“Yakin mau sebanyak itu?" Khairi terlihat kaget.
Di hadapannya Ayana sedang mengeluarkan sejumlah ayam goreng tepung dari kantong kertas berwarna merah lalu meletakkannya di atas piring besar.
“Untuk persediaan," Ayana menerangkan. “Aku kan lagi jadi anak kos. Ibu lagi mengantar kakek mudik. Daripada aku jadi stres karena melihat postingan ibu makan sushi di grup Whatsapp keluarga, mending aku masak resepmu ini. Biar bisa balas dendam posting.”
“Ayam sebanyak itu bisa untuk satu RT, Ay," Khairi bercanda.
“Nggak apa-apa, nanti kita bagi-bagi kalau perlu," dia tertawa. “Eh, ayamnya kenapa merek yang ini? Biasanya kamu kan makan yang logonya kakek berjenggot putih," tanya Ayana.
“Untuk resep ini harus ayam yang tepungnya tidak memiliki rasa. Favoritku itu sudah gurih sekali, nanti tabrakan rasanya dengan bumbu yang akan kita masukkan," jawabnya.
“Sebelum mulai, kamu sudah tahu belum? Ternyata tempat kecelakaan kemarin itu memang rawan. Setahun terakhir ada beberapa kecelakaan di sana. Ada pengendara motor yang meninggal juga, mahasiswa kedokteran tingkat empat kalau tidak salah," Ayana menjabarkan.
“Kalau rawannya karena ada orang yang sama menyeberang mendadak malah jadi seperti ada yang sengaja mau cari korban," suara Khairi terdengar agak sengit, jarang sekali gadis yang tenang tersebut menunjukkan emosi.
“Kita cari yuk orang itu. Awas kalau ketemu. Sayangnya sama-sama cewek ya, kalau sama-sama cowok pasti sudah aku gebuk," sumbu pendek Ayana tersulut mengingat kecelakaan yang menimpa Khairi.
“Bukannya waktu itu kau sudah niat mukulin dia? Selain itu kau kan pendukung kesetaraan gender, cewek boleh kok sekali-sekali ganas," Khairi sudah kembali tenang, dia sudah mampu bercanda lagi. “Ayo disambil masaknya, kapan mau beres," lanjutnya sambil menyerahkan talenan kepada Ayana.
“Boleh ganas, tapi nanti aku jadi jomblo keren abadi," Ayana meletakkan talenan lalu mengambil pisau. “Yang pertama jahe ya, iris tipis-tipis?”
Khairi mengangguk. “Jahe secukupnya, iris seperti batang korek api. Lalu bawang putih, secukupnya juga, keprek lalu cacah," tegasnya seraya mengambilkan bahan yang dibutuhkan.
“Aku lihat WA darimu kemarin, resepmu ini hampir semuanya secukupnya, dari buku masak apa sih?" Ayana bertanya sambil mengerjakan tugasnya.
“Oomku yang mengajarkan. Katanya dulu di pasar simpang dekat kampusnya ada yang jual, tapi sekarang sudah pindah," jawab Khairi sambil mengambil cawan kecil dan memindahkan jahe yang sudah dipotong ke dalamnya. “Katanya dia sudah coba mencari, tapi yang sekarang nggak ada yang sama, bahkan banyak penjualnya tidak tahu versi aslinya adalah ayam goreng tepung.”
“Oom yang mengajarkan tarot padamu?" tanya Ayana. “Segini cukup atau lebih halus lagi?" tanyanya sambil menunjuk bawang putih yang sudah dicacah.
“Ya dan ya," Khairi menjawab kedua pertanyaan sekaligus sambil tertawa lagi. “Nah sekarang bawang bombay. Ini bebas sih, tapi kalau aku sukanya agak besar-besar potongannya," lanjutnya.
Ayana hanya mengangguk lalu mulai mengiris bawang bombay tersebut.
“Syifa cantik ya, aku yang perempuan saja kagum," Ayana tiba-tiba berkata.
