Pagi ini, setelah memasak ibu dan Bagus menunggui Nina yang tidak juga keluar dari kamarnya. Karena enggan menunggu terlalu lama, ibu pun menghampiri Nina ke kamarnya. Saat ia membuka pintu, Nina sedang terduduk diam di atas kasurnya.
Perlahan ibu mendekat dan terduduk di sebelah Nina sambil mengusap rambutnya lembut.
"Ayo, Nin sarapan!" ajak ibu.
Nina hanya diam. Kemudian menggelengkan kepalanya pelan.
"Ibu bawakan kesini ya makanannya? Ibu suapi?"
Lagi lagi Nina diam. Kemudian menggelengkan kepalanya pelan.
"Ya sudah. Nanti kalau kamu mau, kamu keluar aja ya, atau bilang sama ibu. Biar ibu yang bawakan. Oh iya, hari ini, kamu gak usah sekolah dulu. Nanti ibu bilang sama guru kamu kalau kamu sedang sakit. Ya sudah. Ibu keluar dulu," tutur ibu lembut.
Ibu kembali berjalan keluar dan menutup pintu.
Di dalam kamarnya, Nina hanya duduk diam. Atau kadang berjalan ke jendela, atau bercermin. Ia tidak keluar dari dalam sana. Makan pun ibu yang membawakan dan menyuapinya. Ia hanya keluar untuk buang air. Selebihnya, ia mengurung diri di sana.
Ketika menuju ke meja belajarnya, Nina melihat ada ponselnya di sana berserta sebuah earphone. Ia pun mengambilnya dan membawanya ke atas kasur sambil terduduk diam dengan tenang.
Nina membuka ponselnya dan memasangkan earphone untuk mendengarkan musik.
Dalam ketenangan kamar itu, dengan suara musik merdu yang mengisi rongga telinganya, sayup sayup terdengar suara bisikan halus. Bisikan yang memanggil nama Nina.
Hal itu membuat Nina merasa kaget. Ia yang sedang memejamkan mata sontak membuka matanya lebar lebar. Ia juga membuka earphone yang terpasang ditelinganya dengan segera. Matanya menatap sekeliling tapi tidak ada siapa pun di sana. Hanya ada dirinya sendiri.
Bukan hanya memanggil nama, suara itu juga mengatakan agar Nina keluar dari kamar. Nina yang tidak melihat apa apa merasa ketakutan bukan main. Ia berjalan kearah jendela dan menutupnya. Ia juga menyalakan lampu dan kembali duduk diam di atas kasur.
Napasnya menderu. Tatapannya menajam memperhatikan sekeliling kamar. Suara itu masih terdengar. Nina memasang kembali earphone dan menaikkan volume musiknya makin keras. Suara itu tetap terdengar. Tangannya mencoba menutup telinga sekuat tenaga tapi sia sia, suara itu tidak bisa diredam oleh apa pun.
Nina berteriak histeris dan keluar dari kamarnya. Ibu yang mendengar hal itu sontak menemui Nina. Saat melihat ibu, Nina langsung memeluknya dengan erat. Dalam pelukan itu, Nina menangis terisak dan mengatakan apa yang tadi terjadi di kamarnya.
"Suara itu, takut," ucap Nina parau.
Ibu menatap sekeliling, hatinya merasa tidak enak. Sepertinya memang ada yang tidak beres dengan anak perempuannya. Ibu mengusap rambut Nina dan mencoba menenangkannya.
***
Ibu mengajak Nina keluar untuk pergi ke rumah tetangga. Setidaknya agar ia tidak terus berada di dalam rumah yang membuatnya merasa takut. Terlebih dahulu ibu memaksa Nina untuk mandi karena Nina begitu sulit untuk mandi. Padahal biasanya, ia selalu ingin bersih bahkan untuk keluar dari rumah menuju warung.
Kali ini ibu mengajak Nina ke rumah tetangga yang hendak melaksanakan syukuran. Di sana ibu akan membantu tetangga memasak makanan makanan untuk syukuran nanti malam.
Ibu dan Nina berjalan keluar dari pintu. Sebelum pergi, ibu terlebih dahulu mengunci pintu rapat rapat. Saat sedang berjalan, tanpa sengaja ibu melihat kaki Nina yang sedang memakai sandal terbalik.
Ibu tertawa geli dan langsung memberi tahu Nina, "aduh, nin. yen anggo sandhal kuwi sing bener."
(aduh, Nin. Kalau pake sandal itu yang bener.)
Nina menatap ke bawah, ke arah kakinya. Lalu ia kembali menatap ibu dengan tatapan biasa seperti tidak terjadi apa apa.
Ibu menatap Nina heran. Apakah anaknya itu tidak sadar jika sandal yang ia pakai itu terbalik? Ibu pun berjongkok dan membuka sandal Nina satu persatu. Kemudian ibu membalikkan sandal ke posisi yang seharusnya.
"Ini terbalik. Harusnya begini," ucap ibu saat membenarkan posisi sandal Nina yang terbalik. "Ya sudah, ayo!" ajak ibu.
Mereka berdua berjalan kearah rumah tetangga yang nanti malam akan melaksanakan syukuran.
"Assalamualaikum..." ibu mengetuk pintu rumah beberapa kali.
"Waalaikum salam," jawab sang tuan rumah sambil perlahan membuka pintu. "Eh Bu Yani, ibu sama Nina juga. Ayo, masuk masuk!"
"Maaf ya, bu. Saya telat. Tadi ada urusan dulu."
"Iya... gak apa apa. Baru mulai juga di dapur."
Ibu ikut ke dapur bersama Nina. Mereka berdua duduk bersebelahan. Sesekali Nina ikut membantu ibu.
"Bantu ibu kupas telur ya Nin," ucap ibu sambil menyodorkan wadah berisi banyak telur yang sudah direbus.
Nina pun membantu mengupasnya. Semuanya masih tampak biasa dan normal. Ibu dan Nina mengupas telur satu persatu. Mengeluarkan setiap bulatan putih itu dari cangangnya dengan perlahan.
Sampai ibu melihat Nina yang tiba tiba terlihat gelisah. Nina melempar telur yang sedang ia pegang dan berteriak histeris.
Tanpa diduga ia berlari keluar sambil terus berteriak teriak dan memegangi kepala. Ibu memberhentikan kegiatannya dan mengejar Nina. Beberapa tetangga yang sedang memasak di dapur berhamburan untuk melihat apa yang terjadi.
"Tulung, pak, cegah anak saya!" teriak ibu pada tetangganya.