Terawang

Catalysh
Chapter #25

Takdir (Bagian Kedua)

“Kak Divit kenapa?” tanya Khairi.

Divit tampak memandang Saut dengan tangan terlipat. Wajahnya tampak berkerut, berpikir keras.

“Sebelum meninggal aku kan mahasiswa kedokteran, tapi bagaimana aku bisa membantu ya? Kalau tidak punya tubuh begini memeriksa langsung juga nggak bisa,” Divit seperti berkata pada dirinya sendiri.

“Khai, apa yang bisa kami lakukan?” tanya Zakky.

“Kita perlu semacam tandu, yg bisa dibawa dua orang. Biar Kak Zakky dan Daffa menggotong, kami bertiga melindungi,” kata Khairi. 

“Aku tadi lihat di sana ada yg bisa kita pakai,” kata Daffa sambil berlari.

Zakky meletakkan kepala Saut pelan-pelan lalu berdiri dan berlari menyusul Daffa.

“Aku cuma bisa bilang sepertinya kondisinya menjadi stabil tapi tidak beranjak membaik,” Divit melanjutkan observasinya. 

Khairi kembali berkonsentrasi, sekali lagi muncul benang-benang halus dari mata ketiganya. Dia memeriksa dua lokasi sekaligus, daerah sekitar jantung dan daerah sekitar luka. Tidak ada masalah, kedua lokasi tersebut sudah bersih dari lendir biru kehijauan.  Sukma Saut juga sudah tidak berusaha melepaskan diri, tapi kondisinya seperti mati suri. Energi yang dimasukkan oleh Ayana dan Syifa masih terus menyebar di tubuh Saut, tapi tidak ada perubahan. Waktu seakan berhenti di tubuh Saut.

Khairi menatap ke arah Divit. Dia ingin bertanya, tapi tidak tahu harus mulai dari mana. Saat itu Divit menolehkan kepala kepada Khairi, dia menggeleng dan mengangkat bahu, lalu kembali menatap Saut dengan serius. 

Jalan buntu lagi,” Khairi mengeluh dalam hati.

Sesaat gadis itu bimbang. Manakah hal yang harus didahulukan? Apakah aman untuk memindahkannya saat Saut dalam keadaan seperti itu? Selain itu, jika terjadi pertempuran apa yang harus diprioritaskan? Keselamatan mereka? Keselamatan Saut? Dia tidak ingin terpaksa harus mengambil sebuah keputusan. Dia tahu, jika itu sampai terjadi, tak satupun keputusan itu akan terbebas dari rasa menyesal yang berkepanjangan. 

One Draw,” kata Khairi dalam hati. Mungkin ada petunjuk yang dapat membantu, waktu yang tersedia sangat singkat.

Gadis itu menjulurkan tangan ke depan. Satu kartu muncul di tangannya dalam keadaan tertutup. Gadis itu membalikkan tangannya. Tampak gambar kartu yang pernah keluar waktu Khairi meramal Zakky, The Tower. Bahkan posisinya sama yaitu reversed atau terbalik. Hanya saja waktu itu Khairi masih mempergunakan kartu pamannya, sehingga gambarnya sedikit berbeda dan ada juga detail yang ada di salah satu kartu dan tidak ada di kartu yang lain. Sebagai contoh, yang sama adalah menara yang berdiri di atas pondasi yang tidak kuat, dikelilingi oleh awan. Yang berbeda, di bagian atas menara di kartu milik pamannya terdapat mata seperti mercusuar yang memancarkan sinar ke kiri dan ke kanan, ini tidak ada di kartu miliknya. Begitu juga di kartu miliknya ada gambar dua orang yang terjatuh dari puncak menara, ini tidak ada di kartu milik pamannya.

