"Keluar sekarang, kamarmu akan terbakar!"
"Diam di sana! Diluar tidak aman."
"Sembunyi! Hati hati! Akan ada yang membunuhmu!"
"Hey, jangan jadi penakut! Lawan!"
"Sudahlah, kamu harus tahu kemampuanmu. Diam dan sembunyi!"
"Teriak dan minta tolong pada orang tuamu!"
"Mereka tidak ada. Cepat lari keluar!"
"Diluar tidak aman! Kamu dengar atau tidak!!"
Di telinganya, suara suara itu makin hari makin mengganggu. Tidak bisa diredam. Entah itu dengan menutup telinga bahkan tenggelam dalam air sekali pun suara itu tidak bisa hilang.
Dengan matanya, wajah dengan mata berwarna merah, lebah lebah yang keluar melalui lubang lubang ditembok, pandangan pandangan yang mengawasi, semuanya terlihat jelas bahkan tanpa dimintai.
Kemudian, ia terlelap dengan tenang. Sangat tenang. Denyutnya terhenti. Tak ada udara yang dihirupnya lagi. Dalam ketenangan itu, suara suara dan hal hal menyeramkan yang dilihatnya, semuanya ikut menghilang dan pergi. Tak ada lagi dan tak membuatnya terganggu lagi.
***
Semuanya dimulai sejak hari itu. Hari ketika Nina pulang sekolah dari salah satu SMA di Jogja. Ia membuka pagar rumahnya yang memunculkan bunyi melengking pagar yang sudah sangat karatan.
Ia berjalan menuju pintu rumahnya. Rumah yang sederhana, tidak terlalu luas dan megah. Dengan cat berwarna putih yang warnanya sudah mulai memudar juga genting genting yang menghitam karena usia. Tapi meski begitu, udara pedesaan yang begitu sejuk membuat rumah yang menua itu tetap tampak segar dan nyaman untuk ditinggali.
Nina memberi salam seperti biasanya, disambut oleh ibu yang membukakan pintu dengan senyuman yang meneduhkan. Nina mencium tangan ibu sebelum kemudian membuka sepatu dan kaus kakinya.
"Hasil ulangan yang kemarin sudah dibagikan belum, Nin?" tanya ibu pada Nina.
"Sudah, Bu," jawab Nina malas sambil berjalan dan duduk di kursi untuk merebahkan tubuhnya.
"Mana ibu lihat!"
Nina memegangi dahinya seperti sedang memusingkan sesuatu. Ia bahkan tak mendengar ucapan ibu.
"Nin, mana ibu lihat hasil ulangannya," ulang ibu.
"Kertas ulangan?"
"Iya, mana?"
Dengan takut Nina mengeluarkan kertas ulangan didalam tasnya. Kemudian tangannya mengulurkan kertas yang sedang ia pegang kepada ibu. Ibu menerimanya dan melihat hasilnya. Kemudian ia menatap heran dan tak percaya melihat angka yang tertera pada kertas ulangan itu. Sebuah angka tiga puluh yang ditulis dengan tinta berwarna merah.
"Tiga puluh?! Gak biasanya kamu dapat nilai segini loh Nin," ucap ibu heran sambil menggoyang goyangkan kertas ulangan yang sedang dipegangnya.
Memang rasanya tidak mungkin jika Nina mendapat nilai yang buruk. Karena sifatnya yang rajin dan tekun, bahkan untuk mengerjakan tugas tugas yang akan dikumpulkan seminggu kemudian pun ia kerjakan satu jam setelah pulang sekolah. Jadi, apa sebabnya? Apakah karena ia tidak fokus pada pelajaran atau karena memang ia malas?
"Nin, kamu gak belajar ya? Atau lagi kenapa?! Kok nilai kamu anjlok begini? Belum pernah loh kamu dapet nilai tiga puluh!"
"Ya aku gak bisa aja bu!" bentak Nina dengan wajah kesal.
Ibu merasa kaget. Nina membentak pada ibu untuk pertama kalinya. Selama ini tidak pernah ia membentak ibu begitu. Jangankan membentak, merasa kesal saja sangat jarang. Apa yang membuat Nina begitu dan ibu tidak tahu? Apa ada hal hal disekolahnya yang membuatnya marah dan kesal? Atau nilai tiga puluh itu tidak bisa ia terima?
Ibu duduk di sebelah Nina dan mencoba menanyainya baik baik.
"Ada apa Nin... bilang sama ibu kalau lagi ada masalah," tutur ibu lembut dengan jemari yang menyisir rambut Nina.