“Masih tidak bisa?” Radha yang sudah kembali dengan air kelapanya menatap Khairi yang sedang mengernyitkan dahinya.
“Apa memang tidak mungkin ya?” ujar Khairi sambil membuka mata.
“Tidak semua yang kita inginkan bisa dicapai. Walaupun kau masih tidak berhasil menggabungkan kedua cara itu, ternyata aliran energimu sudah semakin stabil. Kau hanya perlu meneruskan cara pernapasan yang sudah kau lakukan. Jadi sekarang kau pulanglah kembali ke duniamu,” kata Radha. “Kunjungan keduamu nanti yang akan lebih sulit, tapi kau masih jauh dari layak untuk masuk ke tahap itu,” lanjutnya dengan gamblang.
“Jadi aku lupakan saja cara yang kau ajarkan, Kak Radha?” tanya Khairi dengan serius.
“Sejujurnya aku benar-benar ingin kau berhasil menyatukan. Risikonya sebanding dengan hasil yang mungkin didapat. Selain itu, kalau kau terus dengan caramu, pada titik tertentu aku sudah tidak dapat membimbingmu secara mendalam. Aku hanya akan memberikan gambaran besarnya, caranya harus kau temukan sendiri,” papar wanita itu. Dia berhenti sejenak untuk menyeruput air kelapanya. “Tapi dari awal aku tidak melarangmu, kau tahu kenapa?” tanyanya.
Khairi menggeleng. Dia mulai merasa bahwa pelatihnya yang galak, kasar dan berkesan tidak peduli ini mungkin lebih kompleks daripada yang tampak di permukaan.
“Ilmu itu mati, manusia itu hidup. Ilmu hanya bisa dipelajari, dipahami dan bahkan diwariskan, tapi ilmu tidak bisa berkembang sendiri. Manusialah yang hidup dan berkembang. Seiring perkembangan manusia akan muncul ilmu baru yang akan meningkatkan atau menggantikan yang lama. Aku menanti orang sepertimu yang tidak hanya berniat menerima apa yang aku berikan, tapi berani mencoba menemukan sesuatu yang baru,” paparnya.
Khairi merasa dibuai oleh awan, segala kepenatan pikirannya menjadi terangkat. Harapannya kembali naik, mungkin saja, dengan jerih payahnya, suatu saat dia bisa menemukan cara baru yang akan diwariskan melalui Radha ke generasi berikutnya.
“Tentunya kalau kau tidak mati karena sesat latihan. Saat ini sih lebih mungkin ke situ ujungnya,” lanjut Radha sambil tertawa.
Khairi yang lamunannya serasa diputus oleh guyuran air dingin melotot memandang wanita itu.
“Kau akan butuh mempelajari lebih jauh tentang kedua aliran itu. Sepanjang sejarah kau pasti bukan yang pertama mencoba dan tidak mungkin akan jadi yang terakhir. Selama masih ada manusia sejarah akan selalu terulang,” dia berhenti sejenak. “Selain itu kau akan butuh satu hal lagi,” dia sengaja kembali berhenti.
Khairi menatap tajam, menunggu.
“Pencerahan,” lanjutnya. Dia menarik napas panjang, “Jika kau beruntung, akan ada satu saat di mana kau mendadak paham. Semua yang telah diketahui tiba-tiba saling berhubungan pada tingkat yang tidak pernah dicapai sebelumnya, dan kau akan menemukan jawaban yang dicari.”
“Lagi-lagi aksara yang ada di buku itu,” batin Khairi. Mungkinkah buku itu akan menjadi kunci jawaban yang dia cari?
“Sudah, cepat berdiri,” kata Radha dengan galak. “Itu pemandu yang akan mengantarmu sudah datang. Pulang sana, air kelapaku sudah mau habis lagi,” lanjutnya dengan nada bosan.
“Baik, aku pamit. Kak Radha, terima kasih atas segalanya,” kata Khairi dengan sopan. Bagaimanapun dia telah diberikan bekal yang sangat berharga dan sudah selayaknya dia berterima kasih.
Radha hanya tersenyum dan kembali duduk, matanya memandang ke kejauhan. Khairi berjalan menuruni bukit menuju Radha lain yang telah menunggunya. Di saat terakhir dia membalikkan badan dan menatap ke atas bukit, Radha yang telah melatihnya tersebut ternyata juga sedang menatap ke arahnya. Terlihat dia tertawa sambil membuang muka dan kembali menyeruput air kelapa.
