Dengan sigap malam menghilang ditelan pagi. Membawa satu keluarga yang rumpang karena kehilangan sosok bapak itu ke tengah meja makan. Bagus dan ibu sudah siap di depan meja. Bagus yang sudah memakai pakaian rapi untuk mengajar mengetuk ngetuk meja dengan jemarinya, menunggui Nina yang belum keluar juga dari kamar.
"Bu, kita makan duluan aja. Nina mungkin masih tidur."
Ibu pun celingak celinguk kearah kamar Nina. Mencari sesosok perempuan yang membuat mereka berdua menunggu.
Ceklek... pintu kamar terbuka. Diiringi derit kayu tua yang khas. Dari ruangan itu tampak Nina dengan wajah baru bangun tidurnya dan rambut acak acakan. Ia berjalan perlahan kearah meja makan dan duduk bersama ibu dan Bagus. Ibu dan Bagus saling tatap lalu menatap Nina.
"Cuci muka dulu Nduk..." ucap ibu lembut.
"Nanti."
"Ya sudah kalau gitu. Kita sarapan. Mas Bagus udah nunggu dari tadi."
Ibu, Bagus dan Nina bergantian mengambil nasi dan lauk pauk. Mereka mulai makan dengan tenang. Sampai kemudian, Nina melontarkan sebuah kalimat yang menyentak hati kedua orang yang satu meja dengannya.
"Semalam aku ketemu bapak," jelasnya santai sambil menyuapkan sesendok makanan.
Ibu dan Bagus mulai menghentikan kegiatan makannya. Entah kenapa kalimat itu malah meluncur dengan tenang dari mulit Nina. Tapi yang dirasakan oleh ibu dan Bagus malah menyesakkan.
"Ke..temu?" tanya ibu terbata.
"Iya. Ketemu. Bapak nyamperin aku dan duduk di sebelah aku."
"Bapak wis mati nin," tutur Bagus.
(Bapak sudah meninggal Nin)
"Tapi aku liat."
"Kamu cuma halusinasi," ibu mencoba menenangkan dan menghilangkan pikiran negatifnya.
"Nanging piyambakipun ing ngajeng mripat kula bu."
(Tapi dia di depan mata aku bu.)
Ibu melempar sendoknya keatas piring.
"Dadi kowe pikir bapak kowe kuwi dadi memedi?! nekani awake dhewe lagi sakwise dheweke mati!" sentak ibu.
(Jadi kamu pikir bapak kamu itu jadi hantu?! Nyamperin kita lagi setelah dia mati!)
"Bu, bu, bu. Tenang ya..." Bagus mencoba menenangkan ibu yang sepertinya sudah mulai naik pitam.
Nina tidak banyak bicara atau melawan. Ia kembali lagi ke kamar dan mengunci diri di dalam sana. Ibu menghela napas panjang. Mencoba bersikap tenang kembali.
"Bu, mungkin Nina memang lihat bapak. Kan katanya, kalau seseorang meninggal belum empat puluh hari, dia itu belum pergi ke alamnya. Dan mungkin bapak masih ada disekeliling kita," jelas Bagus.
"Tapi kenapa Gus? Kenapa sikap dia jadi aneh begitu? Dari kemarin bahkan. Semalam dia bilang denger suara orang manggil dia. Ibu jadi takut dia kenapa napa. Kalau dia beneran bisa liat jin, hantu atau apapun itu, nanti ibu minta tolong pak ustad atau orang pinter buat nutup biar dia jadi orang yang normal."
"Mungkin dia masih rindu sama bapak bu, jadi dia halusinasi."
"Semoga memang begitu, Gus."
Bagus berangkat mengajar. Ibu memanggil Nina karena ia belum juga berangkat sekolah. Dari dalam kamar, Nina keluar dengan memakai pakaian seragam. Ia tidak mandi. Hanya mencuci muka, memakai deodoran dan parfum sebanyak banyaknya.