22 tahun yang lalu….
Aku menyaksikan matahari yang mulai menghilang secara perlahan dari teras rumah. Aku sangat menyukai duduk di sini pada sore menjelang malam hari, terutama setelah pulang sekolah, dan membiarkan pikiranku berkelana. Itu adalah bagaimana aku menghabiskan waktu luangku, rutinitas yang aku pelajari dari ayahku.
Aku terutama menyukai melihat pohon-pohon dan bayangannya di danau. Pepohonan di sini sangatlah indah pada musim kemarau: hijau, kuning, merah, oranye, setiap warna di antaranya, warna-warna mempesona mereka bersinar dengan matahari.
Angin sepoi-sepoi berdesir membuat daun-daun dari pepohonan jatuh ke tanah yang padat satu per satu. Udara terasa hangat, sinar matahari yang nyaris terbenam menyinari kulitku. Bunga-bunga di sekitar taman terlihat sangat besar, dan mereka menyembunyikan rumput hijau yang baru saja dipotong. Semuanya terlihat indah.
Rumah tua ini dibangun pada tahun 1952, menjadikannya salah satu bangunan yang tertua di daerahku. Awalnya rumah ini milik nenekku –yang beliau beli saat beliau baru berusia 20 tahun- dan ibuku mendapatkannya sebagai warisan tepat setelah beliau meninggal. Ibu dan aku telah menghabiskan setahun terakhir untuk memperbaikinya dengan uang tabungan ibu. Rumah ini menjadi indah sekali, membuatku betah untuk tinggal. Tapi rumah ini juga memiliki kisah yang menarik, dan di sini pula aku menghabiskan sebagian besar masa kecilku.
Kuputuskan untuk masuk ke rumah, menikmati segelas teh manis, lalu mandi, membiarkan airnya membasuh kotoran dan kelelahan.
Setelah itu aku menyisir rambutku, mengepangnya, lalu mengenakan rok hitam dan kemeja biru panjang, menuangkan segelas teh lagi untuk diriku sendiri dan pergi ke teras, tempat aku duduk setiap hari saat ini.
Ibu belum pulang, mungkin sedang mengajar kelas malam. Sejak ibuku menjadi dosen di dua universitas, semakin sedikit waktu yang kami habiskan bersama. Aku merindukan masa-masa di mana kami bisa makan bersama dan mengobrol tentang hal-hal sepele.
Aku meraih buku menggambarku, teringat pada ibuku ketika ibuku dulu sering sekali melukis untukku, rasa rindu itu kembali menghantamku.
Ibuku adalah seorang wanita yang luar biasa. Sebagai lulusan S3 Teknik Informatika di ITB, ibuku adalah dosen yang luar biasa cerdas, dan aku sangat bangga memilikinya sebagai ibuku.
Meskipun ayahku telah meninggal, ibuku mampu membesarkanku dengan baik, dan oh betapa senangnya aku menghabiskan waktu bersama ibuku.
Ibuku mengajariku berbagai macam hal, mulai dari melukis, memasak hingga cara memperbaiki hal-hal sederhana yang ada di rumah.
Aku masih ingat saat ibuku menyuruhku untuk membaca dua buku setiap minggunya dan membuat laporan di minggu berikutnya. Awalnya terdengar bagaikan siksaan, namun lambat laun aku sangat menikmatinya. Tanpa kusadari, ternyata membaca menjadi sangat berguna bagiku dan telah menjadi bagian dalam hidupku.
Aku juga ingat, dulu, saat sore menjelang malam hari adalah waktu kesukaanku sebab ibu selalu menyiapkan hidangan istimewa untuk makan malam. Selain itu, setelah makan, ibuku selalu mengajakku untuk menyanyi bersama di ruang tamu dan sesekali kami pun menari bersama.
Sebelum tidur, aku selalu meneguk segelas susu dan mendengarkan kisah petualangan hidup tokoh-tokoh bersejarah.
Ah, betapa bahagianya masa kecilku dulu.
Sayangnya, sekarang ibu sangat sibuk bekerja dan aku pun sibuk kuliah.