Bangkok, 15 September 2012
Minggu-minggu yang seperti biasanya, kali ini Phia pergi ke Bangkok untuk melakukan beberapa pemotretan dan setelah itu berlanjut dengan acara lomba Fashion Show. Dia tidak akan menggunakan pakaian tertentu untuk kemudian berjalan di atas panggung kali ini, melainkan dia diundang sebagai dewan juri untuk menilai model-model yang mengikuti perlombaan. Maklum Phia, sudah dikenal sebagai model yang melanglang buana dan digemari banyak orang. Dia sudah pantas sebagai penilai karena memang Phia sudah sangat berpengalaman di dunia modelling.
Phia tahu bahwa hari ini Kim juga akan hadir, karena beberapa rancangannya digunakan oleh beberapa model yang membuka acara lomba tersebut. Ada perasaan senang sekaligus gamang yang melingkupi hati Phia, karena dia sudah lama tidak melihat laki-laki itu. Terakhir kali mereka bertemu adalah di Pulau Tidung, bersama Adel saat mereka terlibat percekcokan.
Seolah mengambang, sejak kejadian itu mereka benar-benar tidak pernah bertemu lagi. Phia pun tidak pernah mencari kabar dari Kim atau Adel. Terlebih karena Phia sangat sibuk, dan dia juga telah memiliki Vann yang selalu setia mendampinginya.
Acara berlangsung dengan cukup meriah, namun dari awal sampai akhir, Phia tidak melihat tanda-tanda keberadaan Kim.
Entah dimana Kim berada sebetulnya, namun Phia dengan jelas mengetahui bahwa nama Kim Alexish berkali-kali disebut saat baju-baju rancangannya di peragakan oleh beberapa model.
“Kim” Nama itu terus-menerus terbesit di hati Phia.
Sesaat setelah acara selesai, beberapa wartawan sempat mendatanginya dan bertanya bagaimana perasaanya berada di acara yang sama dengan mantan kekasihnya, Kim? akankah mereka berpacaran lagi?
Menanggapinya Phia hanya tersenyum dan berlalu. Selama ini memang media tidak melacak hubungannya dengan Vann. berbeda dengan Kim yang memang seorang desainer terkenal, sehingga ketika mereka dekat gosip begitu mudah tersebar. Sementara Vann, tidak terlibat sama sekali dalam dunia hiburan, dan Phia juga tidak pernah mengumbar-ngumbar hubungannya dengan laki-laki itu.
Karena, Phia tidak ingin masa lalu Vann juga akan terbongkar dan menjadi konsumsi publik. Sehingga pada akhirnya akan menimbulkan gangguan di dalam hubungan mereka. Vann juga jarang sekali menemani aktivitasnya, karena laki-laki itu sibuk membangun bisnis bersama Om Hendrick. Sementara dulu Kim, bahkan menungguinya dan menjemputnya pulang.
Entahlah, Phia benar-benar ingin menyembunyikan Vann dari dunia luar, untuk menjaga privasi dan keamanannya, sehingga jika ada wartawan yang yang bertanya apakah dia sudah berkekasih lagi atau belum. Maka Pia selalu menjawab bahwa dia masih melajang.
Phia menghela nafasnya panjang dan bergegas menuju kamar hotelnya, karena lelah. Namun saat dia berjalan cepat, sebuah tangan menyentuh bahunya. Dan seketika Phia refleks menoleh karena terkejut.
“Kim.” suara Phia tertahan di kerongkongan, jantungnya terasa mau berhenti ketika melihat laki-laki yang mengganggu pikirannya sejak tadi, sudah ada di hadapannya.
“Phia,” ucap Kim menatap matanya tajam, mata yang sudah lama tidak dipandanginya, mata lelaki yang lebih sering terlihat sayu dan nanar setiap kali Phia menatapnya.
“Phia, apa kabar?” tanya Kim, dan memberikannya sebuah senyuman.
“Aku baik-baik saja, kamu bagaimana, Kim?” balas Phia, masih dengan rasa keterkejutannya.
“Baik tapi mungkin tidak sebaik dirimu, kariermu semakin melejit akhir-akhir ini,” komentar Kim dan masih menatap Phia lamat-lamat.
“Ah memangnya kamu kenapa? Kamu juga Kim, bukankah sudah semakin sukses sekarang?” komentar Phia.
Kim hanya tersenyum kecil,
“Temani aku ya?!” lanjut Kim lagi, dan tanpa menunggu persetujuan Phia, laki-laki itu sudah menarik tangan Phia dan mengajaknya berjalan.
“Kim?” ucap Phia berusaha memastikan sesuatu terlebih dahulu.
“Sudahlah, ikuti saja aku,” jawab Kim, meminta Phia untuk tetap diam saja.
Kim terus berjalan sambil terus menggenggam erat tangan Phia, turun lift dan menuju tempat parkir mobil di lantai dasar hotel ini, dan kemudian berhenti di depan mobil putih, yang sangat Phia kenal sebagi mobil kesayangan Kim.
“Masuklah, Phia.”
