Pagi ini, ibu hendak mengajak Nina jalan jalan. Mungkin sesekali ia perlu menghirup udara segar karena ia sama sekali belum pernah keluar. Padahal dulu, ia sering pergi keluar. Entah itu dengan teman temannya, atau mengajak Bagus kakaknya untuk membawanya pergi.
Tapi sekarang, jangankan berjalan keluar, baru menengok suasana di luar saja ia sudah merasa gelisah dan ketakutan. Padahal di sana tidak ada apa apa.
Sebelum ibu pergi, Bagus sudah lebih dulu berpamitan pada ibu entah akan kemana. Sepertinya ada kepentingan. Padahal ini hari libur.
Saat ibu mengajak Nina, ia mengangguk setuju dengan tatapan kosong. Ibu hanya menyisir rambut dan mengganti pakaiannya karena Nina enggan mandi.
Mereka pun keluar dari pintu rumah dan berjalan jalan melewati beberapa rumah tetangga. Nina memeluk lengan ibu kuat kuat. Beberapa tetangga yang sedang di depan rumah mereka, melihat ibu saat melewati rumah rumah mereka. Ada yang melihat dengan tatapan sinis, kasihan, bahkan takut.
Sesekali Nina membenamkan kepalanya pada lengan ibu dengan ketakutan. Ia melihat tetangga tetangganya itu menatap dengan tatapan yang membuatnya takut. Ibu mengusap usap tangan Nina sambil menenangkannya.
"Ora apa apa, dekne kabeh kuwi tangga awake dhewe."
(Gak apa apa, mereka itu tetangga kita.)
Nina tidak menjawab sama sekali. Ia terus melakukan kegiatan yang sama.
Ibu pun sampai di tempat yang ia tuju, sebuah taman. Ibu duduk di sebuah kursi dengan Nina di sebelahnya. Ibu mendudukkan Nina agar Nina tidak terus memeluk lengannya dengan kuat.
"Dulu waktu kecil, kamu senang sekali kalau ibu dan bapak mengajakmu kesini," tutur ibu.
Nina menatap sekeliling dengan tatapan kosong. Tidak bergairah sama sekali. Raganya ada disana tapi kepalanya entah ada di dunia mana.
"Kamu sangat ceria sekali. Kamu suka lari lari dan bermain kejar kejaran sama bapak," sambung ibu sambil tersenyum.
Tidak ada respon apa apa dari Nina. Bahkan mungkin ia juga tak mendengarkan apa yang dikatakan ibu.
Ibu memegang tangan Nina dan mengusap usapnya. Tanpa disadari air matanya keluar. Sambil menundukkan kepala, ibu mengusapnya perlahan.
"Sekarang, keceriaan kamu hilang. Ibu gak tahu kamu kenapa. Tapi ibu bisa merasakan kalau kamu ketakutan dengan apa yang selalu kamu lihat atau kamu dengar. Maafkan ibu karena ibu belum bisa mengobati kamu. Tapi ibu selalu berdoa agar kamu lekas sembuh dan terbebas dari semuanya."
Setelah mengajak Nina berjalan jalan dan menghirup udara segar, ibu mengajaknya kembali pulang ke rumah. Diperjalanan, seseorang menegurnya, membuat ibu berhenti dan berbicara dengannya.
"Bu,"
"Eh Bu Siti, kenapa bu?" tanya ibu pada Bu Siti tetangganya.
"Nina apa kabarnya? Sudah sembuh?"
Ibu menggelengkan kepala.
"Begini Bu. Saya bukannya mau menuduh atau apa. Tapi, kata kakek saya dulu, seseorang bisa menyimpan benda yang di dalamnya mengandung hal hal gaib. Setelah meninggal, benda itu jadi tidak terurus dan bisa saja sesuatu di dalamnya menyerang keluarga pemilik benda itu."
"Maksudnya apa ya?"