“Terakhir bertemu ceritaku baru sampai menemukan sarang makhluk itu ya?” tanya Kendra sambil menambah lauknya lagi.
Mereka masih menunggu beberapa waktu sebelum melanjutkan perjalanan untuk menemani ketiga teman mereka makan. Tampaknya makanan yang dipesan berlebih oleh para teman laki-laki akan berhasil dihabiskan.
“Kalian super sibuk minggu lalu. Kita cuma bertemu sekali kan,” kata Ayana.
“Ini ada hubungannya dengan penemuan sarang itu,” kata Amala. “Karena Khairi menyampaikan bahwa ada yang memberi energi pada makhluk itu, timnya Kieran menonton seluruh rekaman CCTV di sekitar sarangnya. Mereka menemukan memang ada orang yang datang dan masuk ke sana. Mereka lalu lanjut menonton sampai sebulan ke belakang, termasuk semua CCTV yang lain. Orang tersebut ternyata beberapa kali datang. Dia juga lah yang membawa korban yang dilihat Yalini. Sepertinya orang itu ditipu olehnya,” lanjutnya.
“Begitu tahu bahwa ada kesengajaan seperti ini, Aliansi menjadi gempar. Seminggu ini banyak sekali orang yang ditugaskan menonton CCTV dari berbagai lokasi yang lain yang diperkirakan ada makhluk gelap,” kata Kendra dengan bersemangat. “Hasilnya, minggu ini kami dan beberapa tim lain benar-benar sibuk. Ternyata tidak hanya di kampus kalian orang yang mencurigakan itu muncul,” dia kembali menambah lauk, tampaknya lapar sekali.
“Tim kita saja sudah melawan tiga makhluk gelap itu seminggu terakhir ini,” kata Yalini. “Untungnya mereka belum sampai Fase Infestasi. Sebetulnya aku sendiri cukup sih,” lanjutnya sambil tertawa kecil.
“Kita nyaris masuk siaga satu kemarin ini,” kata Amala sambil melotot pada Yalini. “Kekuatan tim kita itu sudah sangat minimal, dan banyak tim siaga yang siap datang dalam rentang waktu lima sampai lima belas menit ke lokasi. Jangan sombong, kita masih belum sanggup melawan yang masuk fase infestasi,” kecamnya pada Yalini.
“Kan sudah pernah,” kata Yalini enteng. “Makanya harusnya kita mengajak Khairi dan Ayana juga kemarin ini. Syifa juga, kalau dia nggak sedang mempersiapkan pertunangan,” lanjutnya. Dia juga sibuk menambah lauk.
“Ada satu tim kan yang menemukan makhluk yang baru masuk ke Fase Infestasi. Nyaris ada korban, untungnya tim siaga cepat sekali datang dan ada dua orang tingkat menengah dalam tim itu,” kata Amala. Dia sudah selesai makan. “Agak bangga juga kemarin kita bisa mengalahkan lawan kita itu. Tapi aku tidak mau takabur. Terus terang memang belum saatnya kita melawan mereka, perjalanan kita masih panjang,” lanjutnya sambil menatap dalam-dalam pada Yalini.
“Ya deh,” kata Yalini menyerah. “Tapi kalau minggu depan masih sesibuk ini, aku usul kita minta tambahan anggota. Energiku tidak akan pulih sepenuhnya kalau harus dua hari sekali melawan mereka. Khairi dan Ayana saja, kita kan sudah cocok. Kalian mau kan?” tanya Yalini.
“Mau banget,” jawab Ayana. Khairi di sebelahnya ikut mengangguk.
“Iya, kami mau, tapi apa kami sudah siap? Masih banyak sekali hal mendasar yang harus dipelajari. Ayana juga masih harus ke dunia itu untuk pertama kalinya,” timpal Khairi.
“Minggu ini ada semacam mobilisasi umum. Anggota inti maupun pendukung Keluarga yang punya bakat direkrut dan mulai dilatih. Bahkan beberapa yang sudah pernah ditolak karena dianggap bakatnya masih di bawah standar ikut dipanggil kembali,” papar Kendra.
