Terawang

Catalysh
Chapter #24

Takdir (Bagian Pertama)

“Yalini sudah tiba di tempat kedua anak Suryanegara itu,” kata Amala. Ada kelegaan dalam suaranya. “Eh, tapi kenapa dia pergi lagi?” lanjutnya.

Mereka sedang berhenti di lampu merah. Kedua gadis itu memperhatikan layar monitor kecil di dasbor motor yang menggambarkan lebih detail peta kampus yang sedang mereka tuju. Tampak satu buah segitiga hitam berkelip bergerak meninggalkan dua buah segitiga kuning berkelip lainnya. Dua titik berkelip yang tampil di peta besar kini telah berubah menjadi segitiga di peta yang lebih detail ini. Selain itu ada sebuah kotak berwarna hitam berada di jalan tidak terlalu jauh dari area kampus.

“Kotak hitam ini mungkin mobilnya Yalini?” tanya Amala. “Masih jauh, tidak akan sempat, aku tahu itu daerah macet, pastinya kita yang akan tiba lebih dahulu,” lanjutnya tanpa menanti dijawab.

“Jadi kita memeriksa Khairi atau kita bantu Yalini?” tanya Kendra. Dia melihat dengan tidak sabar ke lampu merah yang belum juga berganti.

“Aku sedang berusaha menelpon, ah diangkat,” kata Amala. “Syifa? Aku Amala, Kusumawardana. Kami sedang menuju ke sana, apa situasimu?” lanjutnya.

Amala tampak mendengarkan sejenak lalu jarinya menunjuk ke segitiga hitam milik Yalini di dasbor motor. Kendra mengangguk. Pada saat itu lampu lalu lintas berubah warna.

“Pegangan yang erat,” katanya dengan nada tegas.


*******


“Saut, bertahan,” kata Zakky dengan panik.

Dia berusaha mengangkat tubuh temannya yang terkulai lemas tersebut. Sulit sekali tampaknya, tidak seperti mengangkat tubuh orang yang sedang sadar. Ayana melepaskan tongkatnya lalu duduk bersimpuh di sebelah Saut.

Khairi ikut mendekat sambil memperhatikan Saut, di tangannya terdapat botol yang diberikan Yalini. Di leher pemuda itu ada luka yang melingkar, sementara di ujungnya darah tampak menetes ke tanah. Walaupun tidak ada darah yang menyemprot, tapi terlihat bahwa Saut masih terus kehilangan darah. Entah kenapa seluruh tubuh pria muda itu pucat pasi, seperti mayat yang sudah cukup lama. Fenomena ini biasanya karena darah sudah membeku. Mungkin makhluk gelap itu juga sambil menyerap energi kehidupan dari tubuhnya, tidak hanya menanti energi khusus yang muncul saat hampir meninggal, sehingga tubuh Saut tidak punya cukup energi untuk mengalirkan darah, atau mungkin juga karena energinya diambil darah Saut mengental dan mengendap di dalam tubuhnya. Di luar mencari cara menyelamatkan Saut, Khairi juga berharap bahwa energi yang diserapnya tidak cukup untuk berubah, jika tidak Yalini mungkin akan kesulitan dan bisa saja makhluk itu kembali untuk menyerang mereka.

“Apa, apa yang terjadi,” Daffa tampak kaget.

Tampak tubuh Saut seperti berbayang lalu mengganda, seperti ada dua Saut yang saling menumpuk. Khairi memahami apa yang terjadi, sukma Saut sedang dalam proses akan berpisah dari tubuhnya. Dia pernah mengalaminya sendiri. Hanya saja dia melakukan itu dalam keadaan khusus, tubuhnya baik-baik saja. Khairi telah membuka botol di tangannya, di dalamnya ada kapsul transparan berisi cairan. Tadinya dia berpikir bahwa botol itu dapat menyelamatkan Saut, tapi bagaimanapun tidak mungkin dia bisa meminumkan kapsul tersebut ke tubuh yang sudah hampir tidak berfungsi sama sekali.

Terdengar suara ponsel berbunyi dan Syifa langsung mengangkatnya sambil berkata cukup keras, ”Kak Amala.”

Khairi terus menatap Saut. Dia berkonsentrasi, mata ketiganya bersinar kembali, tampak benang-benang halus yang berkilau seperti emas menjalar dengan cepat menuju leher yang luka tersebut. Khairi mencoba memasukkan salah satu benang ke dalam luka. Bisa. Tapi setelah itu tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia yakin seharusnya dia bisa melakukan sesuatu tapi dia tidak tahu bagaimana harus bertindak. Saat-saat seperti inilah Khairi benar-benar menyesali bahwa dia tidak memiliki guru yang bisa mengajarkannya mempergunakan kekuatannya secara maksimal.

“Aku coba pernapasan penyembuhan itu ya, Khai,” terdengar suara Ayana. Suara itu seakan agak mengawang.

Gadis itu sejak tadi telah mengganti duduknya menjadi bersila di sebelah tubuh Saut. Punggungnya tegak dan matanya tertutup, serta pernapasannya tampak tenang dan teratur. Tampaknya dia sudah masuk ke zona ideal. Tidak seperti Khairi yang sudah mudah sekali masuk ke kondisi tersebut, Ayana masih butuh waktu cukup lama.