“Kak Zakky tipemu ya, Ay?" sambar Khairi melihat gelagat tersebut.
“Nggak," jawabnya cepat. Dia berhenti sejenak lalu berujar, “Sebetulnya orangnya lumayan, untuk akrab juga mudah. Tapi nggak. Dia lebih cocok dengan Syifa, chemistry-nya juga ada. Butuh proses, tapi sepertinya mereka memang made for each other.”
“Jangan berhenti, lanjut," Khairi menunjuk bawang yang ditelantarkan Ayana sambil tersenyum simpul. “Bagaimana dengan Tuan Sedingin Es?" tanyanya lagi.
“Itu buatmu saja deh. Kalau meminjam istilah ayahku, aku bisa sial tujuh turunan kalau sama dia," jawab gadis berambut sebahu tersebut. “Bawang bombay sudah, apa selanjutnya?’ tanyanya lagi.
“Kira-kira apa hubungannya dengan Syifa ya?" gumam Khairi. Kemudian dia mengambil sebuah mangkuk kecil dan meletakkannya di hadapan Ayana lalu berkata, “saos tiram dan saos tomat, satu banding dua, garam dan lada secukupnya, tambah air sedikit lalu diaduk.”
“Hanya perbandingannya? Tapi totalnya berapa banyak? Secukupnya lagi?" Ayana mengambil sendok takar berbagai ukuran yang biasa dipakai sambil bertanya.
“Satu sendok makan saus tiram cukup untuk dua potong besar dan dua potong kecil," jawab Khairi sambil mengangkat botol dengan label merah bergambar panda tersebut. Setelah itu dia mengambil masing-masing sepotong dada dan paha atas, lalu dua potong paha bawah dari tumpukan ayam Ayana lalu memindahkannya ke piring lauk.
“Itu karena merek yang kau pilih saus tiramnya kental. Saos tomat yang ini juga kental. Merek lain mungkin harus lebih banyak ya," tegas Ayana, dia menunjuk saos tomat yang mereknya seperti nama orang Italia. “Sedingin Es sama Syifa bisa sekedar teman, saudara, bisnis atau malah perjodohan. Eh, aku ada ide, bagaimana kalau kau ramal saja pakai tarot hubungannya," lanjutnya sambil mulai mengaduk.
“Nggak bisa dipakai seperti itu, Ay," Khairi menggeleng.
“Jadi sekarang bagaimana?" tanya Ayana lebih lanjut.
“Daun bawang dan cabe merah besar, dipotong-potong," jawab Khairi sambil menyodorkan kedua bahan tersebut kepada Ayana.
“Bukan masaknya, soal kecelakaan itu," Ayana menjulurkan lidah. Walaupun begitu dia mengambil kedua bahan tadi dan mulai memotongnya.
“Daffa," kata Khairi singkat. “Aku punya ide," lanjutnya sambil mengambil ponsel dan mulai mengetikkan sesuatu.
Ayana menyelesaikan memotong lalu meletakkan hasilnya di mangkuk plastik kecil berisi campuran bumbu tadi.
“Sebentar Ay, ini jawabannya masuk’, ujar Khairi sambil menyentuh layar ponselnya. Beberapa saat kemudian dia menyambung, “Sesuai dugaan.”
Khairi mengarahkan layar ponselnya ke Ayana. Pada layar tersebut terpampang foto dua orang yang wajahnya mirip.
“Daffa dan kakaknya?" tebak Ayana.
Khairi mengangguk. “Aku tadi kirim pesan ke Daffa, aku bilang punya perasaan harus ada ramalan lanjutan dan kalau bisa aku minta foto mereka. Langsung dikirim," jabar Khairi.
“Jadi yang kita lihat itu…," Ayana tidak menyelesaikan kalimatnya.
“Arwahnya," timpal Khairi singkat.
Ayana menarik napas panjang. “Makanya motornya tembus melewati," ujarnya lambat-lambat.