TOK! TOK! TOK!
“Itu pasti Elizabeth,” ucapku lalu bangkit dari kursi. Dengan sigap, aku berlari menuju pintu dan merenggut pintu keluar dari jalan - sangat bersemangat.
Seorang gadis cantik berkulit sawo matang dengan rambut hitam legam serta mata yang bercahaya berdiri tepat di hadapanku lalu tersenyum lebar.
Dia mengangkat tangannya yang menenteng sebuah kantong plastik berisi minuman.
Aku memicingkan mata lalu melompat kegirangan saat menyadari apa isinya.
Ternyata bubble milk tea!
“Wah! Terima kasih,” ucapku sambil mempersilahkan dia masuk.
Selama ini aku selalu menyukai minuman ini, tidak peduli dari brand mana pun.
Karya seseorang yang jeniuslah yang memulai semuanya. Klasik dibuat dengan teh hitam, susu bubuk, gula, dan tentu saja, tapioca pearls. Rasanya yang kaya dan lembut dikombinasikan dengan rasa teh yang lembut mengirimku langsung ke tempat bahagiaku.
Bubble tea rasanya seperti minuman susu yang manis dan seimbang dengan sedikit sentuhan, mutiara boba. Meski manis, rasanya tidak terlalu manis karena teh menangkal rasa manis dan krim dari rasa boba.
Jika aku harus menggambarkan rasa bubble tea dalam 3 kata: seimbang, lembut dan membuat ketagihan.
Aku melihat nama brand yang terpajang di wadahnya, membuatku mengerutkan kening. “Ini baru?”
Elizabeth menganggukkan kepalanya. “Ya, baru saja buka kemarin. Pemiliknya juga masih muda. Mungkin seumuran dengan kita.”
Aku mengangguk, mendengar langkah ibuku mendekat, sangat lembut tapi masih terdengar.
Elizabeth menoleh ke arah suara tersebut. “Malam, tante.”
Ibuku tersenyum. “Hai! Aduh, tante senang sekali kau datang!”
Senyumnya bersinar seperti bintang-bintang di langit, tanpa cahaya kota yang terang untuk meredupkannya. Itu seperti matahari yang membuka cahayanya untuk menyinari dirinya, hanya mencerahkan giginya yang lurus.
Ibuku melingkarkan tangannya di bahu Elizabeth dan menariknya mendekat, dengan lembut menggosok lengannya.
Setelah melepas pelukannya, mata ibuku melayang ke beberapa tas plastik yang kuletakkan di meja ruang tamu.
“Wah, apa itu?”
Elizabeth mengikuti arah matanya lalu terkekeh. “Ah, ini. Saya bawakan minuman kesukaan Mentari.”
“Oh, bagus. Dia akhir-akhir ini murung terus, terima kasih ya sudah repot-repot bawa.”
“Ah, ini untuk tante,” ujarnya sambil mengaduk-aduk isi plastik lalu mengeluarkan satu liter botol berisi brown sugar milk tea.
Mata ibuku berbinar-binar saat menerima botol tersebut. “Astaga, kau tidak perlu repot-repot, nak.”
“Tidak sama sekali,” ujar Elizabeth sambil tersenyum tulus.
“Aduh, terima kasih, ya. Tante akan menaruh ini di kulkas dulu. Oh, ya apa kau sudah makan?”