Nina berjalan keluar dari kamar dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Ia memegangi pelipisnya yang basah sambil sesekali meringis karena pusing. Wajahnya sangat pucat. Ketakutan masih menyelimutinya. Meski kejadian yang menakutkan itu terjadi semalam, tapi ia masih tetap merasa takut.
"Nin, kamu kenapa?" tanya Bgus ketika ia keluar dari kamar usai mengganti pakaiannya.
Nina tidak menghiraukan ucapan Bgus. Ia masih tetap berjalan sambil memegangi pelipisnya. Bagus mendekati Nina. Bersiaga disebelahnya karena takut jika Nina akan jatuh atau pingsan.
Kemudian ibu datang dan melihat Nina sedang berjalan dengan tangan yang memegangi pelipisnya serta wajah puvat dan keringat yang membasahi pelipis, leher, serta bajunya.
"Kamu mau kemana? Mas bantu ya..." Bagus memegangi lengan Nina dan hendak membantunya berjalan. Tapi Nina langsung menghempaskan tangannya.
"Aduh, pagi pagi sudah merepotkan! Dasar!"
"Kasihan ibumu menunggu! Lelet!"
"Sudah, diam saja dikamar! Daripada keluar merepotkan!"
"Sekarang duduk!"
Suara suara itu bergema ditelinga Nina dan mengganggunya lagi.
"Beri....siiiikkk....!!" Nina berteriak histeris dan meronta ronta.
Ia menangis dan menjerit jerit sambil memegangi telinganya. Bagus dan ibu langsung memeganginya kuat kuat. Nina meronta ronta dan melawan. Tangisannya makin tangisannya makin keras diiringi erangan erangan yang begitu berisik. Tapi sia sia. Seberisik apa pun suasana disana, Suara suara yang mengganggunya tetap terdengar dan menggema mengisi rongga telinganya.
Setelah tangannya terlepas, Nina berlari keluar sambil berteriak dan memegangi telinganya. Ibu dan Bagus mengejar karena takut Nina kenapa napa.
Beberapa tetangga yang sedang sibuk di dalam rumahnya ramai ramai keluar karena mendengar kegaduhan yang melintas didepan rumah mereka.
"Nina, kamu mau kemana, nak?" teriak ibu yang berusaha mengejar.
Nina menjambaki rambutnya. Ia berlari tanoa memperhatikan jalan. Jalan dengan batu batu kerikil tidak ia pedulikan.
Beberapa tetangga berhasil mengejarnya dan memeganginya sebelum kemudian Nina pingsan dan tak sadarkan diri. Ia terkulai lemas. Bagus membawanya kembali ke rumah. Para tetangga banyak memperhatikan. Mulai dari pemerhati dengan tatapan iba, takut, hingga tatapan curiga karena sepertinya keluarga itu telah melakukan sesuatu yang mengorbankan anaknya.
Beberapa saling menghampiri dan mengobrol membicarakan tentang anak gadis yang berteriak histeris sambil berlarian menyusuri jalanan kampung. Beberapa orang juga mengikuti Bagus yang sedang mengantar Nina menuju rumah hingga rumah itu dipenuhi oleh orang orang yang berdatangan tanpa diundang.
"Tuh bu, kayane dekne kabeh nduwe samubarang diomah kuwi. terus saiki, malah anake sing dadi korban,"
(Tuh Bu, kayaknya mereka punya sesuatu dirumah itu. Terus sekarang, malah anaknya yang jadi korban,) ucap salah seorang ibu.
"Jangan jangan Nina akan jadi tumbal lagi."
"Mungkin aja. Gak mungkin kan kita meminta bantuan jin tanpa ada yang diambil."
***