Alvenia mendengus kesal dan melangkah mundur.
“Oh, ya minggu depan kita akan mengadakan grand opening. Tenang saja kami pasti mengundang kalian, jadi kalian harus datang ya!” seru Elizabeth di sebelahku dengan nada mengejek.
Alvenia dan Adam membelakkan mata mereka, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar.
Elizabeth tidak berbohong, kami memang akan mengadakan grand opening minggu depan.
Aku tersenyum mendengar ucapan sahabatku. “Sampai ketemu nanti.” dan kami semua segera berbalik menuju bangunan, menjauh dari Alvenia dan Adam.
Setelah sudah jauh dari mereka, Elizabeth menghela napas panjang. “Ya ampun, aku benar-benar tidak tahu bahwa salah satu cabang restoran milik keluarga Adam berada di sebrang sana.”
Dia mencubit lengan Dimas dengan pelan. “Kau tahu soal ini?”
“Aduh.” Dimas meringis kesakitan. “Tidak, aku sama sekali tidak tahu. Um, Mentari? Apa kau mau mencari tempat lain saja?”
Aku menggelengkan kepalaku. “Tidak, justru ini sempurna. Biarkan mereka melihat betapa hebatnya restoran kita nanti.”
Aku mengangkat tangan untuk menyeka berbulir-bulir keringat yang mengalir di keningku. Aku telah mengantisipasi bahwa aku akan bertemu Adam lagi, tetapi tidak pernah menyangka akan menghadapinya sebagai pesaing di daerah ini.
Rasanya seperti bersiap untuk menghadapi binatang buas dan bertarung hingga titik darah penghabisan.
Yang bisa aku lakukan hanyalah berdiri tegak dan menghadapi ini dengan penuh percaya diri. Meskipun rasanya ingin sekali kabur dan pulang, aku tahu bahwa setiap langkah membawaku lebih dekat menuju mimpiku. Selama aku tinggal di jalan yang benar, hanya masalah waktu sebelum aku bisa mengalahkan Adam dan menjadi seorang pengusaha muda yang sukses.
Aku percaya diri, dan ada segalanya dengan itu. Mungkin akan ada banyak rintangan di hadapanku nanti, aku akan setuju dengan itu, tapi aku akan tetap berpegang teguh pada prinsipku dan terus berjalan maju. Jadi terlepas dari apa yang dikatakan Adam atau Alvenia, aku tidak akan mundur dan akan terus maju.
Ini bukan lagi mengenai mendapatkan cinta Adam kembali, tapi ini adalah saat yang tepat untuk membuktikan kehebatanku dan meraih mimpiku.
“Ah, halo!” sapa pemilik bangunan saat kami memasuki ruang depan.
Pria tua itu memiliki rambut putih kelabu di sekitar kulit kepalanya yang botak dan berbintik-bintik. Dia memiliki wajah keriput dan punggung sedikit membungkuk. ... kecil, bundar, dan bergerak dengan canggung, seperti sejumlah tupai tua mencoba melarikan diri dari karung. Usianya sendiri berada di sisi yang lebih tua yang sama sekali tak tentu. Jika aku memilih sebuah angka secara acak, dia mungkin sedikit lebih tua dari itu, tapi - yah, itu tidak mungkin untuk diceritakan.
Aku membungkuk padanya memberi hormat. “Pagi, kami sudah di sini.”
“Ya, ya. Silahkan, ya. Lakukan apa yang kalian inginkan.”
Dalam penampilannya, beliau bukanlah orang yang istimewa, tetapi ketika beliau membuka mulutnya, rasanya seperti mendengar seekor burung bernyanyi untuk pertama kalinya. Beliau sudah tua dan kerutan-kerutannya yang dalam sepertinya mengukir peta hidupnya pada wajahnya yang masih lincah. Mata berbinarnya dibingkai oleh alis putih tebal, membuat mata hitam cerahnya bersinar dalam cahaya siang yang cerah saat beberapa giginya yang mempesona bersinar dengan sinar putih yang segar.
Aku menganggukkan kepalaku, tidak sabar untuk segera memulai.
“Saya akan keluar dulu, mungkin nanti sore saya sudah kembali,” pamit si pak tua dan beranjak pergi.
Dimas meraih celemek yang ada di dapur lalu menyeringai lebar. “Ayo, kita segera mulai.”
Rencana kami hari ini adalah melihat-lihat interior bangunan sekaligus mencoba memasak mie jawa di dapurnya.
Jika ada satu ruangan yang memerlukan pertimbangan penting, itu pasti dapur. Dapur adalah ruangan tempat kami berinteraksi paling banyak dengan lingkungan di berbagai tingkatan. Itu harus memungkinkan persiapan makanan, penyimpanan, pengelolaan limbah, memasak, membersihkan, serta hiburan.
Saat mendesain dapur, aku akan mengambil risiko. Aku telah mencatat semua yang aku inginkan, tidak peduli seberapa besar. Dapur perlu dirancang sebagai ruang khusus, dilengkapi khusus sesuai dengan kebutuhan para koki nantinya. Desain dapur yang dipikirkan dengan matang, disesuaikan dengan kebutuhan akan membuat semua perbedaan dalam cara para koki berinteraksi dan menikmati rumah kedua mereka ini.
Desain interior modern selalu sesuai tren dan itulah yang kuinginkan. Dengan garis-garis halus dan ramping, desain modern tidak dapat lebih mudah untuk dimasukkan ke dalam dapur. Lemari tanpa pegangan, pencahayaan pernyataan yang cerah, dan semua gadget terbaru adalah cara yang bagus untuk mendapatkan tampilan wah di restoranku nanti. Warna blok dramatis dan tekstur unik juga akan membantu mencapai gaya dapur modern.
Karena ini dapur koki, dapur stainless steel sangatlah cocok, meskipun tidak harus sebesar restoran-restoran berbintang. Gaya ini cocok untuk diriku yang cinta minimalis dan hidup bersih. Dipasangkan dengan ubin putih klasik, itu akan terlihat segar untuk tahun-tahun mendatang.
Sejauh ini, warna abu-abulah yang paling mencolok dari dapur ini. Dapur abu-abu ini menjadi modern dikarenakan pada perlengkapan yang dipasang. Aku menyukai bagaimana lemari abu-abu gelap di dapur ini mengubahnya dari yang sederhana menjadi yang mencolok. Abu-abu juga sangat cocok untuk menyelesaikan kayu alami seperti meja kerja dan lantai yang membawa kehangatan ke warna yang sering dingin. Sejauh ini, tidak begitu banyak yang ingin aku ubah, mungkin ditambah sentuhan modern dan stainless steel saja agar terlihat lebih wah.
Tanganku menyentuh meja dapur yang dingin ketika warnanya menghidupkan kembali jiwaku. Ini adalah pendamping yang mantap untuk aroma mie yang baru dimasak dan kicau burung yang berdatangan dari luar.
Dimas dan Elizabeth segera menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mulai memasak mie jawa. Syukurlah Elizabeth sempat berbelanja di warung dekat rumah tadi pagi sehingga dapat menghemat waktu kami semua.
Elizabeth mengerutkan kening. “Mentari, kenapa harus mie Jawa?”