“Kalian masih mempertimbangkan ya?” tanya Amala. Tanpa menunggu jawaban dia melanjutkan, “Usulku pikirkan baik-baik, jangan merasa diburu-buru. Komitmen ke Keluarga itu hal yang sangat berat, harus dipertimbangkan semua aspek positif maupun negatifnya. Jangan sampai kalian terlalu cepat mengambil keputusan lalu menyesalinya nanti. Peperangan ini seperti marathon bukan sprint seratus meter.”
Khairi mengangguk dan tersenyum. Dia sangat menghargai bahwa Amala masih memikirkan mereka saat memberikan usul. Orang lain mungkin akan sibuk membujuk dia dengan segala cara. Menyenangkan sekali rasanya, tindakan Amala justru membuatnya sadar bahwa memang ada ikatan kekeluargaan yang tidak terputus antara mereka semua.
*******
“Sayangnya Amala dan yang lain tidak dapat bergabung dengan kita ya,” kata Khairi sambil menaiki mobil.
Ketiga teman mereka tersebut memang datang ke rumah makan itu untuk bergabung dengan rombongan Kusumawardana. Menurut Kendra ada sebuah misi penting yang mereka harus lakukan sebelum datang ke perkebunan Syifa. Mereka tidak menceritakan detailnya, hanya saja tampaknya misi tersebut serupa dengan yang mereka lakukan seminggu terakhir. Keberadaan tim pendukung dari Kusumawardana yang dipimpin langsung oleh Ibu Medha menunjukkan bahwa misi tersebut cukup berbahaya. Khairi menduga bahwa sasaran mereka mungkin hampir atau sudah masuk fase infestasi.
“Aku jadi kepingin ikut misi-misi seperti itu, Khai,” kata Ayana yang sudah lebih dulu duduk di tempatnya.
“Kau harus bisa meyakinkan ayahmu,” kata Khairi dengan wajah serius. “Aku juga harus berbicara dengan ayahku sepulang dari sini. Aku akan butuh sarannya, Oom Kafi dan Kak Ajani sebelum memutuskan. Mungkin aku juga akan berbicara sekali lagi dengan Ibu Medha,” lanjutnya sambil menatap ke luar jendela.
Sesaat kedua gadis itu terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Pak Soleh dan Zakky di kursi depan berbicara dengan suara pelan, tidak ingin mengganggu mereka. Daffa dan Saut membawa semacam pemegang ponsel yang dapat dikatakan ke kursi di depannya dan mereka asyik menonton TikTok bersama Divit. Saut menjadi semacam penerjemah antara kedua kakak adik yang sudah berbeda alam itu. Walaupun begitu sepanjang perjalanan mereka tidak melupakan latihan pernapasannya. Daffa berharap bahwa jika latihan itu berhasil, dia akan dapat melihat Divit tanpa perlu Attar dari Khairi.
*******
“Sampai mana kita, Pak?” terdengar suara Ayana bertanya pada Pak Soleh.
Tanpa disadari kedua gadis itu tertidur sepanjang perjalanan. Bahkan ketiga teman mereka yang lain juga tertidur, termasuk Zakky yang duduk menemani Pak Soleh. Mungkin hanya Divit yang memang tidak perlu tidur yang masih bangun, sayangnya Pak Soleh tidak dapat melihat dan berbincang-bincang dengannya.
“Sedikit lagi Non, setelah lewat jembatan itu kita sudah masuk wilayah perkebunannya. Dari sini ke rumah utama mungkin sekitar lima menit,” suara pak Soleh terdengar oleh Khairi yang mendusin.
“Sudah bangun, Khai?” tanya Ayana sambil menoleh. “Bangun, bangun, dasar cowok-cowok pemalas, sampai kapan mau tidur,” katanya dengan suara keras sambil menyeringai.
“Ay, Kak Divit sampai melompat tuh karena kaget,” canda Khairi.
Ayana hanya tertawa kecil sambil mengambil ponselnya.
“Aku mau WhatsApp Syifa ya, kasih tahu kita sudah hampir sampai,” wajahnya terlihat senang.
“Kita beneran diajak makan lagi?” tanya Saut.
Khairi dan Ayana menoleh ke arah teman mereka itu.
“Sudah lapar lagi? Tapi yang ini aman sih, nggak pakai pesan seperti di restoran,” kata Khairi. “Untung yang tadi akhirnya gratis ya, dianggap pengeluaran Keluarga,” katanya sambil tersenyum simpul.