*******
“Di sini,” Pak Mangun mengetuk dinding di hadapannya. “Ini dinding baru yang lebih tebal dan kuat dari yang sebelumnya. Untungnya bagian ini tidak ada lapisan pelindung tambahan karena masih bersifat sementara, jadi masih bisa dibobol. Ingat kata-kataku tadi, pukul mengarah ke kiri, jangan pernah ke kanan, kita tidak mau memancing amarah.,” wanti-wantinya kepada kedua pria muda yang terlihat sangat lelah.
Kedua pria itu tidak mengatakan apa-apa, mereka langsung mengangkat palu godam dan menghantam dinding tersebut. Linggis yang mereka gunakan sudah semakin sulit dipegang sehingga Pak Mangun akhirnya kembali untuk mengambil peralatan tambahan.
Pak Mangun menatap mereka dengan pandangan iba. Kedua pria itu pastinya sudah lelah sekali, hanya saja dia tidak ingin terlalu banyak orang tahu mengenai jalan rahasia dan struktur gedung itu.
Pandangannya beralih ke arah kanan. Dia termasuk sedikit orang yang tahu mengenai buku kuno tersebut. Dia juga tahu bahaya yang mungkin timbul, dan karenanya kuatir dengan keselamatan kedua gadis muda yang terkurung di balik tembok.
“Semoga belum terlambat,” lafalnya dengan suara sangat perlahan.
*******
“Kier,” kata Agni perlahan, “Sebenarnya apa yang membuatmu panik? Maksudku mengenai mereka berdua.”
“Kau tahu buku itu ada di ruang terkunci di bawah kan?” tanya Kieran.
“Ya, lalu?” Agni mengangkat bahunya.
“Kau diberi tanggung jawab membuat tim untuk menerjemahkannya, apa sempat menyentuh buku itu?” tanya Kieran lebih lanjut.
“Pasti dong, kalau tidak bagaimana mungkin kami mendigitalisasikannya,” jawab Agni.
“Apa kau ingat semua anggota tim disuruh masuk ke rumah utama yang lama sebelum mulai bekerja dengan buku itu?” tanya Kieran. “Di sana kalian masuk secara bergiliran ke sebuah ruangan dan wajib menyentuh sebuah batu besar berwarna putih susu,” dia menjelaskan pertanyaannya lebih detail.
“Ingat. Ada satu orang yang ditolak dan aku harus cari penggantinya, karena itu aku merekrut Khairi dan Ayana. Sampai sekarang aku tidak tahu alasannya,” jawab Agni.
“Karena semua orang yang terlibat tidak boleh memiliki bakat,” papar Kieran.
“Bakat? Maksudmu bakat supranatural?” Agni mengernyitkan dahi.
“Ya, sudah ada dua korban. Yang satu sukmanya ditarik masuk ke buku dan sampai sekarang masih dalam keadaan koma. Yang satu awalnya sama tapi satu hari kemudian mendadak kejang lalu meninggal,” jawab Kieran.
“Kedua gadis itu belum tentu punya bakat,” kata Agni.
“Mereka punya bakat, paling tidak Khairi sudah pasti punya,” tukas Kieran. Dia lalu menceritakan kejadian di kampus saat Khairi pingsan setelah menyentuh makhluk hitam itu.
“Kalau begitu jangan sampai mereka kenapa kenapa,” sekarang Agni yang mulai panik.
“Kenapa? Kau takut besok di internet viral ‘Dosen A terlibat kasus supranatural, dua mahasiswi jadi korban’?” Kieran berkata dengan ringan.
“Lebih mungkin ‘Lamaran berujung maut. Pengusaha K mengundang dua gadis di bawah umur untuk dijadikan istri’,” balas Agni dengan sewot.
“Ngawur,” tukas Kieran.
Kedua pria itu terus saling membalas sementara Citra yang duduk di dekat mereka hanya memandang dengan terpana.
“Sempat-sempatnya,” batin wanita muda itu sambil menggeleng-gelengkan kepala.
*******
“Kak Radha, aku boleh bertanya,” kata Khairi.
Mereka baru saja melewati kembali pohon besar yang seharusnya menjadi ujian untuk Khairi. Jalur yang ditempuh untuk pulang persis sama dengan jalur kedatangan sebelumnya.