Khairi menatap kartu itu sambil berpikir. Dalam posisi terbalik, kartu ini umumnya berarti bencana yang dapat dihindarkan. Dalam kondisi normal justru bencana itu tidak dihindari karena pondasi yang tidak kuat suatu saat menara itu tetap akan runtuh, tapi keruntuhan itu bisa menjadi dasar untuk perubahan menuju hal yang lebih baik. Apa yang hendak disampaikan kartu tersebut? Apakah sekedar penyemangat bahwa bencana malam itu dapat dihindari? Apakah seperti kartu sebelumnya yang pernah muncul dalam ramalan Daffa dan Saut, menunjuk pada seseorang dalam kelompok mereka. Jika ya, tentu mengarah pada Zakky. Tapi tunggu, kartu ini tidak pernah muncul sebelumnya, yang muncul adalah kartu milik pamannya.

Jika fokus pada perbedaan ada mata pada kartu Oom Kafi dan dua orang yang jatuh pada kartuku. Jika fokus pada persamaan ada pada pondasi menara yang tidak kuat,” Khairi berpikir sambil memeriksa keadaan sekitar. Yalini sudah sangat dekat.

Saat itu Zakky dan Daffa kembali sambil membawa barang yang menurut mereka bisa digunakan sebagai tandu.

“Ay, Syifa, kalian harus bisa meneruskan memberi energi dengan mata terbuka. Dicoba ya,” kata Khairi kepada kedua temannya.

Kedua gadis itu membuka matanya hampir bersamaan. Sekilas mereka saling berpandangan, lalu perhatian dialihkan pada tangan masing-masing. Sepertinya mereka dapat mempertahankan konsentrasinya, hanya saja warna pendar merah dan hijau tersebut terlihat melemah. Memang tidak mudah mempertahankan kondisi ideal dengan mata terbuka.

Khairi mengangguk pada Zakky dan Daffa yang melihat kepadanya, menanti persetujuannya untuk mulai memindahkan Saut ke tandu darurat yang mereka bawa. Kedua pria muda itu meletakkan kain yang sudah diikat ke sepasang tongkat di sebelah Saut. Zakky memberi aba-aba dan mereka berdua memindahkan Saut ke atas tandu. Ayana dan Syifa mengikuti pergerakan itu, tangan mereka berusaha tidak meninggalkan posisi di atas jantung. Khairi dengan benang-benang halus dari mata ketiganya tetap memantau secara ketat.

Khairi mengacungkan jempol, kerja sama mereka cukup efisien. Mata ketiganya dapat memastikan hal itu, hanya pada waktu Zakky dan Daffa meletakkan Saut di tandu kebetulan secara bersamaan tangan kedua gadis itu bergeser sedikit dan energi merah dan hijau itu jatuh ke tempat lain.

Jatuh? Mata dan jatuh?” Khairi tiba-tiba menyadari sesuatu.

Bukankah itu yang digambarkan kedua kartu tersebut. Mata yang seperti mercusuar itu adalah mata ketiganya, sedangkan kedua orang yang jatuh itu adalah energi merah dan hijau dari kedua temannya. Kemana jatuhnya kedua energi tadi? Kalau di gambar mereka jatuh ke air di bawah menara yang pondasinya tidak kuat tersebut.

“Ayana, Syifa,” kata Khairi kepada mereka. “Geser sedikit tangannya ke bawah ya, aku ada dugaan tertentu,” lanjutnya.

Kedua gadis itu langsung menuruti permintaan itu tanpa bertanya. Kepercayaan mereka pada kepemimpinan Khairi tampaknya sudah cukup mutlak. Khairi menelusuri turunnya energi, gadis itu menggelengkan kepala. 

Saat itu Yalini muncul dari sela-sela gedung di kejauhan. Dia mempercepat geraknya mendekati mereka.

“Gesernya ke tengah sedikit ya,” kembali Khairi memberikan komando. Dia melambai ke arah Yalini.

Kali ini sebagian kecil energinya seperti tertarik ke satu titik di dekat ulu hati. Khairi serasa ingin menepuk jidatnya sendiri. Mengapa dia tidak berpikir dari tadi. Energi tubuh Saut hampir habis tersedot makhluk itu. Mereka harus mengisinya kembali, tapi bukan dari jantung. Mereka harus mengisinya di pusat tempat penyimpanan. Dantian. Khairi ingat teori dari pamannya, jika kapasitasnya sudah terisi penuh. Energi akan otomatis luber ke meridian dan pada akhirnya membuka jalur energi tubuh, memenuhi dantian berikutnya. Petunjuk dari kartunya adalah sekaligus persamaan dan perbedaan, dantian adalah pondasi tubuh. Menghindari masalah seperti yang dimaksud kartu The Tower tentunya adalah dengan memperbaiki pondasi menara yang lemah, energi Saut yang kosong harus diisi dari titik kunci, titik awal pernapasan seperti yang dicantumkan dalam teks yang mereka ada di sana. Kedua temannya pun tampak memahami apa yang terjadi, mereka langsung menggeser tangan ke lokasi yang tepat. 