“Kim?”
“Masuk saja.”
Phia masuk ke dalam mobil dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus bergelayut di dalam pikirannya. Kim, memang sering tiba-tiba dan penuh kejutan, tapi apa yang akan dilakukan laki-laki itu sekarang terhadapnya.
Kim melajukan mobilnya agak terburu-buru, di antara padat jalanan Kota Bangkok malam ini yang cukup ramai. Tak ada yang Phia ucapkan lagi, karena sepertinya laki-laki itu sedang tidak ingin mendengar apapun dari mulut Phia. Hingga tiga puluh menit kemudian, Kim memasuki sebuah apartemen dan membawanya ke sebuah kamar.
“Kim?”
“Phia, aku sudah lebih dari seminggu berada di Bangkok, ini apartemenku,” jelas Kim, berusaha membuat Phia lebih tenang.
“Lalu?” Phia masih belum mengerti apa yang diinginkan Kim.
“Temani aku malam ini.”
“Kim?” Phia sedikit gundah,
“Phia aku mohon,” tekan Kim terdengar memaksa.
“Tapi?” Phia masih ragu.
“Hatiku begitu bergetar hebat, saat melihatmu lagi, mengingatkanku pada kejadian lima tahun lalu saat pertama kali kita bertemu, pada acara Fashion Show, kau menggunakan salah satu rancangan terbaikku. Malam itu juga kita berkenalan, berdansa, bercerita dan dekat dalam waktu yang cukup lama. Phia, sudah tiga tahun tidak bertemu, perasaanku masih sama,” terang Kim.
Phia hanya bisa diam, kejadian-kejadian saat bersama Kim seolah diputar kembali dalam kepalanya, juga saat dia menolak permintaan Kim untuk menikah dengannya. Phia tahu, bahwa Kim sangat terluka dan dia memiliki sesal kenapa dia harus menyakiti hati laki-laki yang sudah begitu baik terhadapnya.
“Maafkan aku Kim,” kalimat itulah yang keluar dari mulut Phia akhirnya.
“Bolehkah aku memelukmu, Phia.”
Dan tanpa menunggu persetujuan dari Phia, Kim sudah memeluknya begitu erat.
Salahkah ini? apakah hal ini termasuk pengkhianatan cinta? Tapi dia juga tidak bisa menolak permintaan Kim, Phia merasa tidak tega. Mereka sudah lama tidak bertemu, akankah hanya sekadar berpelukan saja dapat membawa sebuah dosa? Phia tidak yakin jika ini adalah sebuah tindakan yang salah, toh Vann mungkin juga akan memaafkannya. Dalam adegan film pun hal ini sudah biasa dilakukannya, dan Vann tidak masalah dengan hal ini karena merupakan sebuah tuntutan profesi yang harus diikutinya, sebagaimana arahan dari sutradara dan juga alur cerita dalam naskah film.
Phia membalas pelukan Kim dan menyentuh punggung laki-laki itu.
“Kim, kamu harus bahagia,” ucap Phia perlahan.
Kim memeluknya semakin erat dan tiba-tiba saja menciumnya. Sebuah ciuman yang dipenuhi nafsu sekaligus perasaan rindu. Sedapat mungkin, Phia melepaskan pelukan dan ciuman itu, karena tidak mungkin ia mengkhianati Vann lebih lanjut lagi.
“Kenapa Phia?” tanya Kim agak kecewa, ketika Phia berhasil mendorong tubuhnya dan menghempaskannya ke sofa.
“Maafkan aku, aku tidak bisa,” Phia berusaha menenangkan dirinya yang agak kalut karena perlakuan Kim.
“Aku menginginkanmu, sangat menginginkanmu setelah menahan gejolak yang sangat lama,” tekan Kim membuat Phia semakin khawatir dengan situasi yang ada.
“Namun sekarang keadaannya berbeda, Kim,” Phia berusaha memberi alasan yang kira-kira tidak akan membuat Kim semakin terluka.
“Kenapa? apakah kamu sudah punya kekasih?” tanya Kim cukup emosi.
“Sudah.” jawab Phia cepat, dia tidak bisa berdusta. Walau bagaimanapun dia harus tetap mengatakannya.
Kim menghela nafasnya berat, laki-laki itu mengarahkan pandangannya ke sudut lain.
“Bagaimana denganmu, Kim?” Phia balik bertanya.
“Apakah kata-kataku yang sebelumnya tidak cukup jelas, bagaimana bisa aku menyukai perempuan jika aku masih mencintaimu. Kamu jahat, Phia,” tekan Kim, ada luka yang terpancar dari wajah tampannya.
“Adel, bagaimana dengan Adel?” tanya Phia gusar, sekaligus penasaran dengan sahabatnya yang sudah lama menghilang.
Kim terdiam.
“Kim?” ucap Phia, karena Kim hanya terdiam saja dengan ekspresi datar.
“Kim???” ulang Phia.
“Adel sudah lama meninggal, Phia.” jawab Phia akhirnya.
“Apa?” Phia tersentak.
Kim terdiam.