Terdampar Perspektif

muhamad Rifki
Chapter #2

Pergi Meninggalkan Kota Masa Kecil


Bagian 1— Pergi Meninggalkan Kota Masa Kecil

Seminggu berlalu. Tas ransel sudah digendong dan koper sudah di pegang pada genggaman tangan kanannya Awan. Tak lupa ia berpamitan dengan Ambu Marsih, ibunya.

"Jaga diri baik-baik ya nak. ambu cuman bisa doakan kamu dari sini saja." Mata Marsih berkaca-kaca—tak bisa menahan rasa kesedihannya.

"Iya, ambu. Sudah pasti itu menjadi kewajiban Awan untuk tidak melakukan hal aneh-aneh di Jakarta. Nanti kalau sudah sampai, Awan langsung kabari ambu secepatnya."

Ambu Marsih mengangguk dan ia langsung memeluk Awan sebelum ia pergi meninggalkannya. Pelukan hangat itu bisa Awan rasakan. Pelukan erat dan penuh makna di dalamnya yang membuat hatinya juga ikut tersentuh. Dan di saat yang bersamaan, Mang Basyir, pamannya Awan memanggilnya untuk segera menghampirinya.

"Ayo, Awan. Motor mamang sudah di panaskan." Basyir berteriak menuju ke arah motornya—menunggu Awan.

"Iya mang. Ini Awan sudah siap." Langkahnya Awan berjalan menyusul Basyir.

Awan pun menaiki motor Basyir yang akan mengantarkannya ke terminal.

"Sudah?" tanya Basyir.

"Sebentar mang." Awan memastikan semuanya sudah terbawa. "Sudah mang, ayo berangkat!" Semangatnya masih membara.


***

Motor berjalan santai. Tak terburu-buru—waktu pemberangkatan bus antar provinsi masih lama. Jadi masih ada waktu lebih lama untuk Awan menghabiskan waktu terakhirnya sebelum pergi berangkat ke kota yang sudah lama ia impikan, Jakarta. Setelah 2 jam lamanya menghabiskan waktunya di jok motor, Awan sudah tiba di depan terminal bus. Mereka mencari tempat untuk menempatkan motornya di sisi terminal. Setelah melihat ke sekelilingnya, mereka akhirnya menemukan beberapa tempat untuk memarkirkan kendaraan roda dua.

"Yang mana bus kamu, Awan?" Basyir bertanya, melihat bus-bus yang ada di sekelilingnya.

"Itu mang, yang warna kuning. Sekitar setengah jam lagi akan berangkat." Telunjuk Awan mengarah kepada satu bus berwarna kuning.

"Oh ya sudah, ayo sarapan dulu. Belum kan? Sudah, mamang yang bayar." Basyir mengajaknya untuk sarapan lebih dulu.

Tanpa berpikir lama lagi, ia mengiyakan penawaran dari Basyir dan mereka pun pergi mencari makan untuk sarapan. Mereka memesan dua porsi nasi uduk sebagai menu sarapannya. Mereka berdua memakannya langsung di tempat makan nasi uduk itu.

"Bagaimana persiapanmu untuk nanti? Apa sudah ada rencana untuk ingin kerja apa di Jakarta?" Basyir membuka pembicaraan.


"Untuk kerja belum tahu sih mang, cuman Awan punya kenalan di Jakarta. Dan dia sempat bilang ada lowongan pekerjaan di tempat ia bekerja. Mungkin dia bisa bantu Awan."

Lihat selengkapnya