thorn memang sudah tidak bisa ditoleransi. Namun di sisi lain, Putri Olivia selamat dari kejadian mengerikan itu.
“Sebagai orang yang paling tua di sini, aku menyarankan untuk tidak melakukan hal itu, Pangeran. Karena hal itu bisa saja menyakitkan bagi Putri Olivia. Kerajaannya direbut paksa, dia sendiri juga terancam, bahkan jika kerajaannya kembali mungkin saja dia akan tersiksa. Butuh perjuangan baginya untuk menyelamatkan diri. Bayangkan jika dia harus kembali ke tempat yang tidak dianggapnya sebagai rumah lagi. Dia pasti akan tersiksa,” Cora membuka suara, mencoba untuk mengungkapkan apa yang dipikirkannya.
Semua yang diucapkan Cora membuat Pangeran semakin menyimpan perkataannya. Dia tidak berpikir sejauh itu. Yang dipikirkannnya hanyalah mengambil kembali kerajaan milik Putri Olivia, tanpa memikirkan bagaimana perasaannya. Jika yang dikatakan oleh Cora benar, maka alangkah baiknya dia tidak mengambil tindakan terlalu gegabah.