Terawang

Catalysh
Chapter #14

Pertemuan Kembali (Bagian Pertama)

“Kamu nggak mimpi kan, Khai?” bisik Ayana. Ekspresinya merupakan gabungan antara takjub dan setengah tidak percaya.

Saat ini hari Senin berikutnya setelah Jumat malam yang menegangkan. Khairi dan Ayana berencana ngobrol di jalan pulang tapi Khairi memutuskan untuk menunda karena ada Pak Soleh yang bisa ikut mendengarkan. Selain itu dia baru sadar bahwa dia lelah sekali sehingga tak lama dia sudah tertidur di mobil. Ayana yang tadinya masih semangat juga tertidur tak lama setelah Khairi. Karena itu baru hari Senin Khairi bercerita pada Ayana. Dia dengan sengaja melewatkan banyak hal, bukan karena dia tidak percaya pada Ayana, tapi sebaiknya ada hal yang Ayana belum tahu seandainya suatu saat dia pun akan masuk ke dunia itu. 

“Lihat ini, Ay,” Khairi menjulurkan tangannya ke depan. 

Dia mengatur napas, menutup mata sejenak lalu membukanya. Botol berisi Attar muncul secara perlahan di tangannya. Ayana terpana. Khairi membuka tutup botol tersebut lalu meneteskannya ke pergelangan Ayana. Gadis itu kemudian menggosokkannya dengan pergelangannya yang lain.

“Wanginya memang seperti wangi dari surga,” kata Ayana. Dia senang sekali dan terus mengendus-endus.

“Pikiranku sama denganmu waktu masuk ke aula itu. Besok kau bawa botol ya, kita bagi dua nanti,” kata Khairi.

“Jangan, aku nanti sekali-sekali minta saja. Botolnya tidak mungkin ketinggalan kan,” tanyanya masih dengan pergelangan ditempelkan ke dekat hidung.

“Aman,” kata Khairi. 

Dia lalu mengatur napas lagi dan botol itu hilang perlahan-lahan. Khairi menghabiskan akhir pekan melatih hal tersebut, tentunya di sela-sela latihan utamanya.

“Jadi sekarang bagaimana?” tanya Ayana.

“Aku pikir kita sebaiknya segera menuntaskan terjemahan,” kata Khairi setelah terdiam sejenak. “Aku punya firasat ada hal penting di sana, bukan hanya cara pernapasan, tapi alasan adanya dunia lain itu. Selain itu, mungkinkah kamu memperoleh informasi dari Ayahmu atau orang lain di keluarga Suryanegara, Ay?” tanyanya.

“Mungkin kita bisa tanya Syifa juga-” mendadak Ayana berhenti berbicara. “Ngapain dia datang ke sini,” lanjutnya dengan nada sengit.

Di pintu kelas mendadak muncul sebuah wajah yang melongok ke dalam. Ananda. Setelah gagal karena diperingati Pak Mangun mungkinkah dia mau meneruskan niat buruknya?

“Ternyata benar kalian ada di sini,” kata Ananda sambil memasuki ruang kelas. Dia sepertinya mengidolakan Kieran, cara berpakaiannya mirip sekali.

“Stop,” Ayana sedikit berteriak.

Tindakannya membuat pria itu berhenti. 

“Siapa yang menyuruh kamu masuk ke sini?” katanya dengan nada galak. 

Khairi nyaris tergelak, itu kata-kata Ananda saat mereka masuk ke rumah 

“Tidak ada, aku hanya sedang mencari-” jawabannya langsung dipotong oleh Ayana.

“Kamu mahasiswa sini?” tanyanya. 

“Bukan lah, aku kuliah di Ame-” kata-katanya kembali dipotong.

“Kalau bukan mahasiswa sini daftar dulu di rektorat,” sergah Ayana. 

“Aku mau bertemu calon istriku, bukan mau daftar kuliah,” kata Ananda cepat-cepat, mungkin takut dipotong Ayana lagi.

“Calon istrimu kuliah di gedung ini? Sejak kapan?” Ayana memberondongnya.

“Menurut Kieran begitu, dia tidak mungkin bohong,” bantah Ananda. 

“Kenapa tidak?” tanya Ayana.

“Kalian dua gadis murid Agni yang kemarin kan. Aku tanya Kieran, Agni mengajar apa, dia bilang Sastra Inggris,” jawabnya panjang lebar 

“Lalu?” tanya Ayana, dia ingin tahu jalan pikiran pria itu. 

“Aku lihat kalian masuk ke pesta bersama Syifa, berarti Syifa Sastra Inggris juga,” katanya dengan bangga seakan-akan baru memecahkan misteri besar. 

“Maksudmu Syifa hanya punya teman satu prodi?” kata Ayana dengan takjub.

“Prodi itu apa?” wajah Ananda terlihat bingung.

“Program studi, jurusan. Waktu kau kuliah cuma punya teman dari prodi yang sama?” jelas Ayana. 

“Iya, mana mungkin bisa kenal, kecuali kalau ada hubungan saudara,” katanya dengan tegas. 

Khairi dan Ayana sedikit terpana dan hanya terdiam, berpandang-pandangan. Makhluk di hadapan mereka ini sepertinya cukup langka. 

“Jadi Syifa mana?” tanya Ananda lagi. 

“Nggak tahu, dia nggak kuliah di sini,” kata Ayana dengan nada tidak peduli. 

“Tidak mungkin,” katanya lagi. 

“Telpon Kieranmu yang tidak mungkin berbohong itu. Tanya Syifa prodinya apa,” kata Ayana.

“Aku telpon, tapi kalau dia membenarkan kau harus menunjukkan Syifa ada di mana,” katanya dengan nada memaksa. 

Dia lalu mengambil ponsel dan berjalan mendekati jendela. Tak berapa lama terdengar kata ‘Oh Arsitek’ dari mulutnya. Lalu dia tanpa sadar menunduk dan mengangguk-angguk, mungkin sedang dimarahi Kieran. 

“Syifa yang malang,” bisik Ayana sambil mengetuk-ngetuk sisi kepalanya. “Kok yang begitu ngaku lulusan Amerika,” lanjutnya tetap dengan berbisik.

Khairi mengangkat bahu. Memang parah. “Amerika kan besar ya, kualitas universitasnya beda-beda juga,” ujarnya sambil berbisik juga. 

“Ternyata arsitektur,” kata Ananda sambil mendekat. Ponselnya baru saja dimatikan.

“Cari sendiri ya. Aku tidak tahu, tidak punya teman di arsitektur,” kata Ayana ketus.

Lihat selengkapnya