Dua hari setelahnya, ibu mendatangi beberapa rumah tetangga untuk dimintai bantuan. Ibu meminta mereka untuk datang dan ke rumahnya dan membantunya memasak karena akan diadakan tahlil empat puluh harian Bapak. Selain meminta bantuan untuk memasak, ibu juga mengundang ke rumah rumah tetangga untuk datang nanti sore dan mengikuti pengajian. Beberapa dari mereka setuju, beberapa lagi menolak dengan halus karena takut mendatangi rumah yang katanya angker itu.
"Aku delok, hampir saben dina surup kuwi tertutup rapet rapet. Padahal wis rina. priwe mbokmenawa ora ana apa apa?"
(Saya lihat, hampir setiap hari rumah itu tertutup rapat rapat. Padahal sudah siang. Bagaimana mungkin tidak ada apa apa?) kata seseorang ketika sedang bergosip di depan warung.
"Waktu itu juga, saya lewat ke sana, saya mendengar si Nina teriak teriak."
"Kalau kata kakek saya, orang yang kesurupan kayak si Nina itu mungkin karena bapaknya mempunyai sesuatu. Dan ketika bapaknya meninggal, hal itu menurun ke anaknya sampai dia dirasuki."
Beberapa berita itu merupakan spekulasi dari mereka sendiri. Entah benar atau tidak, tak ada yang tahu. Beberapa kali ibu mendengar pembicaraan mereka berseliweran ketika ibu sedang berjalan ke warung atau ke masjid. Ibu tidak menghiraukannya sama sekali karena ia tahu itu tidak mungkin.
Ibu tahu bapak orang yang seperti apa. Selama ini bapak sangat rajin beribadah. Bapak juga sering ke masjid bersamanya. Jadi ketika mendengar berita itu, ibu hanya menganggapnya sebagai angin lalu.
***
Sebelum ibu mengundang beberapa orang yang membantunya memasak, ibu sudah terlebih dahulu membeli banyak sekali bahan masakan. Mulai dari sayuran, daging, dan bumbu bumbu untuk memasak.
Beberapa perempuan muda dan tua pun datang ke rumah. Mereka menatap sekeliling dengan takut. Melihat rumah yang tertutup penuh. Semua gorden menutupi rumah. Lampu lampu menyala dengan terang karena tak ada cahaya matahari yang masuk.
"Ayo, semuanya sudah siap di dapur," ajak ibu ketika melihat beberapa tetangganya berjalan perlahan.
Mereka semua memasak dengan tenang. Memotong motong, menghaluskan bumbu, menanak nasi, semuanya bekerja sama untuk memasak banyak makanan. Sesekali para tetangga itu berbisik bisik bahwa tidak terjadi apa apa di rumah yang mereka kira sangat angker itu.
"Rumah nya biasa aja. Tidak ada apa apa," kata salah seorang dari mereka yang disetujui oleh yang lainnya.
Brak... terdengar suara pintu dibanting. Dari kamarnya Nina keluar sambil berteriak histeris. Semua yang ada di dapur kaget dan langsung berdiri. Ibu berlari menghampiri Nina dan mencoba menenangkannya. Para tetangga melihatnya ketakutan.
"Sudah, tidak ada apa apa," tutur ibu lembut saat tengah memeluk Nina.
Nina tidak bicara sama sekali. Ia hanya menangis dan ketakutan. Ibu membawanya ke kamar. Sebelum itu ia memberitahu beberapa tetangganya untuk lanjut memasak saja.
"Tuh ta, bu. Dheweke kesurupan. Omah iki nyat angker."
(Tuh kan, Bu. Dia kesurupan. Rumah ini memang angker.)
"Iya, Bu. Hih... kalau saya disuruh tinggal di sini, dua hari juga gak akan kuat."