Bandung, 28 Januari 2014
Berjalan di luasnya pemakaman pagi ini, membuat Phia berpikir tentang banyak hal tentang kematian. Ya, bukankah segala hal pun akan mengarah pada satu hal yang pasti, yakni kematian.
Teringat pembicaraanya dengan Vann di mobil barusan.
“Kamu tidak usah terlalu mengkhawatirkan soal kematian Phia, kemanapun kita akan pergi nanti. Entah ke surga atau ke neraka. Yang jelas semuanya tergantung dari perbuatan kita. Jadi perbanyaklah berbuat baik atau mungkin lebih tepatnya membiasakan berbuat baik,” jelas Vann menasihatinya, Ya Vann memang pemberi petuah yang baik. Dalam setiap obrolan-obrolannya Vann selalu memberikan kata-kata renungan, mungkin karena dulunya Vann adalah seorang pembicara, khususnya tentang Ajaran Buddha.
“Heh Phia, kok malah melamun,” komentar Vann.
“Aku sedang berpikir Vann, meski begitu tetap banyak orang yang takut akan kematian,” balas Phia kemudian.
“Ya banyak faktor yang membuat seseorang takut mati. Mungkin karena dia terlalu melekati dunia ini, terjerat dengan nafsu indrawi dan memiliki rasa keakuan yang sangat tinggi. Orang juga bisa takut mati karena merasa dirinya belum banyak melakukan hal yang positif dan bermanfaat. Sehingga dia takut kalau dia mati, dia akan masuk ke dalam neraka, karena memiliki kekhawatiran yang tinggi sekali. Berbeda dengan orang yang sudah melepas, pasti dia akan santai-santai saja,” jawab Vann.
“Hem, iya juga sih.”
“Kalau ingin mati dengan tenang, hindari semua perbuatan yang mengarah pada kejahatan. Dan gemarlah membantu orang lain.”
“Apakah kamu tidak takut dengan kematian, Vann?”
Laki-laki itu tersenyum sesaat.
“Aku sudah berusaha hidup dengan baik sesuai dengan Ajaran Buddha. Kapanpun aku harus mati aku siap.”
“Tapi semoga usiamu, sepanjang usiaku.”
“Kenapa?”
“Aku tidak ingin kehilangan, dan aku takut menjadi sedih, jika kamu pergi terlebih dahulu. Aku ingin mati bersamamu, agar kita tidak pernah saling meninggalkan,” jawab Phia mengungkapkan isi hatinya.
“Phia ketika seseorang semakin pandai dalam memahami dirinya, mengerti gerak pikiran dan kesadaran, juga mengerti muncul lenyapnya emosi, maka akan semakin berkurang juga kemelekatannya terhadap sesuatu. Perlahan dia akan kehilangan segala macam jenis ketakutan. Orang-orang yang sudah bergumul dengan kehidupan dan berakhir bijaksana. Biasanya adalah orang yang sudah tidak takut dengan apapun lagi,” Vann menjelaskan.
Phia terdiam sejenak berusaha mencermati kata-kata Vann barusan.
“Sudahlah jangan terlalu dipusingkan dengan prasangka-prasangka dan hal-hal yang belum tentu terjadi. Pikirkan saja hal- hal yang positif, pasti hidupmu akan positif. Karena sebagaimana kata seorang filsuf, kamu adalah apa yang kamu pikirkan. Berpikirlah bahwa segala hal membahagiakan, maka hidupmu juga akan penuh dengan kebahagiaan.” ujar Vann lagi.
Vann bagi Phia adalah segalanya, di suatu waktu bisa menjadi seorang kakak yang akan mendengarkan dengan bijak semua keluhan-keluhannya, di waktu yang lain bisa menjadi seorang mentor yang baik, yang pandai mengarahkan tentang apa saja atau bagaimana cara menyikapi sesuatu. Dan yang terpenting Vann selalu menjadi seorang laki-laki bagi Phia, yang memberikannya banyak inspirasi dan tawa.
Phia dan Vann pun berjalan beriringan, sebelumnya mereka juga sempat membeli bunga sebagai bentuk penghargaan dan rasa rindu.
Kebetulan makam Mama Phia lebih dekat dari pintu gerbang ketimbang dari pada makam ibu Vann, sehingga mereka memutuskan untuk mengunjungi makam Mama Phia terlebih dahulu.
Phia berjalan mendekati pusara Mama, masih dengan nisan yang yang tetap terawat, hanya tanahnya saja yang mulai mengering.