“Khairi, pelan-pelan,” Ayana memanggil dengan panik sambil mengejar.
Dia melihat Khairi seakan meluncur menuruni tangga. Mereka berada di lantai tiga, sehingga jika terjadi kecelakaan akan sangat berbahaya. Sayangnya kali itu sahabatnya tersebut mengabaikan panggilannya. Khairi terus menuruni tangga dengan kecepatan tinggi seakan sedang dikejar setan. Cukup ironis, karena yang terjadi justru sebaliknya, dialah yang menjadi pengejar.
Khairi tiba dengan selamat di lantai dasar. Tanpa menunggu Ayana dia langsung melanjutkan larinya menuju lokasi terakhir Divit terlihat.
“Masih ada,” batin Khairi. Usahanya tidak sia-sia, di kejauhan sosok Divit masih terlihat.
Langkah Khairi terhenti. Divit sedang melakukan tindakan yang sangat aneh. Dia seperti sedang memaksa berjalan menembus tembok yang tidak terlihat. Sesuatu seperti menahan Divit untuk bergerak lebih jauh. Terlihat Divit bergerak mundur, mengambil ancang-ancang, lalu berlari maju dan melompat. Tepat pada titik tembok transparan tersebut tubuhnya terhenti dan terpental kembali.
Hanya saja, itu bukanlah alasan satu-satunya Khairi berhenti. Tak jauh di hadapan Divit, di balik tembok transparan tersebut tampak bayangan hitam berbentuk manusia. Berbeda dengan kakak Daffa tersebut, bayangan ini muncul dan hilang. Selain itu bayangan ini sangat samar. Jika Khairi tidak melihat bagaimana Divit seakan mengacungkan tinjunya pada sesuatu sebelum mencoba melompat, dan mengikuti arah pandangannya gadis itu tidak akan menyadari keberadaan bayangan ini.
Ayana tiba di samping Khairi, terengah-engah. Dia hendak mengatakan sesuatu tapi melihat ekspresi aneh di wajah Khairi dia menunda tindakannya. Dia ikut menatap ke kejauhan dan menyimpulkan bahwa Divit sedang berusaha mencapai sesuatu.
“Kau bisa lihat, Ay?” Khairi bertanya setengah berbisik.
“Divit bisa. Tapi apapun yang ada di hadapannya aku sama sekali tidak lihat,” jawab Ayana. Dia paham arah pertanyaan Khairi.
“Aku ke sana sekarang,” kata Khairi.
Ayana awalnya hendak menahannya tapi akhirnya dia memutuskan untuk ikut mendekat. Khairi berjalan di depan dengan langkah teratur. Dia berjalan seakan tidak peduli dengan situasi di depannya sambil mengatur napas untuk meredakan ketegangannya. Tanpa disadari Khairi menjalankan teknik pernapasan yang baru diperolehnya dari buku tersebut dan sempat dicobanya kemarin. Buat Khairi hal ini cukup mudah dilakukan karena ada kemiripan langkah dengan yang pernah dipelajari dari Oomnya. Dia menghembuskan napas sampai hampir habis lalu membiarkan paru-parunya berkembang sendiri secara perlahan menyedot udara untuk mengisi sampai kapasitas yang tersedia. Kemudian dia menahan napas sambil membayangkan dan merasakan adanya pusaran energi pada titik tertentu dalam tubuhnya. Tanpa sadar pikirannya membayangkan terbentuknya pusaran di empat titik tubuhnya. Tiga diantaranya adalah titik yang dikenal umum sebagai dantian, yaitu di tengah kening antara kedua alis mata, di tengah dada dan yang terakhir berada sekitar tiga jari di bawah pusar. Pusaran keempat dibentuknya di telapak tangannya, pada saat mencoba Khairi memang sedang memikirkan untuk bonding dengan kartu Tarot yang biasa dipegang dengan tangan dominannya tersebut.
Khairi membuang napasnya secara perlahan sambil mengosongkan pikiran dan membayangkan perputaran energi melalui keempat pusaran yang dibentuknya. Tiba-tiba hal yang tidak berhasil dilakukannya kemarin mulai terwujud. Dia benar-benar merasakan adanya aliran energi melintasi tubuhnya. Mendadak pandangan matanya menjadi semakin jelas, seakan secercah sinar yang sangat terang dikirimkan dari titik yang berada di keningnya. Sosok gelap yang tadinya sangat samar kini semakin jelas. Sosok itu seperti sedang menertawai Divit yang mati-matian mencoba mencapainya.
Khairi makin dekat, kini dia tinggal selangkah dari sosok bayangan hitam tersebut. Sosok itu masih tertawa tanpa suara sambil menunjuk-nunjuk Divit, seakan sedang menghinanya. Divit menghentikan usahanya. Tampaknya kini dia menyadari keberadaan Khairi karena dia mengalihkan pandangan dari sosok itu ke Khairi yang berada sangat dekat dibelakangnya. Sesuatu dalam diri Khairi mendorongnya untuk mengangkat tangan kanannya yang mulai terasa panas. Sosok itu sekarang menyadari bahwa ada sesuatu yang membuat Divit berhenti berusaha menembus halangan transparan di hadapannya. Dia menolehkan kepalanya dan tepat memandang kepada wajah Khairi yang sedang menggapai ke depan.
