TERGANGGU

imajihari
Chapter #12

Bab 12

Ibu mulai ragu. Di satu sisi ia berharap Nina bisa sembuh, di sisi lain ada ucapan bapak yang begitu melekat. Berjam jam ia memikirkan apakah ia harus mengobati Nina pada Mbah Naryo? Tapi jika begitu, ia akan melanggar apa yang menjadi amanat Bapak. Di tengah kebingungannya, ibu hanya mondar mandir di dalam rumah.

Kadang ia juga terbawa lamunannya saat tengah duduk di atas kursi. Bagus yang melihatnya langsung menghampirinya dan memegang pundaknya.

"Bu, Bagus ngertos ibu ajeng nina mantun, nanging sampun angge cara kados puniku,"

(Bu, Bagus tahu ibu mau Nina sembuh, tapi jangan pake cara seperti itu,) tutur Bagus memecah lamunan ibu.

Ibu berdiri dan menggelengkan kepala. Ada raut sedih di wajah yang biasanya meneduhkan itu.

kemudian ibu berjalan ke arah kamarnya, menutup pintu kencang dan menguncinya.

Ibu terduduk di ujung kasur. Air matanya berderai. Ia menutup wajahnya bersamaan dengan isak tangis yang keluar dari mulutnya.

"Ya Tuhan, aku harus apa? Apakah aku harus meminta bantuan pada orang sakti itu dan menduakan-Mu? Karena jika tidak, anakku mungkin akan selamanya seperti itu. Kenapa Tuhan? Kenapa Engkau tidak menolong sama sekali. Bukankah Engkau maha segalanya?"

***

Di dalam kamarnya, Nina terbangun. Dan seperti biasa, ia hanya duduk diam. Terbawa lamunan hebat yang membuatnya tak berkedip bahkan tak bergerak. Suara suara yang sering terdengar, datang diwaktu waktu yang tidak ditentukan. Kadang muncul, kadang menghilang.

"Bangun... Jangan diam dan mengurung diri terus menerus!"

"Sudah, diam saja. Di luar tidak aman. Nanti ada orang jahat yang melukaimu."

"Dasar penakut! Pergi keluar, lari! Jangan di sini dan menunggu sampai orang jahat datang dan membakar seisi kamarmu!"

"Tenang saja. Kan ada ibumu. Dia akan menolongmu."

"Halah. Kau sudah terlalu sering menyusahkannya. Dia sudah lelah. Seharusnya kau pergi dari sini agar tidak menyusahkannya!!"

Suara suara itu silih berganti bersahutan. Lalu menghilang kembali. Nina hanya bisa menutup telinga dan menjambaki rambutnya mesku itu tidak berpengaruh apa apa. Air matanya keluar diiringi isak tangis dan rasa takut yang mengerubungi tubuhnya.

Suara Nina begitu lirih. Ia menangis tanpa suara. Sangat ketakutan karena perdebatan yang datang dari suara misterius yang tidak diketahui sumbernya dari mana.

Ketika suara itu berhenti, mata Nina mulai mengawasi. Ia menggeser tubuhnya mundur meski sudah berada di tempat paling ujung ranjang. Matanya tidak berhenti mengintai ke setiap sudut kamar yang terang benderang karena lampu yang menyala.

Di sana. Di ujung kasur, sekor laba laba sebesar kepalan tangan orang dewasa merayap perlahan. Nina melihatnya. Sangat menakutkan. Laba laba itu memiliki banyak mata, mulutnya juga bergigi tajam. Tangannya begitu cepat merayap mendekat pada dirinya.

Satu, dua, tiga, empat, berpuluh puluh laba laba lainnya muncul satu persatu. Nina melemparinya dengan bantal. Ia juga mengibas ngibaskan selimutnya untuk menyingkirkan semua laba laba itu. Tapi bukan hanya itu. Dari atas kepalanya, berjatuhan satu persatu laba laba yang lebih kecil. Laba laba itu merayap dari atas kepala, lalu berjalan mengelilingi lehernya.

Lihat selengkapnya