Terbakar Delusi

Tiwi Kasavela
Chapter #4

KEPASTIAN

Sunday Walking Street, Chiang Mai 13 Januari 2007

Sepasang kekasih, itulah label yang diberikan untuk Phia dan Kim. Gosip sangat cepat tersebar di media elektronik. Beberapa wartawan menghubungi Phia untuk mengkonfirmasi hubungannya dengan Kim.

“Phia, bisa anda ceritakan bagaimana perkenalan anda dengan Kim?”

“Sudah berapa lama anda berhubungan dengan Kim?”

“Apa ada rencana menikah dalam waktu dekat ini?”

Pertanyaan demi pertanyaan yang terlontar baik lewat pesan maupun secara langsung.

Sehingga Phia lebih suka bertemu dengan Kim di luar negeri, karena tidak banyak yang mengenal mereka.

Memang sejak pertemuan di acara Fashion Show di Singapura, setengah tahun lalu. Membuat hubungan di antara Phia dan Kim benar-benar dekat. Hampir setiap hari Kim selalu menghubungi Phia. Ya, bahkan setiap malam menjelang tidur, Kim menelepon Phia hanya untuk sekadar mengucapkan selamat malam, berkabar tentang kegiatan harian dan rencana esok hari.

Meskipun mereka terpisahkan jarak, waktu dan kesibukan.

Phia yang harus melakukan banyak agenda pemotretan, dan shooting film. Sementara Kim juga yang sibuk dengan desain, Fashion Show dan mengisi seminar tentang busana di beberapa negara. Mereka tetap selalu menyempatkan diri untuk bertemu.

Setidaknya setiap dua minggu sekali, di akhir pekan. Selepas urusan desain-mendesain di Bangkok, Thailand. Kim dan Phia mencoba masakan-masakan khas kuliner di SundaybWalking Street, Chiang Mai.

“Bisa menjadi desainer sehebat ini, sebetulnya kamu terinspirasi oleh siapa?” tanya Phia sambil menikmati sajian khas tradisional Thailand.

“Aku suka dunia mode dari kecil, dan mulai mengenal Giorgio Armani sejak sekolah dasar.”

“Armani, wow desainer dunia yang terkenal itu!”

“Ya, Giorgio Armani sebetulnya lebih fokus pada pakaian pria.

Tapi yang aku suka adalah karena desain dia selalu terkesan mewah, unik dan menawan. Dia sangat detil dan pandai dalam memberikan proporsi bagi setiap orang yang menjadi modelnya. Dia bahkan mendirikan perusahaan mode di Italia dan mendunia. Tapi Phia, tentu dia juga mengalami banyak hambatan sebelum dia sukses dan karyanya dikagumi orang. Dia desainer yang cerdas dan tangguh, aku terinspirasi banyak darinya.”

“Ah ya, menarik juga.”

“Kamu mulai tertarik dengan mode?” tanya Kim.

“Haha... aku hanya penasaran dengan pekerjaanmu.”

“Oh iya, ada desainer yang aku sukai lagi dan dia juga sangat dikenal. Namanya Coco Chanel, produknya bahkan merajai dunia mode, dan dirinya ditulis pada Majalah Time sebagai The Most Important People of The Century. Kalau kamu ingin tampil lebih elegan dan punya gaya yang berbeda dari kebanyakan orang, coba cek produk-produk dari Chanel.” tambah Kim.

“Ah iya, apa dia seorang wanita yang tangguh juga, Kim?”

“Tidak ada satupun orang sukses yang tidak tangguh, Phia.

seingatku Chanel melajang seumur hidupnya, meskipun dia sangat

cantik. Dia sempat dekat dengan beberapa laki-laki seperti Etienne

Balsan, Kapten Vann Capel, juga bangsawan Inggris namun semuanya tidak ada yang menjadi suami Chanel.”

“Wah, lalu bagaimana cerita jatuh bangunmu sebagai seorang desainer?” goda Phia.

“Ya, aku mungkin sering merasa sepi dan rapuh, tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu dan terbiasa kerja keras sejak kecil, membuatku sering merasa kosong. Selepas SMP dan pergi ke Eropa, aku mulai hidup semakin tidak karuan, seks bebas, pergi ke diskotik dan mengkonsumsi narkoba pun pernah kucoba. Untung itu tidak berlangsung lama. Sejak bertemu Alison, aku mendapatkan banyak perhatian dan berubah menjadi pribadi yang lebih teratur. Menjadi religius, setidaknya pergi ke gereja setiap minggu atau membaca Alkitab waktu senggang, agar dapat memahami dan mengimplementasikan firman Tuhan. Hidupku lebih baik sekarang, meski sempat hancur karena kepergian Alison.” Kim bercerita lagi.

Begitulah Kim, laki-laki itu sering menyinggung-nyinggung nama Alison, Kim bercerita bahwa Alison mengajari Kim banyak hal.

Dimulai tentang cara mencintai hidup, berprestasi dalam dunia pendidikan hingga membangun karir.

Phia tahu, bahwa cinta Kim kepada Alison adalah cinta yang mengabadi. Sehingga Phia merasa masih ada jarak diantara mereka berdua. Seperti dirinya yang juga diam-diam masih menyimpan nama Vann di dalam hati. Phia tidak tahu apakah hubungan seperti ini pada akhirnya akan benar-benar membawa pada perasan cinta?

Kim yang selalu terobsesi pada Alison dan dirinya yang tidak pernah dapat melupakan Vann yang sudah meninggalkan dan mengabaikannya tanpa kepastian. Meskipun interaksi diantara Phia dan Kim sangat dekat.

“Phia, sejak kehilangan Alison, semangat hidupku serasa ikut mati bersamanya. Tapi semenjak bertemu kamu, aku merasa hidupku telah kembali, terimakasih ya,” ucap Kim lagi.

Phia hanya tersenyum, dia tahu bahwa Kim laki-laki yang sangat baik. Meski selalu merasa sendirian dan kadang melankolis.

Tapi Kim adalah pria muda yang dewasa, pintar dan sukses.

Setelah makan, mereka pun memutuskan untuk berjalan-jalan dan melihat-lihat lukisan, hiasan dinding atau juga aksesories yang dijual di sepanjang pasar. Kebetulan selera seni Kim dan Phia pun cenderung mirip, mereka suka lukisan surealisme dan beberapa kerajinan tangan yang khas.

Sore itu, Kim menghadiahkan dua buah lukisan untuk Phia dan berlanjut dengan berfoto beberapa kali lalu berjalan pulang sambil berpegangan tangan, mesra sekali.

***

Bandung, 1 Juni 2007

“Sabar, Adel! Sabar!” ucap Phia berusaha menahan Adel yang terus menangis menahan isak.

Lagi...lagi Adel dikecewakan oleh William. Entah bagaimana seharusnya Phia mengatakan kepada Adel bahwa William bukan laki-laki yang baik. Tentu saja karena William adalah seorang pemabuk, pecandu narkoba, dan yang lebih parah suka bermain dengan banyak perempuan. Tapi rupanya cinta Adel membuta.

Lihat selengkapnya