Khairi berpindah ke sebelah kepala Saut lalu berkata, “Saut, dengar, refleks dari tubuhmu memang menyerap energi ke dantianmu. Tapi itu sedikit sekali, dan tidak akan mencapai tujuan yang kita inginkan. Harus kau yang melakukannya sendiri. Aku akan memberi petunjuk padamu, kau lakukan ya, ini satu-satunya harapan agar kau selamat.”

Khairi menjelaskan metode pernapasan yang dipelajari dari pamannya pada Saut. Dia berharap bahwa Saut dapat mendengarkannya. Bagaimanapun sudah ada sedikit pergerakan di mata Saut menandakan bahwa sukma dan raganya sudah menyatu. Jika dia memang dalam keadaan mati suri tapi kesadarannya sebenarnya aktif maka seharusnya dia dapat mendengarkan penjelasannya.

“Metodemu agak berbeda dengan metode standard Keluarga ya, Khairi,” kata Yalini yang sudah bergabung di tengah penjelasan Khairi. Gadis itu menunggu sampai Khairi selesai baru berkomentar.

Khairi mengangguk. Dia terus memperhatikan reaksi Saut. Energi dari Ayana dan Syifa masih menyebar di sekitar lokasi tersebut, hanya sedikit yang tertarik ke dantian. Mendadak Khairi tersenyum.

“Betul, Saut, lanjutkan,” kata gadis itu dengan lega. “Konsentrasi terus dan lanjutkan, kami akan membawamu ke tempat aman, kau jangan berpikir tentang apapun, lanjutkan saja seperti sekarang. Begitu fungsi tubuhmu mulai kembali coba padukan dengan pernapasan yang tadi aku ajarkan,” papar Khairi lebih lanjut.

“Aku cuma meminta Saut membayangkan energi yang tersebar di tubuhnya mengumpul di dantian, fungsi tubuhnya belum kembali, darahnya hampir tidak mengalir, harapan kita hanyalah memperbaiki jalur energinya dan tubuhnya otomatis bereaksi setelah itu terjadi,” kata Khairi pada Yalini.

“Satu-satunya mahasiswa kedokteran di tim ini sama sekali tidak bisa membantu,” kata Divit dengan sedih. “Sepertinya aku harus belajar kedokteran Timur juga supaya ada gunanya,” dia seperti sedang merenung.

Yalini menatap Divit dengan perasaan sedikit bercampur aduk. “Aku minta maaf, aku tahu akulah yang menyebabkan kau meninggal. Waktu itu untuk mengejar makhluk yang sedang kita hadapi sekarang-” dia terdiam sebelum melanjutkan, ”Aku akan sangat berhati-hati agar tidak ada korban lagi di masa depan. Harapanku adalah kamu bisa tenang dan menyeberang ke alam selanjutnya.”

“Dimaafkan,” kata Divit dengan santai. “Soal menyeberang, nanti dulu deh, kita butuh semua orang untuk melawan makhluk itu kalau dia datang,” lanjutnya dengan nada serius.

“Kak Zakky, Daffa, kita jalan,” kata Khairi.

Kedua temannya itu mengangkat tandu darurat yang mereka buat dan mulai berjalan menuju tujuan mereka semula, gedung lama tempat makhluk netral purba yang pernah ditepuk bahunya oleh Khairi.


*******


“Yalini sudah bergabung dengan kelompok Khairi,” kata Amala. “Eh kok lewat sini?” tanyanya pada gadis di hadapannya.

“Percaya saja padaku,” kata Kendra sambil tertawa dan terus memacu motornya.

Lihat selengkapnya