Ayana meletakkan telapak tangan kanannya di dada Saut, di atas jantungnya. Dia membayangkan energinya bergerak menuju jantung pria itu dan mengalir ke seluruh tubuhnya. Sulit sekali, tapi dia tidak mau menyerah. Perlahan tangannya berpendar merah.

Khairi mencoba mengirim benang emasnya ke arah titik tersebut, dia merasakan bahwa energi hangat milik Ayana mulai masuk ke tubuh Saut, tapi sepertinya tidak terlalu efektif, ada sesuatu yang kurang.

“Aku ikut. Kak Amala, speaker phone,” kata Syifa sambil buru-buru duduk di sisi yang berlawanan, sambil menyuruh Zakky bergeser ke arah kepala Saut.

Gadis itu meletakkan ponselnya di tanah di antara dirinya dan Zakky. Dia pun mulai memusatkan konsentrasi, tampaknya dia sudah lebih terbiasa dari Ayana, karena dalam waktu yang tidak terlalu lama dia sudah menjulurkan tangan ke depan dan meletakkannya di dada kanan Saut, di seberang Ayana. Tampak tangan gadis itu berpendar hijau. Pendarnya menyentuh benang emas Khairi. 

“Syifa, pindah ke sebelah Ayana,” mendadak Khairi berkata. “Tempel tangan kalian,” perintahnya.

Khairi mendadak memiliki firasat. Inilah yang kurang, tipe energi tiap orang berbeda, mungkin energi Syifa lebih cocok untuk penyembuhan.

Syifa tidak berkomentar, dia langsung berpindah ke tempat tersebut sambil mempertahankan intensitas napasnya. Tangannya yang masih terus berpendar hijau ditempelkan di sebelah tangan Ayana. Khairi menambahkan larik benang emas dari mata ketiganya ke lokasi tersebut. Dia pun duduk bersila di seberang kedua gadis itu, di tempat Syifa bersila tadi. Dia melihat bahwa pendar cahaya dari tangan kedua gadis itu tidak bisa mencapai organ yang dituju. Jantung. Jika mereka bisa mencapai jantung, mungkin peredaran darah bisa dipulihkan. Mereka benar-benar berlomba dengan waktu, bayangan sukma Saut terlihat makin nyata dan mulai ada jarak dengan tubuhnya.

“Haloo, update dong,” terdengar suara Amala dari ponsel.

“Syifa, Khairi dan Ayana lagi duduk bersila, matanya ditutup, duh gimana jelasinnya ya? Daffa, jadiin video call aja, cepetan,” Zakky berinisiatif menjawab.

Daffa dengan cepat mengambil ponsel Syifa lalu menekan tombol untuk mengubah mode panggilan ke video call. Tampak wajah Amala tampil setelah gadis itu menerimanya. Daffa mengubah menjadi kamera belakang lalu mundur sedikit agar Amala dapat melihat semua yang terjadi.

“Wah, padahal kalian bertiga belum dilatih. Tapi sebenarnya apa yang kau mau lakukan? Jika makhluk tadi beracun dan racunnya sudah sampai jantung, aku ikut menyesal, tapi sepertinya tidak ada harapan,” terdengar suara Amala dari ponsel. Dia dapat melihat dengan jelas pendar cahaya emas dari mata ketiga Khairi dan pendar dwi warna dari kedua gadis yang lain. Dia tahu mereka sedang berusaha menyelamatkan temannya, tapi bagaimana pun ada hal-hal yang sudah tidak mungkin dilakukan. Bahkan jika dia dibawa ke rumah sakit, luka fisik ditambah serangan supranatural seperti ini kemungkinan akan gagal diselamatkan.

Saat itu Khairi sedang sibuk berusaha menjalin benang emasnya di sekitar kedua pendar cahaya milik temannya, membentuk semacam corong. Perlahan-lahan cahaya hijau dan merah itu membentuk semacam spiral dan bergerak ke arah jantung.

Sampai,” Khairi bersorak dalam batin saat paduan ketiga warna energi itu akhirnya sampai ke jantung.

Hanya saja kegembiraannya langsung pupus saat melihat pendar lain di sana, biru kehijauan. Darah makhluk itu sudah sampai ke jantung juga. Cukup wajar sebenarnya, makhluk itu melukai dan memegang leher Saut dengan tangan yang sedang dalam keadaan terluka juga. Cahaya hijau dan merah itu bertemu dengan zat biru kehijauan di dalam jantung Saut. Perlahan-lahan pendarnya memudar dan akhirnya hilang. Khairi menggelengkan kepala. Terlalu lama, pemeriksaannya menemukan jejak pendar itu di seluruh peredaran darah Saut.

Bereskan dari sumbernya dulu,” pikir Khairi.

Gadis itu membuka mata. Dia ingin menyimpan Attarnya yang tinggal sedikit sekali, tapi ini satu-satunya harapan Saut. Bagaimanapun nyawa manusia lebih penting. Tangannya dijulurkan ke depan dan memunculkan botol berisi Attar yang sudah hampir habis, lalu gerakannya terhenti. Khairi mengedipkan matanya beberapa kali. Tidak salah. Dia tidak salah lihat. Dia juga tidak salah ingat. Tadi Attarnya sudah tinggal sedikit. Mengapa sekarang sudah kembali setengah penuh? Mungkinkah botol berisi Attar ini tidak bisa habis? Bisa terisi kembali seiring berjalannya waktu?

Lihat selengkapnya