Segalanya seperti bergerak sangat lambat dalam pandangan Khairi. Saat mereka bertatapan Khairi melihat sosok tersebut memancarkan aspek purba, seseorang atau sesuatu yang sangat tua, mungkin jauh lebih tua dari peradaban manusia modern. Yang paling menonjol adalah batu mulia yang ada di keningnya. Batu mulia tersebut berwarna putih, transparan, mungkin intan. Wajah sosok itu tidak jelas, tapi sepertinya seorang wanita, dan ekspresi terkejutnya jelas terlihat. Sepertinya dia kaget bahwa Khairi sudah begitu dekat dan dapat melihat keberadaannya. Tangan Khairi terus bergerak sementara mereka terpaku saling menatap. Tangan itupun akhirnya mendarat pada bahu sosok tersebut seharusnya berada. Seketika semua dalam pandangan Khairi menjadi gelap.
*******
“Khai, bangun,” terdengar suara panik Ayana.
Dia melihat Khairi menggapai ke depan walaupun di depannya tidak ada apa-apa. Hanya pada saat Khairi menyentuh bayangan hitam itu Ayana dapat melihatnya walaupun hanya sepersekian detik. Setelah itu bayangan tersebut kembali hilang dan kini perhatiannya teralih pada sahabatnya yang terkulai lemas.
“Dipindahkan dulu saja,” tiba-tiba terdengar suara laki-laki dari belakang Ayana.
Pria itu langsung mendekat dan mengangkat Khairi yang pingsan. Ada gazebo yang terletak tidak jauh dari tempat Khairi berada, gazebo yang sama yang digunakan Khairi dan Ayana untuk berdiskusi pasca insiden yang menimpa Syifa. Kini dia pun dibawa ke sana lagi.
Ayana mengikuti pria itu dengan pikiran campur aduk. Tuan Kieran Sedingin Es. Apa kata Khairi kalau tahu dia diangkat oleh manusia langka itu. Paling tidak harusnya teman seperti Zakky yang membantu, tapi yang bersangkutan baru tiba sambil berlari. Lelet. Kemana aja.
“Khai, Ay, kalian cepat sekali turunnya, bahaya tahu. Terus ini Khairi kenapa, dan Oom-Oom ini-” kata-kata Zakky yang datang tergopoh-gopoh itu dipotong oleh pandangan menusuk tajam dari Oom-Oom yang disebutnya.
Kali ini Ayana sedikit memberi nilai lebih kepada Kieran, Zakky terkadang cukup mengesalkan.
“Beli minum,” kata Ayana singkat kepada Zakky.
“Aku sedikit haus sih, tapi masih tahan, nanti saja. Oh maksudnya buat Khairi,” Zakky segera pergi menuju kedai terdekat.
Kieran meletakkan Khairi di bangku yang ada di gazebo, lalu duduk di bangku lain, memberi kesempatan pada Ayana untuk mendampingi Khairi.
“Temanmu ini punya bakat, tapi yang tadi itu sesuatu yang harus dihindari. Tiap tempat ada penguasa sendiri, bisa kuat bisa lemah. Yang tadi tergolong kuat, tua sekali dan kuat,” katanya perlahan. “Kamu bisa lihat? Seseorang yang punya darah Keluarga Suryanegara sangat mungkin punya bakat,” lanjutnya
“Bisa,” kata Ayana, “Tapi Khairi lebih dari aku.”
Saat itu terdengar suara mengerang kecil, Khairi mulai mendusin. Ayana segera mendekat.
“Tiap kali aku bangun dari pingsan pasti lihat kau ya, Ay,” kata Khairi sambil berusaha tersenyum. Sangat sulit, karena titik di keningnya sakit sekali. Keempat lokasi pusaran yang lain juga terasa aneh, seperti habis makan terlalu kenyang.
“Kalau lihat bayangan hitam itu lagi, hindari. Ada hal yang tidak perlu kau pahami, lebih baik menjauh dari masalah,” kata Kieran.
“Kalau yang coklat, juga perlu dihindari?” Khairi setengah bercanda, tentunya dia mengacu pada Divit yang mengenakan pakaian coklat.
Kieran melotot.
“Tadi tidak lihat yang coklat?” tanya Khairi.
“Tidak ada apapun di sekitar kalian dalam jarak beberapa puluh meter, tidak ada orang, hantu atau bayangan yang warnanya coklat,” kata Kieran dengan nada curiga.
Khairi terkejut, apakah ini artinya Kieran dapat melihat bayangan hitam itu tapi tidak dapat melihat Divit. Hanya dia dan Ayana yang dapat melihatnya.
“Berarti aku salah,” kata Khairi cepat.
Saat itu Zakky datang membawa seplastik minuman botol. Sepertinya dia tidak yakin apa yang dibutuhkan jadi dibelinyalah sekian macam.
Kieran berdiri sambil berkata, “Lusa sehabis kuliah kalian datang ke tempatku, progress report. Alamatnya tanya Agni.”
“Tidak bisa, ibuku ulang tahun, ada acara keluarga,” tolak Khairi.