TERDAMPAR DI PULAU MENEKETEHE

Andhika Wandana
Chapter #6

BAB 6 : TERJUN PAYUNG


BAB 6

TERJUN PAYUNG


Pesawat terdiam kembali.

Pintu pun mulai dibuka. Semilir angin menyelusup ke dalam badan pesawat. 

“Cepat yang sudah mendapatkan parasut segera terjun keluar!” teriak Surya memberi aba-aba.

Namun para penumpang masih merasa ragu. Malah yang ada hanya saling dorong menyuruh orang lain untuk duluan.

“Eh... Mister Felix apa-apaan sih dorong-dorong pantat segala?” ujar Hendrik merasa terganggu.

“Wah ada yang diraba-raba nih, he...he...he…” sahut Dhani tertawa cengengesan melihat tingkah Mr. Felix.

“Maaf saya cuma takut saja kok kalau paling depan,” jawab Mr.Felix dengan muka memerah.

“Sialan Lo, ngetawain gue!” ujar Hendrik mengepalkan tangannya ke arah Dhani yang menanggapinya dengan santai.

Disaat yang lainnya sedang mempersiapkan diri dan parasutnya, Pak Tino tidak memperdulikan seruan Surya. Dirinya sibuk meraba-raba lantai mencari kacamatanya yang terjatuh akibat guncangan tadi. 

Pintu pesawat masih terbuka. Namun belum ada seorangpun yang terjun keluar. Karena tidak ada seorang pun yang berani, akhirnya Dhani pasang badan dengan melewati semua penumpang yang masih ragu-ragu. Berjalan petantang-petenteng dengan menjinjing gitar akustiknya.

“Awas minggir... awas minggir... kalau lo semua masih pada takut biar gue aja yang duluan lompat dari pesawat naas ini. Udah lama nih gue pengin ngerasain yang namanya terjun payung!”  

Para penumpang hanya bisa tercenung memberikan jalan lewat untuk Dhani. Setelah sampai di depan pintu, sebelum melompat Dhani memainkan dahulu gitar akustik yang dipegangnya. 

Jreng... jreng... jreng...

”Uuuyeah... uuuyeahh.... wow...!” Dhani bernyanyi sebentar yang lebih tepatnya teriak-teriak nggak jelas.

Semua penumpang pada melongo.

“Itu orang kenapa?” Mr. Felix bertanya kepada Hendrik.

“Dia? Gila tau!” jawab Hendrik masih dendam.

Jrenggg... petikan gitar pun diakhiri.

”Semoga kalian selamat...!” Selesai bergitar Dhani mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf V. Lalu berteriak kembali, “Wooooooohoooi...” dan akhirnya Dhani melompat membawa gitarnya melayang di udara.

“Yeeehaaaa...” Masih terdengar samar gema teriakannya walaupun sudah melompat. 

Para penumpang yang penasaran, melihat Dhani yang terjun dengan gagahnya dari balik jendela dan ada juga penumpang yang melongo langsung memperhatikan lewat pintu yang terbuka.

“Awas semuanya! Kalau cuma kayak begitu, aku juga bisa,” sergah Hendrik yang masih kesal dengan Dhani.

Perhatian penumpang kini beralih kepada Hendrik.

“Emangnya dia aja yang bisa kayak gitu. Lihat nih!” unjuk Hendrik memperlihatkan sederetan giginya yang pakai behel. Sontak saja semuanya jadi fokus melihat kawat gigi Hendrik yang berwarna-warni.

Setelah berada di depan pintu, Hendrik mulai menarik napas dalam-dalam sebelum melompat.

“Aaauuuuuoooo..........” Sebelum melompat Hendrik berteriak-teriak dulu mirip Tarzan.

Hendrik pun melompat.

“Aaaauuuuoooo.... huuwaaaaaa.... waaaaa.....” Suara Hendrik kini berubah jadi mirip Tarzan yang jatuh ke jurang.

Para penumpang merasa takjub dengan cara Hendrik yang terjun keluar pesawat setelah Dhani. 

“Awas semuanya minggir, saya mau lihat!” Mr. Felix yang penasaran lalu setengah berlari mendekati pintu karena ingin melihat Hendrik yang telah terjun lebih dulu. Namun apes, tali sepatunya ada yang terlepas sehingga terinjak oleh kakinya sendiri yang sebelah lagi.

“Eee… eee... eeh... eeh! Waaaa......!” Akhirnya Mr. Felix menjadi orang ketiga yang terjun dari pesawat. Untung saja tas parasut yang dibagikan sudah melekat di punggungnya dengan kuat.

“Waaaa……”

Melihat cara melompat Mr. Felix yang jauh lebih spektakuler dari penerjun sebelumnya, para penumpang berlari mendekati pintu ingin melihat perkembangan terakhir Mr. Felix yang telah turut terjun di udara dan Pak Untunglah yang beruntung menjadi orang yang berdiri paling depan di pintu sehingga dia bisa melihat lebih jelas ke bawah.

“Udah dong Pak Untung gantian lihatnya.” 

“Iya nih!” Penumpang yang di belakang berebutan ingin melihat paling depan pintu.

“Heee... eee... jangan dorong-dorong begini dong. Nanti aku bisa jatuhlah,” ujar Pak Untung. Namun kerumunan dari belakang tetap mendesak ingin melihat di depan.

“Heee... eee... mundur-mundur... aduuuduuuh.... aku nggak kuat lagi, jangan di dorong terus dong bisa jatuh nih?!” Pak Untung berusaha menahan tekanan dari belakang.

Namun lama-kelamaan Pak Untung sudah tidak kuat menahannya lagi dan akhirnya dia pun terjatuh pula, “Waaaaaa...aaaaaaa..... apa kubilang juga, jatuhkaaan!”

Melihat Pak Untung terjatuh, para penumpang lain pada mundur ke belakang menjauhi pintu. Kini tidak ada seorangpun yang berani paling depan, takut bernasib sama seperti Pak Untung yang terjun tanpa persiapan. 


***


Pesawat perlahan-lahan mulai bergerak berputar kembali. Penumpang yang tersisa kembali duduk dan berpegangan pada jok kursi pesawat. Pintu pun segera ditutup untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

“Aduh nih pesawat udah kayak baling-baling bambu Doraemon aja, kalau gue berlama-lama diam di pesawat nanti bisa muntah lagi. Ini bahaya,” gumam Rado.

Lima menit lamanya pesawat berputar-putar, akhirnya berhenti juga. Selagi pesawat tidak bergerak, kesempatan tersebut tidak mau disia-siakan oleh Rado untuk melayang di udara.

“Surya, tolong pintunya dibuka lagi!” pinta Rado.

Pintu keluar mulai terbuka kembali. Surya memberikan kode ke Rado. 

“Surya, gue duluan yaa!” Teriak Rado yang langsung berlari dan melompat bebas di udara.

“Aku juga!” Kemudian diikuti oleh Rena. 

Yang tersisa kini hanya tujuh orang yaitu Pak Hermawan beserta putrinya, Stanley, Fira, Surya, Rossi dan Pak Tino.

“Gue akan ikut melompat juga. Tapi tolong dibuka pintu garasi tempat gue menyimpan sepeda ya. Gue bakal terjun sama bmx gue,” Rossi meminta tolong kepada Fira.

Lihat selengkapnya