Teras Terjauh

Arisyifa Siregar
Chapter #15

15. Menyembuhkan dari Dalam

1 Mei 2012


Michael menyinggungkan senyum lebar dan mengangkat satu tangannya ke udara. Melambai dengan penuh semangat dan menyerukan.“Wind...” namun ucapnya terhenti sebelum selesai.

Senyumnya hilang perlahan, matanya berkedip cepat. Tangannya lalu turun dan diam di samping badannya, seraya mengamati Windy yang berdiri terdiam di tembok samping kelas.

Merasa ada yang tak beres, Michael mendekat perlahan.

“Ngapain?” tanyanya pelan.

Kaget dengan kehadiran Michael, mata Windy membelalak. Ia menaruh telunjuk di depan bibirnya yang mengerucut sementara tangannya yang lain menarik pergelangan tangan Michael. Menahan cowok itu agar tetap diam dan berdiri di sebelahnya, seolah melarangnya untuk bergerak bahkan seinci.

Michael melongo bingung, tak mengerti mengapa mereka bersembunyi. Awalnya ia kira Windy mungkin main-main, tapi saat diperhatikan raut wajah Windy kelihatan tegang, nafasnya tak beraturan. Ia curiga ini adalah hal serius. Namun belum sampai mulutnya melontarkan tanya, jawaban sudah langsung datang sendiri ke telinga.

Ia mendengar beberapa cewek sedang berbicara dengan cukup kencang di sisi depan kelas.

“Gue juga nggak habis pikir sih, sejelek Windy bisa deket sama cowok-cowok kayak Marcell dan Michael,” ujar cewek yang suaranya terdengar agak nyaring.

Windy tahu itu Riri, Rika, Egi dan Fini. Empat orang yang selalu berkumpul hanya untuk menggunjing orang lain, apalagi Windy.

Mata Michael melebar penuh, tak menyangka namanya disebut dalam ucapan yang menyebalkan seperti itu.

Ia melirik ke Windy, gadis itu masih terdiam memandang ke arah sumber suara.

“Kalau Marcell kan katanya emang temen dari kecil,” timpal satu orang lainnya.

“Percaya lu? Gue sih nggak!” sahut suara yang lain lagi. “Orang jelek emang biasanya caper dan lebih berani daripada kita.”

Perkataan itu meledak bagai dentuman senyap di langit hening, terlalu menggelegar untuk diabaikan.

Kata-kata barusan membuat Michael terpaku, membatu di tempat, seperti waktu ikut berhenti bersamaan dengan denyut jantungnya yang tercekat. Sesaat ia tak sanggup berkata apa-apa. Diam, sembari mencoba merangkai kepingan makna yang bertebaran dalam pikirannya. Baru ketika benaknya merasa cukup menyimpulkan, ia menoleh perlahan ke arah Windy.

Tatapannya berubah lembut, penuh kehati-hatian. Ia menelisik wajah gadis itu seperti membaca halaman yang rapuh, mencoba mencari sesuatu yang tersembunyi di balik bening matanya, mencari tahu apakah Windy sungguh baik-baik saja, atau hanya pandai menyembunyikan luka di balik senyum yang nyaris tak terlihat.

Benar saja dugaannya, merasakan tatapan Michael, Windy menengok dan membalas dengan senyuman yang jelas kelihatan dipaksa. “Nggak apa-apa,” ucapnya hampir tak bersuara.

Mata Michael berkedut, ia menarik nafas lumayan dalam sebelum akhirnya melepas genggaman tangan Windy dari pergelangan tangannya, dan menggenggam balik.

Tanpa aba-aba dan instruksi kata, ia menyeret Windy keluar dari persembunyian. Hanya butuh dua langkah bagi mereka untuk langsung berhadapan dengan cewek-cewek penggunjing, yang langsung melotot kaget akan kemunculannya.

“Kalau penasaran tanya langsung orangnya!” tegur Michael.

“Gue kasih tau ya, bukan Windy yang deketin gue tapi gue yang lagi usaha deketin dia!” Ia menggeser Windy yang berdiri di belakangnya, agar pindah disampingnya.

“Gue yang suka sama dia, tapi dia belum nerima gue! Ngerti!” cecar Michael membuat cewek-cewek tadi tercengang. Mulut mereka terbuka lebar, matanya saling melempar tatap bingung campur malu dan sesal.

“Satu lagi, Windy emang temen Marcell dari kecil, kalau kalian gak percaya, tanya sendiri Marcell-nya!” Michael masih belum selesai meluapkan kekesalannya padahal semua cewek itu sudah bungkam dan nampak sedikit ketakutan.

Di samping, Windy menarik-narik ujung baju Michael, mengisyaratkan agar cowok ini berhenti, tindakannya sudah cukup, dan tak perlu diteruskan. Namun Michael tampak tak bisa menahan emosinya, ia belum puas memaki.

“Kalau nggak tau apa-apa tanya orangnya bukan ngegosip! Ngerti nggak?” tegurnya dengan kencang, sampai membuat orang-orang di sekitar menengok ke arah mereka.

“Udah-udah!” gumam Windy, membalikkan badan dan bergerak menjauh, membuat Michael yang masih menggenggam tangannya pun ikut mundur dan berpaling.

Lihat selengkapnya